24. PERGI MENINGGALKAN REYHAN SENDIRI

904 70 2
                                    

Sinar matahari menelusup masuk melalui fentilasi kamar Riana. Waktu sudah menunjukan pukul 7 Pagi, dan gadis itu sama sekali belum berniat membuka mata. Maklum, sekarang adalah hari Minggu. Waktunya bersantai santai manja, pikirnya.

Suara alarm yg memekik telinga belum juga membuat Riana terbangun. Sampai akhirnya Riyan turun tangan dan langsung masuk kedalam kamar adik perempuanya. Plis deh, ngga tau orang lagi masak apa dah, bisa banget suara alarm segede toa ngga merasa terganggu banget Riana.

Riyan membuka tirai jendela kamar Riana, sinar matahari yg begitu menyilaukan mata langsung memenuhi sebagian kamar. Cowok itu melirik jam dinding kemudian menghampiri Riana. "Bangun we, dah pagi!" Ujar Riyan sambil mematikan alarm, dan Riana masih tak bereaksi.

"Riana, bangun." Riyan menyibak selimut gadis itu lalu menepuk pelan pipinya.

"Ni anak mati apa tidur sih?" Gumam Riyan. Cowok itu menghembuskan nafas kasar lalu duduk ditepi ranjang Riana.

Sebenernya Riyan males banget kalo disuruh bangunin Riana. Liat kan, orangnya susah banget dibangunin. Bahkan kalo ada gempa atau gunung meletus sekalipun, Riyan jamin adiknya ini bakal tetep tidur. Dulu aja, mereka pernah kena gempa dadakan. Dan Riana masih tetep santuy disaat semua orang berbondong-bondong keluar rumah.

Riyan tertawa kecil mengingat kejadian tersebut. Cowok itu ingat sekali setelah gempa, Riana keluar dari rumah dengan wajah dongo. Lalu bertanya ada apa kepada semua orang. Emang ya titisan kebo mah begini.

Riyan mengusap air liur yg mengalir dari mulut Riana menggunakan selimut. Cowok itu mendengus kesal. "Hih, bau jigong!"

Merasa usahanya belum membuahkan hasil, Riyan pun keluar dari kamar Riana setelah mendapatkan ide. Tak lama, cowok itu kembali sambil membawa panci dan sendok penggorengan. Senyum Riyan terbit, dan tanpa membuang waktu, dia memukul panci tersebut hingga menimbulkan suara yg sangat nyaring.

Benar dugaanya, Riana langsung bangun. Gadis itu melirik kakaknya yg masih sibuk memukul panci, Riana pun memposisikan tubuhnya untuk duduk. "Stop, Kak. Berisik." Ujarnya.

Riyan akhirnya berhenti, laki laki itu memukul pelan dahi Riana menggunakan sendok penggorengan. "Bangun juga ni anak, Kakak kira kamu mati tadi." Celetuk Riyan.

Riana bersedekap dada kemudian menguap. "Sekarang kan hari Minggu, ngapain bangunin aku pagi pagi?"

Riyan berkacak pinggang. "MINGGU ITU HARI LIBUR, NGGA ADA ISTILAHNYA MINGGU ITU HARI TIDUR SEPUASNYA!"

Riana menggeram kasar kemudian meminum segelas air yg terletak disamping ranjangnya. "Dah sana pergi, ngapain masih disini?"

Riyan melotot kaget ketika mendengar ucapan Riana. "HEH, NGOMONG APA TADI? COBA ULANG!"

Riana berdiri lalu menghembuskan nafas kasar. "Riana mau mandi, papai."

Riyan memandang adik perempuanya yg sedang berjalan memasuki kamar mandi, sebelum benar benar pergi, cowok itu sempat memukul pancinya kembali, keras sekali, sampai Riana terlonjak. "Untuk terakhir, hehe." Ujar Riyan lalu keluar dari kamar adiknya.

Riana hanya menggeleng pelan. Bangsat banget, punya kakak yg nyebelin tingkat negara. Kaya ngga ada cara lain aja buat ngebangun orang, andai saja Riana punya kekuatan seperti Boboiboy. Maka dia akan dengan mudah bisa melempar cowok itu pergi menggunakan kekuatan angin.

Tangisan Riyana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang