31.

19.4K 1.6K 30
                                    

          Kaki Kartyva bergerak naik turun dengan gelisah sambil menatap jarum jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kartyva masih berada di rumah Lou, menunggu pria itu pulang tetapi hingga selarut ini Lou tidak juga menampakkan batang hidungnya.

Kartyva bahkan melupakan janjinya dengan Davy– Oh Tuhan!

Bagaimana Kartyva bisa lupa dengan janji makan malam bersama Davy.

Tanpa menunggu lebih lama Kartyva mengemasi barang-barangnya dan bergegas untuk pulang. Mungkin besok ia akan menunggu Lou atau datang lebih awal.

Kepalanya menunduk lesu, harga tiket kereta pasti akan jauh lebih mahal dan lagi ia harus berjalan jauh untuk ke stasiun kereta.

Dan lihatlah!

Perjalanan dari rumah Lou ke stasiun kereta sangat gelap dan sepi, ia tidak mungkin naik taksi karena uangnya tidak akan cukup.

Udara dingin terasa menusuk meski ia sudah mengenakan jaket. Ia mengusap tubuhnya sendiri sambil sesekali menengok ke belakang merasa seperti sedang diikuti.

Tidak, tidak.

Kartyva selalu merasa seperti ketika ia berjalan sendirian di kegelapan. Ini pasti hanya perasaannya saja.

Tidak ada siapa pun di belakangnya tetapi Kartyva mempercepat langkahnya, perasaannya tidak enak.

Ketika ia akan berlari, seseorang menariknya dari belakang dan membekap mulutnya dengan telapak tangan, "Hmphh–" Kartyva memberontak berusaha untuk berteriak dan memukul ke sembarang arah.

"Shutttt!" Pria itu menyuruhnya diam, Kartyva tidak bisa melihat wajahnya karena pria itu memeluknya dari belakang, menarik tubuhnya. Ia berusaha untuk melawan tetapi tenaga pria yang menyeretnya lebih kuat.

"Tolong! Tol– Hmphh," Dengan geram pria itu mencengkram kuat rahangnya karena Kartyva terus memberontak dan berteriak.

"Diamlah jalang!"

"Lepas! Lepaskan!" Ketika mendapatkan kesempatan Kartyva segera menggigit tangan pria itu dan pergi, ia tidak ingin menjadi perempuan lemah yang pasrah atau menunggu pertolongan datang. Lagi pula siapa yang akan menolongnya di jalan yang sepi ini.

Belum sampai tiga langkah, pria yang tadi membekapnya langsung kembali menarik rambutnya kuat, Kartyva bahkan merasa jika kulit kepalanya tertarik.

Karena tarikan yang begitu mendadak membuat tubuhnya tidak seimbang dan jatuh. Kepala dan badannya menghantam aspal yang dingin, tulangnya seakan remuk. Kartyva meringis tetapi masih mencoba untuk kabur dengan cara memberontak ketika pria itu tak lagi menariknya melainkan berusaha untuk membuka jaket serta bajunya.

"Tidak! Jangan!" Hanya kata itu yang bisa Kartyva teriakkan. Saat itu Kartyva mulai menangis, tenaganya semakin lemah tatkala pria itu berhasil melepas jaket dan sekarang berusaha untuk menarik bajunya.

"Aku mohon," lirihnya memohon dengan sungguh. Dalam posisi seperti ini Kartyva bisa melihat wajah pria brengsek yang berada di atasnya, pria yang sedang berusaha untuk memperkosanya.

Plak!

Satu tamparan kuat mendarat di wajah Kartyva ketika ia terus meronta. Tangisnya semakin kencang bersamaan gerimis yang mulai turun.

Pria itu menarik turun baju yang ia kenakan hingga menampakkan bahunya, menahan kedua tangannya paksa dan menjilati leher Kartyva bagai binatang yang tak berperasaan.

Seorang– seekor binatang sedang berusaha untuk memperkosanya dan itu sangat menyakitkan. Kartyva tidak lagi bisa berteriak ketika pria itu membekap mulutnya sembari terus menjilati leher Kartyva.

Twinkle With TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang