•MARMUT 12: BUKAN UNTUKNYA

606 98 40
                                    

Koala 12: Salah berlabuh
•••

Jihan melepaskan liontin yang terikat di lehernya itu, lalu mengembalikannya pada Adam.

Sedikit kecewa sih, karena liontin itu bukan ditujukan untuknya. Tapi tidak apa-apa, bisa jalan berdua dengan Adam pun, dia sudah sangat senang.

Adam dan Jihan pun bergegas pulang. Sedari tadi, Adam terus memaksa gadis itu untuk makan dulu di tepi jalan besar itu, karena ia merasa bersalah telah mengajak anak orang pergi selama itu, pasti dia lapar.

Tetapi, Jihan terus menolaknya, karena ia harus segera pulang ke rumahnya. Alhasil, Adam pun hanya membelikan martabak telur dua kotak, yang ia berikan kepada Jihan sebagai ucapan terimakasihnya.

Mereka pun sampai di rumah Jihan. Rumahnya begitu mewah, dengan taman yang lumayan besar.

"Maaf ya han, jadi pulang malam gini," kata Adam. Jihan menggeleng pelan.

Jihan bernafas lega saat menyadari bahwa mobil milik ayahnya belum terparkir di garasi rumahnya, yang berarti pria paruh baya itu belum pulang kesana. "Gak apa-apa kok dam."

Namun, rasa lega Jihan itu hanya sesaat, tatkala sebuah mobil tesla hitam itu masuk ke pekarangan rumah Jihan, itu adalah milik ayahnya, yang kini membuka kaca mobil dan menatap tajam ke arah mereka.

"Om," kata Adam ramah, dan pria dalam mobil itu hanya mengangguk singkat sebagai balasannya.

"Duh gue jadi gak enak. Apa gue temuin dulu ya." Adam berniat turun dari motornya, dengan niat hati bertemu dan meminta maaf pada ayah Jihan, karena telah membawa gadis itu hingga larut malam.

"Gak usah dam, serius. Aku baik kok, biar aku yang urus." Jihan tersenyum, lalu mempersilahkan Adam untuk segera pulang saja.

"Tapi nanti jadinya gak sopan, Jihan."

"Kalau gue bilang gak usah ya gak usah, Adam. Gue gapapa kok, serius."

"Okelah kalau mau lo gitu. Makasih ya han, gue pamit." Adam melesat pergi menjauh, sementara Jihan mulai berjalan masuk ke dalam sana dengan pelannya.

Ia masuk ke dalam rumah besar itu, dengan kepala menunduk, menatap sepatu putih yang menyelimuti bagian kaki bawahnya.

"Darimana kamu?" suara bariton itu menghentikan langkah Jihan. Sesuai dugaan, pasti pria itu akan kembali mengocehi dirinya.

"Darimana aja, kan udah gede, gak perlu diatur-atur lagi," jawab Jihan. Pria yang tengah bersandar di sofa dengan tangan memijit pelipisnya itu menatapnya dengan begitu tajam.

"Yang tadi, pacar kamu hah?" tanya Juanito dengan nada agak tinggi. Jihan diam, ia tidak berani menjawab.

"Udah berapa kali papa bilang untuk jangan pacaran, Jihan! lebih baik kamu fokuskan diri kamu untuk belajar, masuk perguruan tinggi itu!" kata Juanito tampak marah.

Jihan masih terdiam. Ia meremas rok abu-abunya kuat, ia takut dengan pria itu. "Kamu juga semenjak main sama temen-temen kamu itu, jadi jarang belajar, nilai kamu turun, memang temen-temen kamu itu cuma membawa kesan buruk sama kamu!"

"Kenapa sih papa selalu nyalahin mereka terus?!" Jihan memberanikan diri untuk membalas balik perkataan pria itu.

"Justru papa yang buat aku gak betah tinggal disini, makanya aku sering menginap di rumah mereka. Aku iri, kenapa ayah mereka bisa sesayang itu dengan anak-anaknya, gak kayak papa yang bisanya mengekang aku untuk terus jadi sempurna!"

NUCA VS KOALA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang