ARSA - 17

2.1K 412 26
                                    

SEJAUH yang pernah Arzan pikirkan selama bertahun-tahun hidup, ia tak pernah berpikir akan mengikuti jejak Alvin. Maksudnya dalam hal mengambil tas dikelas pada jam sekolah, memanjat dinding dan benar-benar keluar dari area sekolah lewat jalan belakang. Pemuda tersebut meringis pelan menatap bangunan sekolahnya. Tak menyangka ia membolos akhirnya, ini perdana, lho, bagi Arzan. Mana pernah cowok itu melanggar peraturan.

Apalagi jabatannya di sekolah sebagai Ketua OSIS Bina Bangsa yang mana selama kampanye akan mengenyahkan berbagai macam bentuk pelanggaran oleh para murid. Namun sekarang ia sendiri tengah melanggar dan Arzan rasanya sudah jatuh ke dasar kubangan dosa.

Di sisi lain, melihat bagaimana tampang Arzan sekarang, bak anak anjing yang diusir sang pemilik, Alvin jengah sendiri. Arzan tidak salah. Alvin yang salah. Harusnya tidak membawa Arzan yang jelas suci begitu untuk berbuat dosa. Pemuda kelinci tersebut menatap Arzan jengah luar biasa.

“Satu menit lagi lo ngegalau di sana, gue tinggal,” ketus Alvin yang kemudian mendapat perhatian sepupunya tersebut.

Arzan mendengus. Menatap nanar sekali lagi ke bangunan di depan sebelum cowok itu melompat menaiki motor Alvin.

“Kalau orang liat gimana?” tanyanya saat Alvin menyalakan mesin.

Alvin berdecak sambil memegang kemudi. “Gue bantai entar, tenang aja.”

“Malah makin khawatir gue, setanㅡANJING! EH! ASTAGFIRULLAH! ALVIN NGEBUT AMAT, ANJIRR!”

Sekali lagi ditegaskan, Arzan tidak pernah melanggar peraturan, apalagi mengendarai motor dengan kecepatan seperti Alvin sekarang. Alvin seakan tengah mengajaknya mati bersama secara tersirat. Namun sepupunya tersebut mana peduli, malah semakin mempercepat laju motor ketika jalan di depan lengang. Sekarang pun Arzan tidak tahu akan di bawa ke mana oleh Alvin.

Ia hanya mengekori saja.

Semuanya untuk Rosa.

Ia perdana membolos saja demi Rosa.

Keberadaan gadis itu seolah lenyapㅡArzan mulai lebay, padahal belum 24 jam berpisah, kumat lagi jiwa bucinnya. Cowok itu sendiri juga ragu untuk mengirimi Rosa pesan. Takut membuat si gadis terganggu, terlebih lagi Rosa terakhir aktif pukul 9 malam.

Lima menit kemudian mereka tiba di SMA Jaya Gemilang berkar kemampuan Alvin mengendari motor yang sudah seperti pembalap saja. Arzan menatap gedung tinggi di depan lalu beralih ke arah Alvin. Cowok kelinci itu mengantongi kunci motor dan mendekati Arzan.

“Kita masuk sekarang,” ucap Alvin kelewat serius.

Arzan membulatkan matanya dan menarik tangan Alvin yang berjalan percaya diri untuk masuk. “Woi! Ini sekolah orang, Alvin. Nggak usah cari gara-gara.”

“Ck! Cemen lo! Mau ketemu Rosa apa kagak?”

Arzan mengangguk.

“Kalau gitu nggak usah banyak bacot dan kita masuk,” sambung Alvin.

Jadilah keduanya memasuki sekolah tersebut yang ternyata Alvin tidak perlu susah-susah memikirkan alibi untuj masuk, sebab satpam penjaga tidak berada di tempat sekarang. Gerbangnya saja tidak dikunci, makin lancar jaya sudah mereka masuk. Ketika Alvin tengah bertukar pesan di ponselnya, Arzan meringis sendiri menatap sekitar.

Bagaimana tidak, kalau tatapan dari murid-murid sekolah tersebut sudah menyorot aneh dan bingung ke arah mereka. Tetapi hanya Arzan saja yang rasanya canggung sendiri sampai-sampai mengusap tengkuknya, sedangkan Alvin biasa saja. Mereka berdua hanya tidak tahu bahwa murid-murid SMA Jaya Gemilang terpukau oleh wajah kedua cowok itu yang tampannya tidak main-main.

How Bad Do You Want Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang