20. Aku Butuh Jawaban

1.4K 149 7
                                    

Apakah aku bermimpi? Bagaimana Vanno bisa ada di rumahku saat ini padahal seharusnya ia masih berada di Kuala Lumpur sampai dua hari ke depan?

"Ka-kamu—"

"Lo dari mana aja?" dia menyelaku dengan pertanyaannya yang terdengar begitu dingin.

Aku mengambil posisi duduk lalu berkata, "Aku pergi ke Coffeeshop tadi"

Dia tampak tidak percaya, "Malam-malam begini?" tanyanya.

Kugigit bibir bawahku sambil mengangguk, "Ya, aku butuh kopi buat ngerjain tugas" kataku.

Vanno mendengus, "Oke, mana kopi yang lo beli?" tanya Vanno. Sialan, kopi itu ketinggalan di coffeeshop karena Daniel, oh pria itu selalu membawa kesialan masuk ke dalam hidupku!

"Ga ada 'kan?" Vanno mencibir, pria itu menunduk untuk menyejajarkan wajah kami kemudian dia mencengkeram kedua bahuku cukup kuat, "Jawab yang jujur, lo abis dari mana? lo ketemu cowo lain, hah?"

Aku meringis, "Vanno kamu apa-apaan sih, lepasin sakit tau ga!" pekikku sambil menepis kedua tangannya.

Vanno kembali berdiri, pria itu mengusap wajahnya dengan gusar kemudian bersedekap sambil menatapku. Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi kepada pria ini? Dia muncul tiba-tiba di kamarku dalam keadaan yang kacau dan menuduhku yang tidak-tidak.

"Gue udah nelpon lo dua belas kali seharian ini dan ga lo angkat sama sekali, lo sengaja?" semburnya lagi.

Dahiku berkerut dalam, aku tidak merasa ada panggilan masuk dari Vanno seharian ini, apa maksudnya dia menghubungiku hingga dua belas kali?

"Vanno, aku memegang ponselku seharian ini dan ga ada panggilan masuk dari kamu" kataku.

Kedua alis Vnno yang tebal terangkat secara bersamaan lalu dia menatapku dengan datar seolah-olah aku baru saja membual. Aku mulai merasa kesal, kuambil ponselku yang ada di dalam saku celana lalu kuberikan ponsel itu kepadanya, "Ini, periksa sendiri kalau kamu ga percaya!" cetusku.

Vanno menerima ponsel itu dari tanganku dan mulai memeriksanya. Kedua bola matanya membesar melihat layar, yup, dia tidak bisa menghakimiku lagi karena aku sepenuhnya berkata jujur, aku tidak mendapatkan panggilan darinya seharian ini.

"Puas?" tanyaku, sarkas.

Vanno mendengus dan melemparkan ponselku ke atas ranjang. Dia masih terlihat belum mempercayaiku sepenuhnya, kini gilirannya mengeluarkan ponsel lalu menunjukkan daftar panggilan keluar atas namaku sebanyak dua belas kali di ponselnya.

"Lihat?" aku mengernyit bingung lalu meraih ponselnya dan memeriksa panggilan keluar atas namaku dengan teliti. Kulihat nomorku yang ada di sana dan aku menemukan sebuah kejanggalan, itu bukan nomorku, itu nomor orang lain.

Aku memberikan ponsel itu kembali kepada pemiliknya sambil berkata, "ini bukan nomorku!" Vanno terbelalak dan memeriksanya sendiri lalu beberapa saat kemudian dia memaki, "Brengsek!" rahangnya mengeras, urat di pelipisnya menonjol, dan wajahnya dipenuhi oleh amarah yang siap meledak. Aku turun dari ranjang lalu berdiri di hadapan pria itu.

"Apa yang terjadi?" tanyaku dengan lembut.

Vanno menghembuskan nafas gusar, "Gue ga tahu, gue nyimpen nomor lo di hape gue dan gue ga pernah periksa nomor lo setiap kali gue mau nelpon. Pasti ada orang yang ganti nomor lo di hape gue" jawab Vanno.

Dahiku berkerut tak mengerti, "Siapa dan untuk apa dia melakukan itu?" tanyaku.

Vanno menggeleng dengan wajahnya yang lelah lalu membawa dirinya masuk ke dalam pelukanku. Ada sesuatu yang salah yang terjadi kepada pria ini, aku tahu betul bagaimana Vanno jika sedang dirudung masalah.

Pulang (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang