ARSA - 15

2.3K 423 41
                                    

SIULAN senang lolos dari kedua belah bibir Arzan. Wajahnya cerah sekali hingga titik cacat di pipinya terlihat menawan kala tersenyum. Sebelum berangkat sekolah, saking tidak fokusnya, Arzan sampai-sampai terjatuh di tangga, lagi. Alasannya masih sama, tak sabar berjumpa dengan Rosa di pagi yang cerah ini. Ah! Gadis itu tidur dengan nyenyak tidak ya? Apa hari ini akan telat lagi?

Entahlah. Arzan hanya berharap cepat-cepat bertemu dengan Rosa. Mungkin kalau kata orang, Arzan tengah merindu. Senyum malu-malu tiba-tiba naik ke permukaan dan Arzan menunduk kecil, punggung tangannya menempel pada bibir. Segan sekaligus tidak mau di katai gila kalau ketahuan tengah malu-malu kucing begini.

Perasaan euforia bekas sehari kemarin masih melekat hingga kini. Jantungnya masih berdentum kuat di dalam kala mengingat wajah manis Rosa, senyum gadis itu, sikap lucu gadis itu. Semuanya. Hal-hal yang baru kali pertama ia lihat. Semalam Arzan sulit tidur sebab gemas sendiri, dirinya mengulang melihat snapgram dan postingan sampai akhirnya ketiduran.

Arzan berkelok dan terkejut menemukan Dhani bersandar pada dinding sambil membaca buku.

“Cerah muka lo ya,” komentarnya mengalihkan tatapan dari buku pada Arzan.

Pemuda tersebut kontan tersenyum cerah tatkala mendengarnya. “Keliatan banget ya?”

Dhani mengangguk.

Arzan menggaruk tengkuknya padahal tak gatal sama sekali. Hanya saja mendadak gugup sendiri.

“Ada peristiwa apaan sampe Rosa mau dibawa pergi sama lo?” tanya Dhani seraya menutup buku.

“Gue juga nggak tau.” Arzan menjawab agak pelan. “Gue cuma nawarin pulang bareng sama makan malam sekalian, itupun disuruh Joan. Tapi ajaibnya diterima,” lanjutnya senang. “Gue nggak maksa, lho, ya.”

“Yailah, kalau lo paksa pun Rosa nggak bakalan mau,” ujar Dhani yang mendapat anggukan oleh Arzan.

Dhani menghela napas pendek. Ia turut senang atas kebahagiaan Arzan sekarang, akhirnya Arzan bisa merasakan kasmaran yang normal pada umumnya. Dhani juga ikut lega, akhirnya perjuangan Arzan selama ini berbalas meski masih dalam tahap benar-benar baru walaupun temannya itu sudah memulai dari lama. Wajah Arzan benar-benar di selimuti cahaya terang, Dhanu mendadak silau.

“Tapi kayaknya sekolah heboh ya?” ujar Dhani dan langsung membuat Arzan menatapnya.

“Maksudnyaㅡah! Iya, instagram gue rame banget kemaren. Banyak di tag akun yang nggak gue kenal sama sekali,” tutur Arzan dan mendesah pelan.

Kemarin malam saat ia mengecek komentar di postingan instagram. Wah-wah! Ribuan komentar terpampang nyata di sana sampai Arzan bingung sendiri mau membalas dari mana atau yang mana. Jadilah hanya ia baca-baca saja, kalau di balas malah takutnya nanti makin pecah suasana. Ayolah! Arzan tidak ingin makin disudutkan oleh banyak pertanyaan, apalagi dari orang-orang di balin akun-akun tak jelas yang menamai diri mereka : lambe-lambe, apalah itu. Sementara itu direct message miliknya saja sudah penuh oleh orang-orang yang me-reply sg-nya.

Intinya. Semalaman ponsel Arzan tidak berhenti berdenting.

“Gimana mereka nggak heboh, Zan,” celetuk Dhani. “Ketos tercinta mereka akhirnya di balas Dewi Vokal yang gemar banget nolak dulu,” sambungnya.

Dahi Arzan berkerut dan berkedip menatap temannya itu. “Dewi apa?”

“Dewi Vokal,” ulang Dhani. “Rosa 'kan ketua padus, Arzan.”

“Ah!” Arzan menepuk jidatnya pelan. “Bener. Gue baru ngeh, anjay.”

Dhani tergelak dan menepuk-nepuk bahu Arzan. Entah mengapa, temannya tersebut seperti orang linglung, atau menjurus seperti anak TK yang bertanya alasan di balik di percepatnya pulang mereka.

How Bad Do You Want Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang