JOANUARY - #1

473 63 23
                                    

Hai guys! Terima Kasih sudah membaca cerita ini. Udah siap ketemu sama Nana dan Greg?

Selamat membaca! :)

***

Bagaimana perasaan kalian ketika menjadi orang yang pertama kali datang ke kelas? Bangga? Menyesal? Takut? Bagi Nana, itu adalah hal yang biasa. Mau setelat apapun dia berangkat ke sekolah, dialah orang pertama yang menyalakan lampu kelas. Seperti saat ini.

Dia adalah Joana Isabelle, panggilan singkatnya Nana. Si gadis biasa dari kelas XI-IPS 4 yang dijuluki ketua Culun. Iya, Ketua! Nana adalah ketua klub Fotografi. Meskipun Nana adalah ketua, ia berbeda dengan ketua klub lainnya. Tidak pernah merasakan rapat bersama, tidak pernah mengadakan acara besar, bahkan rasanya klub Fotografi rasanya dianggap tidak ada.

Nana hanya bisa menghela nafas. Sekolah lagi, sekolah lagi! Ia segera mengambil duduk di tempatnya, di barisan pojok dekat jendela barisan tengah. Ia bukan anak populer atau gerumbulan anak genk yang merumpi di belakang, ia juga bukan anak jenius atau anak berprestasi yang duduk di barisan depan. Nana hanya anak 'biasa', yang keberadaannya dilupakan oleh sekitarnya.

Jam menunjukkan pukul tujuh, kelas baru mulai ramai oleh murid yang berdatangan. Suara hentakan sepatu hak tinggi terdengar, semua murid buru-buru berlarian ke bangku masing-masing. Bayangan amukan Bu Indah, terpatri jelas di otak mereka.

Hari ini, Bu Indah memakai rok span berwarna hitam selutut, dipadu kemeja batik khas guru SMA Nugraha Groups. Tangan kirinya menenteng tas kecil menyerupai kotak pensil, sementara tangan kanannya membawa map. Ia masuk ke dalam kelas tanpa senyuman, berdiri tepat membelakangi papan putih.

"Saya absen dulu semuanya, setelah itu Ibu lanjut membagi hasil ulangan kalian minggu lalu," kata Bu Indah yang membuat seisi kelas langsung heboh dan panik. Sudah tertebak, jika remidi di pelajaran Bahasa Inggris, remidialnya benar-benar mengerikan!

Nana menghela nafas kecil. Ia hanya berharap mendapat nilai 75, tidak kurang. Ia malas sekali jika harus mengikuti remidial. Belum lagi masalah klub Fotografi yang diambang kehancuran dan tidak ada kepastian. Nana berdecak kesal untuk kesekian kali. Kenapa hal satu-satunya yang membuat Nana nyaman di sekolah malah harus direnggut? Bagaimana cara mencari 20 anggota dalam seminggu?

"Angela, ayo maju! Bella, Chandra? Sudah remidi, ribut terus!" Bu Indah terus memanggil tiap siswa untuk maju. Nana memilin jemarinya, ia berharap segera dipanggil dan melihat hasil ulangannya.

"Michelle, Michael... Joana!" Setelah dipanggil, Nana buru-buru berdiri dan berjalan ke depan. Jantungnya berdebar-debar. Ia menarik lembaran itu dan menghela nafas lega. Huft! Untung saja!

Nana tersenyum kecil melihat angka 76. Oke! Masalah ulangan beres. Sekarang, apakah Nana harus mulai memikirkan nasib klub-nya?

***

Kantin SMA Nugraha tidak pernah sepi. Semua meja dan bangku terisi penuh. Beberapa murid ada yang makan dan bercengkrama di meja, setengahnya lagi harus mengalah dan menyantap makanannya sembari berdiri atau berjalan. Maka dari itu, Nana menjadikan kantin sebagai pilihan terakhirnya untuk dijumpai di sekolah.

Tidak punya teman, dan menyendiri di ruangan klub Fotografi saat istirahat adalah kebiasaan bagi Nana. Sering juga, Nana menyantap bekalnya yang ia buat terburu-buru tadi pagi.

Nana menyusuri lorong sekolah, ingin rasanya cepat sampai di ruangannya dan memikirkan bagaimana mendapatkan cara mempertahankan klub-nya dalam seminggu. Menyebarkan formulir pendaftaran? Nana yakin kertas itu berakhir di tong sampah. Menaruh informasi di papan mading? Lupakan! Apa Nana harus mengikhlaskan klub-nya? Apakah membubarkan adalah satu-satunya cara?

Nana berhenti ketika ia memandang lapangan yang begitu riuh dan ramai. Nana sedikit ingin tahu apa yang terjadi. Meskipun Nana hanya gadis biasa ia tahu siapa anak terkenal, anak nakal, atau siapa primadona di sekolahnya. Ada apa, ya? Batinnya kecil. Nana menoleh kanan-kiri dan mengeluarkan kamera untuk mempotret keadaan sekitarnya. Hal yang biasa Nana lakukan, mengabadikan segala hal yang dilihatnya.

Tak terasa sudah banyak foto yang diambilnya. Nana berjinjit dan terus maju ke pinggir lapangan. Ia mengotak-atik exposure dan lightning di kameranya. Ia terus mendekat ke arah ring, dan ketika ada seorang lelaki yang hendak mencetak bola ke ring, Nana langsung sigap memotret foto lelaki tersebut.

Cekrek!

Bibir Nana terbungkam. Lelaki tersebut langsung berjengit ketika ada flash yang menyala di hadapannya. Bola yang seharusnya mencetak gol itu meleset. Nana melongo dengan wajah bodoh ketika tiba-tiba keadaan menjadi sepi dan semua orang memusatkan pandangannya pada Nana.

Ya Tuhan! Ya Tuhan ..! Apa yang ia lakukan? Demi Poseidon yang sedang menyelam ke Lautan, kenapa Nana sangat bodoh dan bisa lupa mematikan flash-nya! Batinnya menjerit-jerit minta tolong.

"E-eh... Maaf, ya." Tanpa mendengar jawaban dari lelaki tersebut, Nana langsung berlari ke belakang, meninggalkan semua orang dan ia hanya berharap mempunyai kekuatan menghilang dalam sekejap. Ingin Nana menenggelamkan diri, tapi ia hanya bisa berjalan cepat dan tidak memperdulikan sahutan dari belakang.

Bego! Bego! Aargg, Nana mau gila rasanya! 

TO BE CONTINUED. 

Gimana nih chapter 1 nya? 

Suka nggak? Kalau suka jangan lupa untuk vote, komen dan masukin ke library kalian ya :) 

Jadwal Update : Hari Selasa, Kamis dan Sabtu. 

Sampai ketemu di Chapter selanjutnya!

Best Regards,

Hyemi Park.

JOANUARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang