2. Widuri

2K 194 18
                                    

Vanno POV

Widuri......

Wajah dari pemilik nama itu tidak bisa luput dari ingatanku. Dia manis, punya senyum yang menawan dan kedamaian pada bola matanya yang berbinar indah. Sikap acuhku hanyalah topeng agar gadis bernama Widuri itu tidak tahu bahwa aku gugup ketika dirinya begitu dekat denganku, sangat dekat ketika dia mengompres lebam di pipiku.

Aku akui nasibku malam itu sangatlah buruk, aku hampir digebuki massa hanya karena berniat menolong gadis yang sedang menangis di tempat parkir. Sayangnya penampilanku membuat dia mengira bahwa aku adalah seorang penjahat. Biasanya aku tidak pernah peduli apa kata orang soal penampilanku, tapi ketika Widuri yang melakukannya aku merasa sangat kesal.

Dia kelihatan ramah dan ceroboh, dia begitu lemah dan mudah untuk dimanfaatkan. Caranya berpikir tidak stabil, dia plin plan, dan tidak tegas kepada dirinya sendiri apalagi kepada orang lain. Ketika aku melihatnya menangis di tempat parkir aku sudah bisa menebak siapa yang gadis mungil itu tangisi. Dia menangis untuk idolanya, Daniel Andreas.

Sialan memang, miris melihat para gadis yang tergila-gila kepada Daniel Andreas. Ya, mereka pasti hanya melihat tampangnya yang bagaikan wanita, aku yakin dia berdandan untuk konsernya kemarin malam. Artis-artis seperti Daniel Andreas sering muncul akhir-akhir ini, populasi mereka semakin banyak, dan aku merasa mereka mulai merusak dunia permusikkan.

Mereka berkarya untuk dilihat orang, mereka berkarya untuk eksistensi diri. Ya aku tahu itu wajar, uang dan popularitas adalah manusiawi. Tapi bagaimana dengan para pemusik yang sesungguhnya? Jalan mereka jadi terhambat karena penyanyi selera masa kini seperti Daniel Andreas. Suara lembut bagaikan wanita dan tidak punya khas, mendayu-dayu dengan lirik yang gagal romantis dan bikin mau muntah, belum lagi ada puluhan penyanyi seperti Daniel Andreas dengan suara yang serupa. Ah selera para wanita memang payah!

Termasuk Widuri.....

Aku selalu memanggilnya Widuri disaat teman-temanku justru memanggilnya Widi. Nama Widuri sangat cocok dengan dirinya, aku juga jadi teringat dengan lagu kesukaanku yang berjudul Widuri yang dinyanyikan oleh penyanyi lawas, Bob Tutupoly. Bob Tutupoly seorang musisi yang nyata, dia punya suara yang khas yang tidak mendayu-dayu dan menirukan suara para wanita, liriknya dia kemas dengan rapi seperti para musisi lawas lainnya yang perhatian terhadap lirik mereka.

Selalu berkelas dan sarat akan makna.

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore dan gadis yang kata Reno akan datang tidak kunjung muncul di studio kami. Sebenarnya studio kami bukanlah studio yang sebenarnya, ini hanyalah sebuah rumah sederhana berlantai dua milik orang tuanya Reno yang kami panggil Bunda. Ya kami seperti ngekoslah lah di rumah ini, awalnya Bunda tidak mau kami bayar namun kami tidak enak jika harus hidup menumpang terus menerus. Lantai dua adalah otoritas kami. Studio dan satu kamar tidur yang lumayan luas kami bagi untuk bertiga, aku, Memet, dan Fikry. Reno tentu saja tidur di kamarnya yang ada di bawah.

Kalian pasti sudah dapat menebak kenapa kami tidak tidur di rumah masing-masing. Ya, karena kami sendiri yang membawa diri kami keluar dari rumah yang katanya adalah surga, rumah yang katanya adalah tempat berlindung justru malah menyakiti mental kami, rumah sialan dan aku tidak ingin membicarakannya lagi.

Memasuki pukul lima sore kami mengambil istirahat sejenak. Aku menuju ke dapur untuk mengambil air yang dapat menyegarkan tenggorokanku. Bunda yang sedang menyiapkan makan malam di dapur menatapku sesaat lalu kembali melanjutkan kegiatan memasaknya.

"Udah baikkan kamu, Van?" tanya Bunda.

Aku menuangkan air ke dalam gelas dan menjawab, "Dari kemaren juga gapapa kok, Bun"

Pulang (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang