ARSA - 18

2K 416 21
                                    

AROMA obat-obatan perlahan-lahan menyeruak masuk ke dalam indera penciuman. Menyentak kecil masuk hingga Arzan pening sendiri karena aromanya makin kuat tatkala mereka semakin masuk. Tadi saat ketiga memutuskan untuk masuk kemudian bertanya kepada resepsionis. Sang resepsionis menolak memberitahu awalnya. Sebab keamanan data pasien dijaga ketat karena beberapa hal.

Tetapi pada dasarnya si resepsionis perempuan dan ternyata mudah ambyar. Setelah Alvin melancarkan serangan demi serangan mematikan ala-ala gombalan di film. Sang resepsionis mau memberikan nomor kamarnya dengan iming-iming nomor ponsel.

Mereka pun di arahkan ke lantai paling atas, tempat para pasien VVIP dirawat.

Pemuda tersebut yakin betul bahwa Jessica mengamankan Rosa dengan baik. Pun hal tersebut semakin membuat Arzan makin cemas dan tak berhenti-hentinya untuk menghirup-hembus-hirup-hembuskan oksigen dengan cepat.

Apa yang terjadi sehingga Rosa bisa masuk rumah sakit? Arzan yakin betul bahwa ia mengantarkan gadis itu hingga masuk ke dalam komplek perumahannya. Mustahil kalau jatuh terserempet kendaraan. Atau jangan-jangan Rosa mampir ke supermarket dulu? Arzan melihat ada supermarket di dekat kompek perumahan si gadis.

“Lo mau ketemu doi Arzan tapi muka lo udah kayak orang kebelet kencing tau nggak?” Arzan nyeleneh.

“Bodo amat, Vin. Asli. Hidup lo asli nggak guna.” Arzan membalas keki.

“Mending urus mbak-mbak resepsionis lo tuh,” celetuk Revin terkekeh geli.

Alvin balas terkekeh, “Gue nggak ngasih nomor gue, tuh,” ujarnya ringan.

Keduanya sontak berhenti berjalan. Wajah Revin yang paling cengo. “Maksud lo? Lo ngasih nomor acak gitu?”

Cowok kelinci itu menggeleng sebanyak dua kali, baru menjawab. “Nomor Pak Dandi,” katanya sambil nyengir.

Arzan terperangah dengan mata membulat serta mulut terbuka. Sepupunya ini benar-benar, luar biasa sekali, sintingnya. “Nggak ada akhlak lo asli, Vin. Yakin gue Tante Susan mungut lo dulu,” balasnya tak habis pikir.

Sementara itu Revin tak mengerti. Kening cowok itu berkerut samar dengan manik menyorot penasaran. “Pak Dandi siapa?”

“Guru terkiller di BB asal lo tau,” jawab Arzan dan disusul helaan napas.

Mata Revin membulat. Yakin dengan segenap jiwa raga bahwa Alvin memang tak waras.

“Jessica pernah bikin Pak Dandi lari-lari keliling sekolah juga, lho,” beritahu Alvin sumringah. Seakan-akan hal tersebut sebuah pencapaian terbaik bagi atlet nasional negara.

Arzan dan Revin menatap Alvin datar kemudian saling tatap sebelum serempak berucap. “Sinting!”

Cowok itu ngakak.

Arzan buru-buru melangkah ketika melihat meja resepsionis lagi seperti yang dikatakan korban gombalan Alvin di lantai satu. Ketika sudah sampai di sana Arzan mengetuk meja pelan untuk menarik atensi.

“Iya, ada yang bisa saya bantu?” jawab salah satu penjaga perempuan di sana ramah.

“Hm, pasien bernama Rosaline di rawat di kamar yang mana ya, Kak?” tanyanya dengan seulas senyum tipis.

Si resepsionis yang diketahui dari name tag bernama Nina menatap teman di sebelahnya. Keduanya berbincang cukup lama sebelum Nina menegapkan tubuh sembari menatap penuh tanda tanya.

“Anda ada hubungan apa dengan pasien?”

Cowok berlesung pipit tersebut kontan menatap teman-temannya, jelas meminta bantuan atas pertanyaan sang resepsionis. Sadar akan situasi Alvin kembali maju ke garda terdepan. Menampilkan senyum cerah versinya sampai-sampai Arzan dapat dengan jelas menangkap senyum malu-malu Nina.

How Bad Do You Want Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang