cold: Brahim Diaz

133 12 4
                                    

Dedicated to munchenxmadrid

~~~~

"So there's a girl, and i like her so much."

Toni mengangguk pelan, menyimak ceritaku sambil mengunyah sandwich yang ia bawa dari rumah. "jadi, apa masalahnya?"

"aku tidak tau cara deketin dia." aku mengacak rambutku frustasi.

Toni memegang bahu kananku. "hey, act cold."

aku bingung. "ha?"

"cobalah bertingkah sedikit dingin, jangan banyak bicara. Biasanya itu bisa membuat perempuan penasaran pada sifat aslimu. Otomatis kalian akan jadi dekat."

Aku berooh panjang. "apa dulu kamu deketin Jessica begitu juga?"

Toni menggeleng. "aku tidak begitu, aku malah petrus jakendor."

"hah?" aku kembali bingung.

"astaga Brahim." Toni menepuk jidatnya. "pepet terus jangan kasih kendor. Masa kamu gatau istilah itu?" aku menggeleng.

"au ah, serah."

"yaudah aku bakal coba ikutin tips darimu."

Toni membusungkan dadanya. "tips dari Toni Kroos pasti bakal manjur, trust me it works."

aku berpikir sejenak. Sepertinya aku pernah mendengar kalimat itu di suatu iklan.

Keesokan harinya di sekolah.

ah itu dia Alvine, perempuan yang aku sukai. Tengah duduk di kursi nya sambil asyik berbincang dengan seorang temannya.

Aku menarik napas dalam-dalam, memasang wajah cuek lalu berjalan menuju kursiku.

"oh hai Brahim." Sapa Alvine.

"hai." jawabku singkat tanpa melihat padanya.

Lima menit kemudian datanglah teman sebangku aku. "hey bro!"

"eyyy datang juga." lalu kami berdua bertos.

"catetan sejarahmu udah lengkap? Aku mau pinjam dong." pintanya. Aku mengangguk pelan lalu mulai mengeluarkan buku catetan

Tiba-tiba Alvine menghampiri mejaku. "Brahim, aku boleh pinjam buku catatan sejarahmu tidak?"

"catatanku tidak lengkap." aku kembali menjawab dengan sedikit ketus.

"oh.. Begitu ya, yasudah terima kasih ya Brahim." kulihat Alvine sekilas, wajahnya terlihat sedikit kebingungan.

"bro, katamu catatanmu lengkap?" teman sebangku ku berceletuk.

"diamlah! Aku sedang act cold pada Alvine."

Ia menaikkan alisnya. "dalam rangka apa? Bukannya kau suka pada Alvine? Biasanya dirimu bakal senyum senyum kayak orang gila kalau diajak ngobrol sama dia."

Aku memberikan buku catatanku. ".....itu saran dari teman setim ku."

"umm, tapi menurutku itu sedikit kasar" ia menerimanya dan langsung melengkapi catatannya.

aku menggigit bibirku. Dia ada benarnya juga sih.

Sepanjang hari, aku benar-benar bertingkah dingin pada Alvine. Menolak ajakan Alvine makan bersama, tidak mengajaknya bicara kecuali jika Alvine yang memulai duluan.

itupun ku jawab sesingkat mungkin.

Dan benar saja kata Toni, Alvine terlihat kebingungan dan penasaran.

Saat pulang sekolah, hari ini waktunya aku piket bersama 4 teman lainnya, termasuk Alvine.

Namun 3 orang yang tidak punya akhlak itu malah bolos piket. Sehingga hanya ada aku dan Alvine.

"aku sudah selesai menyapu." Alvine melapor padaku.

"hmm, pulanglah." aku fokus menata kursi dan meja yang berantakan.

"tunggu, ada yang ingin aku tanyakan padamu."

Akhirnya aku menoleh. "apa itu?"

"Brahim marah padaku ya?" tanya nya.

Aku menggeleng. "kenapa?"

"seharian ini kamu sangat dingin padaku, aku kira kamu kesal padaku karena suatu hal."

"aku terus berpikir "apa aku punya salah pada Brahim ya?" dari awal sekolah sampai bel pulang tadi." matanya mulai berkaca-kaca.

"kalau aku punya salah, aku minta maaf ya." ia malah menangis.

Seketika aku mulai panik. Kukeluarkan selembar tisu dari tasku dan ku usap air mata Alvine yang terus mengalir. "aku yang salah, maafkan aku karena bertingkah terlalu dingin padamu."

Dan hal yang terduga pun terjadi.

Alvine memelukku dengan erat, tapi tangisan nya tidak berhenti. "aku tidak mau kehilangan orang yang aku suka."

Aku hanya bisa membalas pelukan nya sambil berpikir.

Apakah aku harus berterima kasih pada Toni karena aku jadi tahu bahwa ia juga menyukaiku.

Atau harus menimpuknya dengan balok kayu karena telah membuat anak orang menangis.

Football Imagines Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang