ARSA - 14

2.2K 434 14
                                    

ESOKNYA sebelum pagi menjemput dan matahari mulai menyembul menunjukkan presensi. Rosa tersentak dari tidurnya. Si gadis dibuat memicingkan mata tatkala cahaya lampu menusuk irisnya. Sementara kepalanya pusing bukan kepalang, seperti baru saja ada orang yang memukul kepalamu dengan batu saking berputarnya.

Gadis tersebut berkedip perlahan seraya menatap langit-langit ruangan serba putih. Dalam hati sudah yakin pasti Jessica yang membawanya ke rumah sakit. Helaan napas kasar keluar dari bibir Rosa. Bagian kakinya sakit dan terasa panas saat digerakan. Rosa menyibak pelan selimut yang membungkus tubuh dan menatap miris pada kedua kakinya yang diperban sempurna.

Rosa tidak akan lumpuh, 'kan? Atau yang lebih parah, kakinya tak akan diamputasi, 'kan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mulai memenuhi kepalanya. Kemarin malam ia langsung menantang gelap dan tahu-tahu sudah berada di rumah sakit, lebih tepatnya telah mengenakan baju pasien serta berada di ranjang. Lagi-lagi ia menunjukkan kelemahannya.

Rosa menoleh ke samping dan menemukan Jessica tertidur di atas sofa. Chelsie dan Jenna tidur di ranjang tambahan di sudut ruangan. Ketiga gadis tersebut tampak sangat kelelahan, terlihat sekali dari wajahnya. Tadi malam pasti merepotkan sekali mengurusnya, hingga ketiga sahabatnya itu kecapaian begitu.

Rosa menunduk kecil dan mengedarkan pandangannya.

Ruang inap tempatnya di rawat ini luas. Pasti kelas VVIP dan sudah pasti lagi bahwa Dokter Aryan yang menempatkannya di sini. Sebab dokter tersebut tahu bahwa Rosa sangat nyaman bila ranjang tempat ia dirawat berdekatan dengan jendela. Jadi ia tidak bosan berdiam diri di dalam ruangan.

“Sa?”

Si empu menolehkan kepalanya dan melihat Chelsie yang tengah mengucek matanya. Suaranya tadi pun terdengar serak. Gadis itu turun dari kasur sambil mengikat rambut panjangnya. Chelsie melangkah mendekat ke arah Rosa dan mengelus rambut si gadis dengan lembut.

Chelsie tersenyum hangat, “How's your feel?”

Ikut tersenyum lalu membalas ringan. “Gue baik-baik aja, Chel.”

“Kenapa bangun? Masih jam 5, lho, ini, Sa,” kata Chelsie menatap wajah Rosa lamat-lamat.

Gadis tersebut memalingkan wajah menuju jendela, tatapannya nanar melihat banyak objek di luaran sana. “Tadi malam gue nyusahin banget, ya?” tanya Rosa sendu.

Chelsie menggeleng dan duduk ditepi ranjang lalu menggenggam telapak tangan Rosa. Ibu jarinya mengelus punggung tangan gadis tersebut dan berkata seringan yang ia bisa. “Nggak, kok, Sa. Jangan mikir kayak gitu dong.”

Rosa menatap Chelsie tepat diiris. “Serius, Chel. Walaupun kita udah dari kecil kenal tapi gue nggak mau nyusahin kalian,” tuturnya.

No one gets in trouble because of you. Not there,” ujar Chelsie lembut. Gadis tersebut menghela napas pendek kala melihat ekspresi sedih sahabatnya itu.

Rosa selalu begini. Gadis itu selalu akan merasa sangat bersalah karena merepotkan mereka. Padahal tidak ada satupun dari mereka yang keberatan apalagi merasa di repotkan. Tetapi bagaimana pun cara mereka menjelaskan kepada Rosa bahwa gadis itu tidak membawa masalah apalagi sialㅡRosa sendiri yang bilang. Rosa seakan menutup telinga rapat-rapat.

Chelsie jelas tahu penyebabnya apa. Didikan yang salah tertancap dalam pada diri gadis tersebut. Hingga sulit sekali menghapusnya karena sudah terlalu membekas.

“Sa, apa yang lo pikirin, hm?” tanya Chelsie kala melihat manik berkabut milik Rosa.

“Chel?”

“Iya, bilang aja, tanya aja.”

Rosa kembali memusatkan manik mata ke arah manik milik gadis di hadapannya. “Gue ... ka-kaki gue ... ”

How Bad Do You Want Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang