ARSA - 07

2.6K 522 28
                                    

TATKALA semua teman-teman satu kelasnya sibuk memilih SMA mana yang kiranya cukup bergengsi untuk mereka masuki sekaligus sebagai ajang pamerㅡwalaupun belum tentu nilai akhir mencukupi kriteria, Arzan mungkin satu-satunya yang hanya menjawab 'terserah' bila ada yang iseng bertanya. Jawabannya memang simple namun terkadang cukup untuk membuat teman-temannya kesal, ibunya uring-uringan dan walikelas meringis. Sementara Arzan sendiri hanya fokus belajar dan hanya mengangguk kala ibunya merekomendasikan sekolah-sekolah ternama.

Bukannya Arzan cuek sendiri dengan pendidikannyaㅡbuktinya saja ia masih belajar keras siang dan malam demi nilai yang bagus, hanya saja Arzan tidak berpikir bahwa sekolah elit memiliki pendidikan yang lebih-lebih dari yang lain. Baginya, semua sekolah itu sama saja, toh, kurikulum masih sama dari dinas pendidikan. Jadi Arzan tidak terlalu memusingkannya dan mengikuti alur, sebab rasanya semua tujuannya mendadak hambar untuk ia rasakan sendiri.

Maka dari itu setelah ayahnya memintanyaㅡsetengah memaksa dan sempat berdebat dengan ibuㅡuntuk mendaftar pada SMA Bina Bangsa, Arzan manut walau setengah ragu. Ia mendengar dari temannya, bahwa sekolah tersebut terlibat aksi tauran belum lama ini. Tetapi Arzan tetap mendaftar dan namanya masuk pada urutan kelima yang menjadi siswa prioritas masuk. Arzan tersenyum simpul menatap namanya sendiri sebelum akhirnya atensi diambil alih oleh presensi lain.

Saat itu, pertama kalinya Arzan melihat Rosa. Bibirnya terus bergerak seraya merangkul Chelsie dan tertawa. Arzan tertegun, iris matanya terus memindai bagaimana cara Rosa tersenyum, tertawa bahkan merengut bak anak kecil. Arzan menunduk kecil dengan dentuman jantung yang tak seiras, bibirnya dilipat cepat. Arzan menghela napas panjang kala memorinya dipaksa terjun bebas ke bawah.

“Gue masuk kok, Jes,” sungutnya sebal.

“Nyogok ya?” tuding Jessica seraya terkekeh kecil.

“Dih! Bukan Rosaline namanya kalau nyogok, cuih, najis!”

Arzan membeo, namanya Rosaline?

Satu detik kemudian Arzan tersentak tatkala si objek perhatian tadi tiba-tiba berada di sampingnya. Arzan dapat melihat jelas wajah anak perempuan itu yang kini tengah menatapnya. Arzan mendadak gugup sendiri dan reflek mengelus tengkuknya.

“Lo daftar di sini juga?” tanyanya santai, layaknya teman lama yang baru jumpa.

Arzan mengangguk pelan sebagai jawaban, masih terserang gugup hingga telinga memerah.

“Nama lo?” tanya Rosa lagi.

“Arzan,” cicitnya.

Rosa mengangguk dan memicingkan matanya menatap daftar nama, tak lama kemudian gadis tersebut bertepuk tangan kecil. Ekspresi wajahnya menunjukkan kekaguman, diam-diam Arzan tersenyum melihat ekspresi balita di wajah Rosa.

“Peringkat lima, lho, nama lo. Selamat ya!” Rosa mengulurkan tangannya pada Arzan.

Arzan menatap lamat-lamat tangan Rosa tersebut untuk beberapa detik kemudian, membuat si empu menunggu dan berakhir berdecak sebal. Tangannya ditarik paksa dan si gadis menyatukan telapak tangan mereka. Arzan kembali tertegun, ia merasa baru saja disengat listrik. Sementara Rosa tersenyum hingga menampakkan deretan giginya.

“Gueㅡ”

“Sa, ayo! Kita pulang!”

Rosa menarik tangannya seraya menatap pelaku yang menginterupsi. "Iya, bentar,” sahutnya setengah berteriak dan kembali menatap Arzan. “Gue cabut duluan, bye!”

Arzan baru mengangkat kepalanya dan memperhatikan setiap langkah ringan Rosa yang berlari menuju teman-temannya. Tetap begitu kala Rosa sudah hilang dari pandangannya.

How Bad Do You Want Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang