34. Hospital, After School.

912 125 43
                                    

Ini cerita perlu revisi karena ANJer cringe banget awal-awal tulisan huhu 2018 maaf.

Oh iya, A/N mohon dibaca karena gue lagi nanya-nanya.

Selamat membaca!

Jiho
Sebenernya, gue juga nggak tahu kenapa gue mau-mau aja diajak Jaehyun ke rumah sakit untuk menjenguk seseorang yang bahkan gak gue tahu siapa. Padahal kalau boleh, gue bisa-bisa aja nolak dan marah karena gue tipikal orang yang gak bisa dipaksa. Tapi hari ini, gue bener-bener gak bisa menolak ajakan laki-laki bersurai lebat tersebut.

Aroma steril rumah sakit menjadi salah satu hal yang terdaftar di dalam list hal-hal yang gue hindari. Nggak, gue gak punya sama sekali kenangan jelek di dalam rumah sakit seperti novel-novel yang kak Jisoo baca, tapi ya emang dari awal gue gak suka aja.

Bayang-bayang buruk tentang betapa mengerikannya rumah sakit itu muncul ketika gue masih menduduki bangku awal SD. Saat itu, Mama dan Papa masih bertugas di luar kota, dan kondisi tersebut mengharuskan gue untuk tinggal bersama dua orang pengasuh dan kedua kakak kembar gue.

Bang Joshua yang saat itu masih bandel mencecoki gue dengan film horror yang mengambil latar rumah sakit. Hal tersebut membuat gue tidak bisa tidur hingga akhirnya, saat mama pulang, gue langsung menghambur ke pelukan mama dan mengadukan semua hal yang diperbuat oleh bang Joshua.

Rumah sakit juga mengingatkan gue tentang calon adik yang ketidakhadirannya menjadi sebuah penyebab tidak lengsernya posisi gue sebagai adik. Padahal, menjadi kakak adalah cita-cita gue sedari kecil. Kadang hal-hal inilah -rumah sakit- yang membuat gue terlempar ke dalam kubangan masa lalu yang sebenarnya juga biasa-biasa saja.

"Nomor berapa?"

Gue mengerjabkan mata sebentar, sadar bahwa dari tadi hanya melamun. Kemudian gue memberi kerutan tipis di dahi, menandakan kalau gue cukup bingung dengan maksud Jaehyun. "Nomor apa? Sepatu?" Tanya gue.

"Kamar pasien, sayang."

"Sayang?"

"Iya, kenapa sayang?"

Kemudian gue menyadari jika satu kata yang gue lontarkan tadi cukup menyiratkan makna ambigu. Gue mendengus pelan. "Lavender, 35." Balas gue, agak sewot. "Lo yang niat jenguk kan? Perasaan tadi lo yang nanya."

"Iya udah, salah gue." Balas Jaehyun yang membalas lagi dengan nada yang lebih songong. Namun setelahnya, laki-laki berlesung pipi itu tersenyum tipis dan gue melihatnya.

Mungkin benar kata orang.

Lo gak nggak mungkin nggak jatuh cinta sama sosok Alvaro.

Semoga gue nggak merasakan kalimat "apapun makanannya, minumnya jilat ludah sendiri."

Jangan sampai.

Gue dan Jaehyun berhenti pada salah satu pintu kamar berwarna putih. Jaehyun menarik napasnya, kemudian mengetuk pelan pintu tersebut yang tak lama dibuka oleh seorang perempuan manis dengan mata bulat nan jernih. Tubuhnya terlihat mungil dengan kaos oversized berwarna putih dan legging hitam yang membalut kaki kurusnya. Senyuman perempuan itu terukir hangat ketika melihat Jaehyun. Gue berasumsi jika Jaehyun mengenal baik perempuan ini.

Dazzling Nightmare Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang