5. Terbayang

1.5K 154 10
                                    

"Ayo dong Wid, bantuin kita" rengek Reno.

Aku menatap sebal Vanno yang menyengir lebar. Dia tahu aku tidak akan bisa menolak keinginannya jika sudah dipaksa begini. Jadi ya mau bagaimana lagi, tugasku juga tidak terlalu berat aku punya pengalaman dan aku pikir tidak ada salahnya berbagi.

"Iya deh iya" kataku pada akhrinya. Vanno dan Reno melakukan tos sementara aku memutar bola mataku dengan malas.

Aku mulai menyalakan mesin mobilku dan Vanno langsung mengusir Reno, menyuruh temannya untuk masuk ke dalam rumah. Setelah Reno pergi sambil menggerutu sebal, Vanno kembali menumpukan kedua tangannya di jendela mobilku lalu tersenyum lebar kepadaku dan berkata, "Thanks udah mau bantuin kita"

"Belom juga mulai" sahutku. Vanno terkekeh geli, samar-samar aku melihat lesung pipi yang manis di kedua pipinya.

"Boleh pinjem hape lo ga?" tanya Vanno. Dahiku berkerut bingung mendengar permintaannya, untuk apa Vanno meminjam ponselku?

Aku mengambil ponselku dari dalam ransel yang ada di pangkuanku kemudian menyerahkan ponsel itu kepada Vanno. Jemari Vanno bergerak cepat di layar ponselku, aku tebak dia pasti sedang menyimpan nomornya di sana.

Setelah ponsel itu kembali kepadaku Vanno langsung berkata, "Gue udah simpen nomor gue di hape lo, kalau kangen telpon aja"

Aku menatap nomor yang baru saja tersimpan di ponselku dengan nama My Bad Boy, uh aku tidak tahu bagaimana harus menanggapi ini tapi rasanya aku benar-benar ingin tertawa. Vanno sangat konyol.

"Um...okay" sahutku sambil mengulum senyum.

"Okay" balas Vanno dengan meniru-nirukan suaraku. Aku menatapnya dengan sebal sementara dia hanya tersenyum, "Minggir dong, aku mau pulang" kataku berusaha menutupi kegugupanku.

Cup!

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat dan lembut mendarat di pipiku. Vanno mengecup pipiku tanpa izin dan aku hanya bisa terdiam sambil mencengkeram setir dengan erat. Jantungku berdegup kencang seperti habis dikerjar setan. Sial, sial, sial, apa yang terjadi Widuri! Kenapa aku jadi seperti ini!

"Hati-hati ya nyetirnya" ucap Vanno sambil mengambil langkah mundur dari mobilku. Aku hanya membalas pria itu dengan anggukan.

Wajahku masih memerah menahan  malu saat aku meninggalkan perkarangan rumah Reno dan melaju menuju ke rumahku secepat mungkin. Aku butuh sesuatu untuk menyegarkan otakku yang mulai kacau balau, kecupan Vanno terus berputar ulang di kepalaku dan kehangatan dari bibirnya masih begitu membekas tak mau menghilang di pipiku.

Sesampainya aku di rumah, aku langsung melemparkan tubuhku di ranjang. Rasa kantuk dan lelah kembali menyerangku, tubuhku terasa kaku karena tidur di atas bak pick up semalaman tapi bak pick up itu terasa lebih baik dari pada ranjang yang empuk ini setelah aku mengingat pelukan hangat Vanno. Aku mengerang kesal karena pikiranku yang terus berkelana tentang Vanno, senyumannya, mata tajamnya, suaranya, agh!

Kuambil bantal dan kubenamkan wajahku di sana. Ini tidak boleh terjadi, Vanno hanyalah pria asing dan aku belum sembuh total dari sakit hati. Tapi kalau dipikir-pikir kehadiran Vanno dapat mengusir kesedihan yang belakangan hari ini menghantuiku. Mungkin lama-kelamaan Vanno juga dapat menendang Daniel Andreas sepenuhnya dari ingatanku. Aku tidak bermaksud untuk memanfaatkannya, aku hanya ingin mencoba berpindah dan membuka hati untuk pria lain, itu tidak salah 'kan?

"Kak Widi!!" suara melengking yang menyebalkan itu terdengar dari luar kamar. Aku mendesah gusar lalu turun dari ranjang dan berjalan menuju ke pintu.

"Apaan?" semburku kepada seseorang yang berdiri di depan pintu dengan wajah tololnya.

Dia adalah teman serumahku, Dita. Dita merupakan keponakan dari pemilik rumah yang aku sewa. Awalnya aku tinggal seorang diri di rumah ini, tapi rasanya sedikit menyeramkan tinggal sendirian sampai Dita datang dan kami berbagi rumah ini. Ya, kami memang tidak terlalu akrab tapi sebagai teman serumah kami bekerja sama dengan baik.

Pulang (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang