P R O L O G

5.8K 244 28
                                    

Apakah kalian melihat seorang pria yang berdiri di atas sana?

Tidak? Bagus.

Aku jamin jika kalian melihatnya maka kalian akan terpesona oleh tampilan luarnya. Dia tampan, dia juga kaya, dia punya segudang pesona yang semakin sempurna bersama kepopulerannya. Aku kenal dia dengan sangat baik. Kami bersama-sama mendaki gunung namun sekarang lihat, hanya dia yang berada di atas puncak.

Aku tidak iri, untuk apa aku iri sementara aku juga yang berjuang di belakangnya sebelum dia sepopuler ini. Aku senang jika melihatnya berhasil, dia telah membuktikan bahwa aku juga telah berhasil. Aku hanya sedih, itu saja, bagaikan gigi yang busuk dia mencabut aku dari kehidupan yang ia idam-idamkan sejak lama. Tanpa kata, tanpa tanda-tanda, dia pergi begitu saja dan sampai saat ini aku hanya dapat melihat keberhasilannya dari bawah panggung.

Dia adalah seorang bintang. Pria yang setahun belakangan ini wajahnya memenuhi layar televisi dan papan iklan. Dia punya suara yang menyokong sejuta pesonanya. Seorang musisi, muda, berbakat, dan punya ambisi yang besar, Daniel Andreas.

Sepasang mata sialan ini tidak bisa berhenti memandangi Daniel Andreas, seorang pria yang telah meninggalkan aku di puncak kariernya. Mungkin orang-orang yang saat ini ada di sekitarku bertanya-tanya apa yang terjadi kepada gadis muda yang murung dan berdiam diri di tengah-tengah konser yang sangat pecah? mengapa dia ingin datang dan tetap bertahan jika tidak menyukai musiknya?

Maka biarkan aku menjawab, aku datang kemari bukan untuk menikmati konser dan melompat bersama para fans Daniel Andreas. Aku kemari untuk bertemu dengan pria yang ada di atas panggung itu, seorang bajingan yang telah meninggalkan aku tanpa penjelasan. Aku tidak dapat tidur dengan tenang sebelum mendengar alasannya. Alasan Daniel Andreas, mantan kekasihku, yang mendadak menghilang kabar tepat dihari jadi kami yang kedelapan.

Aku melirik arlojiku yang menunjukkan hampir pukul 12 malam, itu artinya konser akan berakhir sebentar lagi. Aku menunggu dengan gelisah pertemuanku dengan Daniel setelah konser selesai. Ini memang terdengar konyol tapi aku rela bergabung bersama para penggemar Daniel Andreas agar aku dapat bertemu dengan sang bintang itu.

Konser berakhir dan aku harus menanggung dorongan di antara kerumunan orang yang ingin mendapatkan foto dan tanda tangan Daniel. Berdesak-desakan sementara aku punya gangguan pada pernafasan adalah ide yang bodoh, namun aku tetap maju dan bersikeras untuk bertemu dengan mantan kekasihku.

Sekarang di sinilah aku berada. Berdiri di antara barisan para penggemar yang sudah dapat diatur. Mereka semua siap dengan buku dan pulpen, atau barang-barang berharga mereka yang ingin ditanda tangani oleh Daniel Andreas. Aku adalah satu-satunya orang yang berdiri di barisan dengan tangan yang kosong, karena aku sama sekali tidak peduli dengan tanda tangan Daniel Andreas.

Tersisa satu orang di hadapanku, aku semakin gugup dan juga ragu. Aku takut keputusan untuk menemui Daniel justru akan mempermalukan diriku sendiri, tapi aku tidak bisa pergi sebelum mendapatkan jawabannya.

"Mbak maju dong, giliran mbak tuh!" aku terkesiap ketika seorang wanita yang berdiri di belakangku mendorong bahuku agar aku berjalan maju. Kini aku pun berada di hadapannya, di hadapan Daniel Andreas yang terbelalak melihat kehadiranku di antara kerumunan para penggemarnya.

Rahang pria itu mengeras, bibirnya terkatup rapat, dan tanpa menunggu lama kekhawatiranku pun terbukti. Daniel Andreas tidak senang melihatku di sini. Namun pria itu memainkan perannya dengan baik, dia tidak langsung mengusirku tidak pula membentakku, Daniel dengan santainya hanya bertanya, "Di mana saya harus tanda tangan?"

Saya, sialan.

Aku mengeluarkan ponselku dari saku dan dia langsung mengangguk paham. Daniel merapat ke arahku lalu menatap ke arah kamera ponsel. Dadaku terasa kian sesak ketika lengannya melingkar di bahuku dan tanpa bisa aku tahan lagi aku berbisik tepat di telinganya, "Kenapa?"

Pulang (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang