Part28

4.3K 234 0
                                    

Assalamua'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jangan lupa vote and commentnya guys




Maaf typo bertebaran

POV Key

Hari ini, hari dimana aku menepati rumah baru, suasana baru, dan teman-teman baru. Berat aku rasa saat ingin meninggalkan sahabat-sahabat terbaikku, papaku dan kenangannya.

Sekarang aku dan bang Ilyas sudah mulai merapikan barang-barang yang kami bawa.

2 jam aku membereskan barang-barang akhirnya selesai juga, dengan sigap aku tidur di atas sofa dan paha Ilyas sebagai bantalannya. Sepertinya, dia memang mengerti aku tanpa aku pinta ia sudah mengusap lembut kepalaku.

"Capek?" Aku mengangguk, terlalu lelah hingga pertanyaan dari dia pun hanya aku jawab anggukan saja.

"Mau di buatin minum?" tanya dia lagi.

"Emang abang gak capek?"

Dia tersenyum kearahku. "Bagi abang apapun gak ada yang capek kalau demi kami." Beruntungnya aku mendapatkan suami baik, perhatian dan tanpa malu melakukan apa saja untuk istrinya walaupun ia dalam keadaan sama-sama capek.

"Gak usah bang, biar adek aja yang buat kan adek isteri abang."

"Abang aja, kamu abang peristri pun bukan mau jadi pembantu abang. Orang tuamu saja yang merawat kamu dari kecil sampai sekarang jadi istri abang, mereka tak pernah memperlakukan seperti itu." Aku hanya bisa tersenyum hangat mendengar kata-kata yang ia lontarkan.

"Terus adek ngapain bang? itukan tugas adek."

Dia menatapku serius dan mencium pelan keningku dengan penuh kasih sayang.

"Dalam rumah tangga gak ada namanya tugas isteri dan itu tugas suami. Kita kerjakan bareng-bareng gak ada namanya tugas-tugasan. Oke?"

"Hmm...Tapi kalau mencari nafkahkan suami, terus itu adek kerja juga gitu?" tanyaku, aku sungguh sangat penasaran karena sering dengar tugas isteri tuh ngurus suami, ngurus rumah, jaga anak dan sebagainya. Begitu pula suami tugasnya nyari nafkah buat anak dan istrinya.

"Itu namanya kewajiban, kan udah abang bilang gak ada tugas-tugasan semua itu udah kewajiban. Kewajiban abang nyari nafkah buat kamu dan ntar anak-anak kita kelak. Nah, buat Kewajiban adek di rumah jaga anak dan ngurusin abang."

Aku tersenyum lebar mendengar penjelasan dari dia, aku sangat berterima kasih bisa berjodoh dengan dia. Dia begitu baik dan bisa menuntunku ke jalan yang di ridhai Allah.

"Adek tunggu di sini, abang buatin dulu minumnya," ucapnya berlalu pergi dari hadapanku.

Tidak lama waktu yang ia pakai hanya sekitar 15 menitan ia sudah kembali duduk disampingku. Ia memberikan jus jeruk satu gelas, aku menatapnya heran mengapa cuma satu gelas? apa dia sudah minum? pikirku terus menatapnya penuh tanya.

Seakan ia mengerti, ia meminumnya sedikit dan kembali menyerahkan jus itu ke arahku.

"Menurut abang kurang manis, coba adek cicip dulu."

Agak ragu aku mengambil jusnya, ada yang aneh mengapa ia bilang kurang manis? padahal ini sangat pas tidak terlalu manis juga tidak terlalu hambar. Apa dia terkena masalah lidah atau mungkin ia penyuka manis-manis.

"Manis kok bang, pas juga manisnya di lidah adek.

Dia menatapku merasa tak percaya. "Mana sini abang coba, takutnya tadi lidah abang terkilir." Aku langsung menyerahkan jus itu padanya.

Dia mulai meminumnya, mata terbelalak kaget dia meminumnya 3 tegukan dan tinggal setengah gelas lagi. Apa dia kurang sehat? tadi bilangnya kurang manis, tapi sekarang ia meminumnya hampir habis.

Aku menatapnya kesal, katanya ia membuatkan jusnya untukku, tapi ternyata malah sekarang ia sisakan setengahnya.

"Abang, jusnya jangan di abisin ih!" ucapku kesal.

Ia terkekeh menatapku. "Abis minumnya bekas bibir adek jadi enak jusnya manis kayak adek."

'Blush'

Aku merasa pipiku memanas, cepat-cepat aku menghindari tatapannya dan tersenyum kecil. Jadi, ini hanya akal-akalannya saja.

"Apaansih gombal," ucapku pura-pura jutek.

"Jangan jutek-jutek ah, gak cocok sama muka kamu merah pake banget."

Cukup sudah kesabaranku habis, okey dia menunggu aku mengamuk ternyata. Baiklah abang Ilyasku sayang mari nikmati permainanku ini. Pikirku dengan senyum licikku menatapnya.

"Oh....jadi abang tadi jailin adek?" tanyaku sengit.

"Hehehe. Enggak kok dek, bener kok bekas minum di bibir adek manis pake banget," ucapnya dengan senyuman mautnya. Aku melihat senyumnya saja sudah meleleh dan mengabaikan rencanaku untuk mengamuk. 'hais gimana sih kamu Key, tadikan kamu mau marah-marah malah menikmati senyumnya. Ayolah Key jangan lemah masa dikasih senyum aja udah kalah' batinku menguatkan imanku yang sudah mulai pudar.

"Abang kalau senyum manis banget," ucapku tanpa sadar

"Iya abang tau udah dari lahir abang manis."

Eh...apa yang aku katakan? oh astaga aku mengakui dia manis, Ya Allah malu aku.

"Siapa pula yang bilang abang manis, iya manis saking manisnya sampai-sampai kayak pare," ucapku ketus.

"Abang baru tau loh kalau pare manis, setau abang pare itu pahit deh? cie....gak mau ngakuin senyum abang manis nih?" ucapnya menaik turunkan halisnya.

Sudah aku sudah cukup malu untuk hari ini, sungguh aku kalah telak ingin mengamuk malah malu sendiri ketahuan menagumi senyumnya.

"Ih ABANG! udah ah Key ke kamar aja darting aja kalau sama abang." Aku langsung meninggalkan dia yang mentertawakan aku yang sudah benar benar malu.

"Sayang jangan tinggalin abang," teriaknya di belakngku dengan suara yang di manja-manja.

#B E R S A M B U N G

Gusku_Imamku(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang