ARSA - 12

2.3K 475 60
                                    

TERIMA KASIH, silahkan berkunjung lagi nanti, Kak,” ujar sang kasir berhijab putih disertai senyuman ramah.

Rosa balas tersenyum seraya mengambil kantong belanjaannya. “Sama-sama, Kak.”

Kakinya pun melangkah keluar dari supermarket di dekat komplek perumahan tersebut. Kepalanya menengadah memandangi langit malam. Rosa sering reflek melakukan hal ini karena Jessica. Sahabatnya itu sangat suka memandangi langit malam, katanya, sih, indah. Rosa membenarkan sekali malam ini, khusus malam ini saja sepertinya.

Setalah Arzan menurunkannya di depan rumah setengah jam yang lalu dan cowok tersebut sudah mengecil seiring jarak yang mulai membentang antara mereka. Rosa terkejut mendapati mobil Julian berada di pekarangan rumah. Maka dari itu ia berbalik dan menuju supermarket. Rosa belajar dari pengalaman yang kemarin-kemarin, apalagi sejak insiden ia kabur begitu saja seusai pertengkaran dan kelaparan di jalanan. Oleh sebab itu sekarang Rosa sudah mewanti-wanti dengan membeli makanan ringan di supermarket. Kalau ia bertengkar lagi dengan Julian, setidaknya sudah punya cadangan makanan.

Pasti nanti malas untuk keluar dari kamar hanya untuk makan, itupun kalau ia tak kabur seperti kemarin.

Rosa berhenti melangkah ketika sudah sampai di depan rumah. Ditatapnya lekat-lekat bangunan di depan mata. Tiba-tiba ia berat hati untuk masuk ke rumahnya sendiri. Si gadis memasukkan kantung plastik ke dalam tas lalu ditatapnya lagi rumah itu. Menghembuskan napas perlahan Rosa pun memantapkan hati berjalan dan masuk ke dalam rumah mewah tersebut. Dalam hati mencibir, percuma mewah, tidak ada guna baginya kalau dingin.

“Darimana kamu semalam ini baru pulang?”

Sebuah suara dingin serta ketus menyapa gendang telinganya. Kepalanya tertoleh menatap Julian yang sibuk menatap layar tablet di tangan. Perasaannya mulai tidak tenang tatkala mata setajam elang itu menatapnya sekali toleh.

“Bisu kamu, Rosaline?”

Rosa menunduk kecil lalu menyahut. “Ada urusan bareng temen, Pa.”

Julian melemparkan tatapan menyelidik. “Sampai semalam ini?” Julian meletakkan tabletnya di atas meja dan menyilangkan kaki. “Kamu lupa peraturan rumah Rosaline?” sambungnya menusuk.

Ah! Rosa melupakan satu hal itu.

Sejak dulu Julian menerapkan peraturan di rumah. Ah! Maksudnya peraturan untuk dirinya saja. Berlaku pada dirinya tapi tidak pada Lion. Bahwa tidak boleh pulang terlambat barang sedetik pun dan sudah harus sampai rumah pukul lima sore. Tidak ada batas tenggang waktu.

“Aku ada urusan penting, Pa. Bukan kelayapan sembarangan.”

Anggap saja selama ia pergi dengan Arzan adalah sebuah urusan penting. Hm, anggap saja begitu.

“Peraturan tetap peraturan Rosaline. Kamu tau 'kan konsekuensinya?”

Tenggorokan Rosa tercekat dan reflek menahan napas. Tubuhnya bergetar kecil dan mundur selangkah saat Julian berdiri dengan sebuah rotan panjang di tangan. Memori usang masuk dalam sekali sentakan ke dalam kepala. Rosa meremat ujung roknya kuat-kuat. Perasaan takut mulai merambat ke setiap jengkal kulitnya.

Rosa tersentak kecil dan menatap ke arah Julian saat lelaki itu membuka mulut. “Berdiri di sini Rosaline,” perintahnya dengan nada dingin.

Gadis tersebut menatap ke tempat yang ditunjuk Julian tadi. Tak jauh dari meja ruang tamu berada. Pupilnya bergetar di dalam rongga, seolah siap untuk berperang dengan rasa sakit yang sebentar lagi menyerang. Cengkeramannya semakin kuat pada ujung rok.

“Rosaline, jangan sampai saya sendiri yang nyeret kamu ke sini.”

Dengan langkah berat Rosa berjalan mendekat ke arah Julian. Napasnya mulai tak beraturan tapi sebisa mungkin Rosa tidak memperlihatkan ketakutakannya. Ia tak ingin di cap lemah untuk kesekian kalinya. Apalagi hanya karena ia perempuan.

How Bad Do You Want Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang