18. Be Yours

1.5K 147 10
                                    

Aku berdiri di samping panggung bersama beberapa panitia konser sambil menyaksikan penampilan Young Blood. Seperti biasanya penonton selalu membludak untuk melihat band idola mereka sekaligus merasakan langsung betapa pecahnya konser Young Blood di Bali. Lagu yang Young Blood bawakan tidak pernah mengecewakan para penggemar dan penikmat musik, baik itu lagu ciptaan sendiri ataupun aransemen lagu dari penyanyi lain.

Setelah konser yang berlangsung dengan meriah itu selesai, Vanno membawaku untuk makan malam bersama Young Blood dan timnya sebagai bentuk perayaan atas konser yang telah berjalan dengan lancar. Makan malam itu diadakan dengan privasi di restoran seafood yang berada di pinggir pantai. Vanno tertawa geli saat aku membuka heelsku agar telapak kakiku dapat menyentuh pasir pantai yang halus, aku selalu suka dengan sensasinya.

"Jadi gimana? Kalian suka?" tanya manajer Young Blood.

Reno mengangguk setuju, "Gue sih ga masalah" sahut Reno. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, aku lebih memilih untuk menikmati udang yang ada di piringku saja.

"Kamu gimana Van, setuju?" Vanno yang sedang sibuk mengupaskan kulit udang untukku kini menatap manajernya, "Ya, ide lo bagus juga, Bang" sahut Vanno yang tidak terlalu peduli, ia kembali melanjutkan kegiatannya mengupaskan kulit udang untukku. Ini adalah kebiasaan burukku, aku tidak suka memakan udang bersama kulitnya tapi aku tidak meminta Vanno untuk mengupaskan kulit-kulit udang yang ada di piringku, pria itu yang bersikeras untuk melakukannya.

Melalui sudut mataku aku dapat melihat tatapan kesal manajer Young Blood terhadap sikap acuh Vanno, kalau tidak salah namanya Ghali, Young Blood kerap memanggilnya Bang Ghali. Kami pernah berkenalan saat Young Blood debut dan aku simpulkan bahwa dia tidak terlalu menyukaiku, entah apa masalahnya denganku, aku pun tidak terlalu peduli.

Ketika acara makan malam selesai kami bersantai di pinggir pantai, beberapa tim sudah pulang namun si manajer yang menyebalkan itu masih ada di sini sedang menikmati bir bersama dengan yang lain. Aku membiarkan Vanno mengobrol bersama teman-temannya dan timnya. Aku lebih memilih berdiam diri sambil menikmati suasana pantai yang indah. Angin laut menyapu kulitku dengan lembut membawa aroma segar bercampur asin yang menyenangkan untuk dihirup.

Tak beberapa lama kemudian semua orang bersiap-siap untuk pulang. Vanno menggandeng tanganku dan mengajak aku untuk berdiri, aku pikir kami akan pulang juga tapi ternyata aku salah pria itu malah membawaku berjalan-jalan di pinggir pantai.

"Lo capek?" tanyanya. Aku menggeleng dan tangannya langsung berpindah ke bahuku, sambil terus berjalan dia kembali berkata, "Gue pengen ngomong sesuatu sama lo"

"Apa itu?" tanyaku.

"Ini penting" tambahnya. Oh dia membuat aku semakin penasaran.

Langkahku terhenti, spontan langkah Vanno juga terhenti. Pria itu berpindah dari sisiku dan berdiri tepat di hadapanku dengan wajah gugupnya. Aku semakin bertanya-tanya saat Vanno mengambil kedua tanganku dan menggenggam keduanya. Pria itu menarikku untuk maju semakin dekat kepadanya lalu berkata, "Gue pengen kita melangkah ke hubungan yang lebih serius, gimana menurut lo?"

Kedua alisku bertaut bingung, "Hubungan yang serius gimana? Apa kamu pikir aku main-main sama kamu selama ini?" Vanno menggeleng sambil menggigit bagian dalam pipinya, tangannya yang menggenggam tanganku bergetar halus, apa dia baik-baik saja?

"Maksud gue...., gue pengen ngelamar lo" ucapnya.

Kedua mataku terbuka lebar, aku tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Sepertinya baru kemarin aku membayangkan setiap pagi yang aku lalui dengan melihat wajahnya dan malam ini dia sudah melamarku. Aku senang, kebahagiaanku meledak tak terbayangkan, tapi kesenangan itu hanya berlangsung sesaat karena mendadak aku berpikir kalau semua ini terlalu cepat. Vanno belum mengenal satu pun keluargaku terlebih lagi sekarang ia harus fokus dengan kariernya.

Pulang (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang