ARSA - 66

1.7K 296 22
                                    

🥀H A P P Y    R E A D I N G🥀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🥀H A P P Y R E A D I N G🥀

MUNGKIN mempertahankan kewarasan bagi seseorang seperti mempertahankan dirimu di medan perang. Sulit, mematikan, menyakitkan namun fisik dan mental dipaksa untuk terus bekerja secara spontan. Satu saja salah langkah, kamu bisa saja jatuh pada kubangan menyakitkan bernama depresiㅡgangguan mental lainnya atau bisa jadi lenyap dari muka bumiㅡmati. Barangkali opsi terakhir sering dipakai karena kebanyakan dari mereka memilih untuk tidak bertahan.

Apa Rosa akan begitu?

Arzan tidak tahu dan tidak ingin menebak-nebak juga. Ia tidak ingin mendapatkan jawaban yang diluar dugaan nantinyaㅡnanti yang entah kapan. Tepat pukul sepuluh malam saat Krystal sudah terlelap di ranjang tambahan bersama laptop yang menyala. Alvin pun sudah pulang bersama Jessicaㅡkatanya. Arzan meloncat turun pelan-pelan dari ranjangnya. Meski dihantam pening, si pemuda tak goyah.

Menarik tiang infus dengan gerakan sepelan mungkin agar tidak membangunkan Krystal, begitu pula saat membuka pintu. Lorong rumah sakit sudah agak lengang, hanya diisi para suster yang berjalan kesana-kemari. Arzan memacu langkah menuju sebuah kamar, ia memandang lewat kaca pintu. Di sana Julian tertidur dengan bantuan selang pernapasan dan alat penyangga leher. Jessica pasti mengamuk besar. Dari tubuh Julian yang babak belur saja sudah jelas sekali Jessica tidak memberikan celah sedikitpun.

Arzan kembali menarik tiang infusnya, berbelok ke lorong berikutnya. Berkat Jessica, Arzan mendapat kamar di lantai teratasㅡVVIP. Padahal tidak sakit parah seperti Rosa. Namun ia bersyukur, setidaknya tidak perlu berjalan jaun dari kamarnya menuju kamar Rosa. Saat Arzan membuka pintu kamar inap tersebut, ia langsung bersitatap dengan Lion. Adik Rosa tersebut terkejut dan gelagapan melihatnya.

"Bang Arzan udah siuman, ya?" tanyanya kikuk.

Arzan mengangguk, "Kabar lo gimana, Yon?"

"Kak Audy masihㅡeh? Gue, Bang?" Lion menunjuk dirinya sendiri.

Arzan mengangguk, "Iya, elo. Siapa lagi, kalau Rosa jelas masih anteng di kasurnya."

Lion tersenyum kaku, ia mengelus tengkuknya dan menunduk kecil menatap sang kakak. "Gue ... gue juga nggak tau keadaan gue gimana, Bang," ucapnya berat.

"Seenggaknya fisik lo baik-baik aja, itu udah cukup buat nolong Kakak lo." Arzan mendekat ke sisi kanan ranjang, menatap lekat-lekat wajah pucat Rosa yang mulai menirus. "Jangan salahin diri lo sendiri, Yon. Rosa selalu bilang dia sayang lo karena lo adek satu-satunya. Dia selalu bilang, 'kalau gue nggak bisa jadi anak kebanggaan bokap, gue masih bisa jadi kakak kebanggan Lion'. Rosa selalu bilang itu. Jangan down. Lo masih punya gue, gue Abang lo juga, Yon."

How Bad Do You Want Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang