Epilog

30.7K 1.4K 60
                                    

"Kau menangis seolah aku sudah mati, atau sebenarnya kau sedih karena aku masih hidup?" Suara bariton itu membuat Kartyva berbalik dan menutup suratnya dengan cepat.

Kartyva mengusap air matanya cepat meski itu tidak mengubah apa pun, Lou mengetahuinya bahwa perempuan itu menangis bahkan berjam-jam lamanya tanpa henti padahal Lou masih hidup dan hanya terluka sedikit.

Lagi pula Lou masih hidup setelah mengalami pendarahan, ia beruntung karena pisau itu mengenai Lou sekitar satu sentimeter dari arteri utama.

Kartyva tidak perlu menangis seperti itu, seolah Lou sudah meninggal.

"Louive Wang!" panggilnya hampir berteriak melihat Lou yang terbaring di atas ranjang. Pria itu berusaha untuk bangun tetapi Kartyva melesat menahan tubuhnya.

"Kau hampir mati bodoh dan aku hampir mati melihatmu seperti ini!"

Sebelah tangan Lou terangkat mengusap tengkuk Kartyva, melihat wajah perempuan itu dari dekat membuatnya begitu puas. "Aku menjadi bodoh karenamu."

"Jika tadi kau tidak bangun lagi maka aku akan sangat membencimu sialan."

"Itu yang aku rasakan enam bulan yang lalu." Kartyva memejamkan matanya merasakan usapan Lou, telapak tangan yang besar dan hangat, Kartyva sangat merindukannya.

"Jac Spencer sudah menyerahkan dirinya ke polisi, dia akan segera diadili." Awalnya Kartyva ragu untuk membicarakan ini mengingat kejadian ini baru saja terjadi, tetapi pada akhirnya ia tetap mengatakannya,

Mendengar itu tak membuat tatapan mata Lou berubah, sejujurnya ia senang mendengarnya tetapi bagaimana dengan Kartyva? Sesaat pandangan Lou beralih menatap dress Kartyva kenakan, terdapat banyak noda darah yang mengering di sana menjadi saksi atas apa yang baru saja terjadi.

"Setelah ini aku akan membantunya keluar dari penjara." Suara Lou terdengar begitu lembut sambil mengusap kepala Kartyva.

"Kenapa?"

Sebenarnya menurut Lou, di penjara saja tidak cukup untuk Jac Spencer membayar semua apa yang sudah ia lakukan tetapi mengingat motif Jac Spencer sebenarnya karena ia begitu mencintai istrinya dan merasa bersalah terhadap putrinya, yaitu Kartyva.

Lou sendiri baru mengetahui bahwa setelah Nyonya Spencer melahirkan, ayahnya meninggal, hal itulah yang membuat Nyonya Spencer mengalami skizofrenia dan setiap harinya keadaan wanita tua itu semakin memburuk.

Jac Spencer tidak bisa menghentikan istrinya ketika ia memukul kedua putri mereka atau menyiksanya. Hal itu membuat Jac Spencer merasa tak berdaya dan membuang kedua putrinya agar mereka tak lagi menjadi pelampiasan Nyonya Spencer saat itu.

Dalam hal ini, Jac Spencer sebenarnya tidak sepenuhnya bersalah. Ia mencintai putrinya tetapi caranya mencintai putrinya itu salah.

"Dia ayahmu dan kau sangat mencintainya."

Ya Kartyva sangat mencintainya. Ia hanya ingin ayahnya juga mencintainya.

"Jac Spencer bersalah karena hampir membunuhmu, kau tak perlu membebaskannya karena aku. Dia harus mendapat hukuman yang setimpal."

Meski Kartyva tak menunjukkannya secara gamblang, Lou tetap bisa mendengar kesedihan di dalam nada bicara Kartyva.

"Dia tetap ayahmu." Ujung bibir Lou terangkat naik berusaha untuk membuat Kartyva merasa sedikit lebih tenang. "Aku merindukanmu."

Kartyva berhambur memeluk Lou cukup erat, ia merasa menjadi perempuan yang paling beruntung di muka bumi ini.

Setelah apa yang sudah terjadi, Lou masih tetap merindukannya. Betapa beruntungnya Kartyva memiliki Lou di dalam hidupnya.

Twinkle With TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang