3. Pantai Timur

1.7K 175 11
                                    

Back to Widuri Point of view.

Dia aneh,

Sedikit lucu,

Namun lebih banyak menyebalkan.

Entah kenapa aku bersedia menerima tawaran untuk menghabiskan malam minggu bersama dengannya. Ah, lagipula apa salahnya keluar bersama Vanno daripada sepanjang malam aku habiskan untuk menangisi Daniel Andreas di kamar seorang diri. Terlebih lagi walaupun menyebalkan Vanno sepertinya agak menyenangkan. Aku tidak menyangka aku sempat terpancing oleh ledekannya kemarin, mengingat aku yang beradu mulut dengannya seperti anak kecil membuat aku tertawa geli.

Mobilku terparkir di perkarangan rumah Reno. Aku mematikan mesin mobil dan langsung keluar dengan membawa ransel kecil di punggungku. Vanno yang sedang duduk di atas mobil pick up langsung melompat turun dan menyambutku dengan senyum anehnya, uh aku pikir dia tidak tahu bagaimana caranya tersenyum.

"Hai" sapaku.

"Hai" balasnya, "Siap untuk pergi?"

Aku mengangguk lalu bertanya, "Kita akan ke mana?"

"Lo bakal tau nanti, yuk!" Vanno menarikku menuju ke mobil pick up dan membukakan pintu mobil untukku, aku berdiam diri sambil menatapnya dengan bingung.

"Aku pikir kita pergi dengan mobilku" kataku.

"gue ganti rencananya, kita pergi pake mobil Reno, oke?" Aku menurut begitu saja lalu masuk ke dalam mobil sambil bertanya-tanya ke mana Vanno akan membawaku dengan mobil pick up ini?

"Mobilku aman 'kan?" tanyaku ketika Vanno menyusul masuk ke dalam mobil. Pria itu mengangguk lalu mulai menyalakan mesin mobilnya. Tak lama kemudian kami berada di jalanan raya dan menuju entah ke mana.

perjalanan sudah cukup jauh namun kami tidak kunjung sampai. Aku penasaran sekaligus ketakutan, takut kalau Vanno berniat ingin mencelakaiku karena masih menyimpan dendam atas kejadian dua hari yang lalu. Oke, itu berlebihan.

"Kamu mau bawa aku ke mana sih?" tanyaku.

Vanno melirik aku sejenak lalu kembali fokus menatap jalanan, senyum geli terlukis di bibirnya ketika ia bertanya, "Lo takut?"

"Eh...engga, cuma tanya doang apaan sih!" gerutuku.

Vanno terkekeh geli, "Gausah takut kali, kalau gue macam-macam lo bisa teriak 'kan?" dia menyindir kejadian dua hari yang lalu dan aku langsung mendengus dengan pipi yang memerah. Sial aku masih sangat malu atas apa yang telah aku pikirkan tentang dirinya dulu. Aku mengira Vanno adalah orang jahat dan dia bisa saja sekarat digebuki oleh massa malam itu jika aku tidak menyelamatkannya.

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri karena mengenali jalanan yang kami lalui. Butuh waktu yang lama bagiku untuk mengenali jalanan yang tidak terlihat asing ini, sampai Vanno membelokkan setirnya ke kanan dan memasuki kawasan pantai yang pernah aku singgahi beberapa kali.

Pantai Timur.....

"Apa yang mau dilihat di pantai malam-malam begini?" tanyaku kepada Vanno yang masih menyetir.

"Banyak, liat aja nanti" sahut Vanno.

Vanno tidak memarkirkan mobilnya di area parkir, dengan mudahnya pria itu membawa mobil kami masuk dan melaju pelan di atas pasir pantai yang putih setelah ia berbicara dengan penjaga pantai.

Mobil pick up yang Vanno kendarai baru berhenti ketika kami berada di tempat yang sepi. Aku dan Vanno langsung keluar dari mobil, tulang-tulangku terasa remuk setelah perjalanan yang cukup panjang. Vanno mengambil ranselnya yang besar lalu mengeluarkan selimut putih yang tebal dari dalam tasnya.

Pulang (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang