Bab 27

143 13 1
                                    

Mingyu dan Lee Chan baru saja tiba saat jam dinding di Seoul Internasional Airport menunjukkan pukul 20.00 KST.
"Sajangnim apakah Anda akan langsung pulang ke rumah ?"
"Aniya, aku akan pergi ke suatu tempat dulu, kau bisa pergi."
"Baiklah kalau begitu saya permisi."
"Oh."
Minggyu segera bergegas sepeninggal Lee Chan. Benar, tempat yang akan dituju Mingyu tidak lain adalah apartemen Tzuyu, orang yang sejak kemarin ia rindukan. Mingyu begitu tidak sabar untuk bertemu dengan Tzuyu setelah mendengar cerita dari Chan. Namun keinginan Mingyu sepertinya harus tertunda sejenak. Suara telepon yang berasal dari sakunya berhasil menghentikan langkah Mingyu.

"Eomma, Ada apa ?"

"Ku dengar kau sudah sampai ?"

"Oh."

"Apakah kau langsung pulang ?"

"Waeyo ? Tidak biasanya Eomma bertanya tentang itu."

"Aniya, tapi Eomma rasa sepertinya kau akan pergi ke suatu tempat lebih dulu."

"Eodieyo ?"

"Tentu saja kau akan pergi menemui Tzuyu. Bukankah kalian tidak bertemu sejak kemarin ? Pasti kau sangat merindukannya ? Aniya ?"

"Keumanhaeyo Eomma. Ireojimayo !"

"Kau tidak perlu malu . Aku sangat mengenal putraku. Ah, untuk malam ini kau juga tidak perlu pulang buru-buru, kau bisa menikmati waktumu bersama Tzuyu 😁."

"Ah araseo, na kkeunheo !"

"Kenapa Eomma selalu seperti ini jika berhubungan dengan Chou Tzuyu. Lagipula bagaimana bisa Eomma tahu aku akan pergi menemui Chou Biseo ? Apakah sikap yang aku tunjukkan terlalu jelas sampai Eomma bisa merasakannya ? Lalu bagaimana dengan Chou Biseo, apakah dia juga sadar dengan apa yang kurasakan 🤔 ? Ah.. molla.. 🙄 sebaiknya aku segera pergi sebelum terlalu larut dan mengganggu istirahatnya. Kaja Mingyu-ah 😊." Mingyu hanya meracau pada dirinya sendiri.
Mingyu segera menancapkan gas setelah siap di balik kemudinya.
•••

Beberapa saat kemudian, Mingyu telah sampai di sebuah bagunan. Tak di sangka orang yang sangat ingin ia temui kini ada di depan mata. Bukannya segera mematikan mesin, saat ini yang Mingyu inginkan hanyalah memandang wanita itu.
Walaupun hanya punggungnya yang terlihat namun Mingyu dapat merasakan bahwa sebuah beban telah hilang dipundaknya.
Tak lama kemudian wanita itu berbalik dan membuat Mingyu sedikit terkejut. Tapi Mingyu senang akhirnya ia bisa kembali melihat wajah itu. Sadar akan gangguan penglihatan yang dirasakan Tzuyu, Mingyu segera mematikan mobilnya. Lantas Mingyu keluar dan segera menghampiri wanita yang begitu ia rindukan ini.
"Bogo sipo, Chou Tzuyu."
Mingyu memeluk Tzuyu dengan begitu erat namun lembut, padahal hanya dua hari ia tak bertemu dengannya namun waktu terasa begitu lambat berlalu.
"Sajangnim !"
Suara Tzuyu akhirnya menyadarkan Mingyu. Tzuyu mendatangi Mingyu yang sedari tadi tak kunjung keluar dari mobilnya. Mingyu yang sadar akan situasi ini pun segera membuka pintu mobil.
"Ah Chou Biseo, Annyeong." Mingyu menjadi sedikit canggung.
"Ne, Annyeonghaseyo. Onje wayo ? Wae yeogiseoyo ? Hal mari isseosseoyo ?"
"Kau bisa bertanya satu-satu padaku, kenapa begitu terburu-buru ?"
"Mianhaeyo."
"Sekarang giliranku bertanya. Apakah kau marah padaku karna aku tak memberitahumu bahwa aku pergi ke Jepang ?"
"Animida."
"Benarkah ? Tapi sepertinya kau memang marah padaku. Buktinya kau bicara formal seperti itu lagi."
"Baiklah. Bukankah kau yang sedang marah padaku ?"
"Siapa bilang aku marah padamu ?"
"Tapi sikapmu terakhir kali ?"
"Apakah itu terlihat seperti marah untukmu ?"
"Tentu saja."
"Baiklah aku minta maaf. Mungkin hari itu aku sedang sedikit sensitif saja."
"Jadi kau benar-benar tidak marah padaku ?"
"Hm."
"😊, tapi kau belum menjawab pertanyaanku. Ada apa datang kesini ? Bukankah kau baru saja tiba ?"
"Oh, aku hanya ingin memberimu sesuatu. Jamkkanman."
Mingyu lalu mengambil sebuah paper bag yang ada di jok belakang.
"Untukmu (sambil menyerahkannya kepada Tzuyu."
"Kau bisa menyerahkannya padaku besok, kenapa harus repot-repot datang kesini ?"
"Sama sekali tidak repot. Selain itu aku datang kesini juga ingin meminta maaf padamu secara langsung."
"Waeyo ?"
"Maaf karna tak sempat menghubungi dan memberitahumu tentang keberangkatanku ke Jepang. Maaf juga telah membuatmu khawatir."
"Ah.. geugo. Kau tidak perlu minta maaf, aku tahu kau pasti sibuk."
"Gomawo, Tzuyu-ssi."
"Hm 😊." 
Tzuyu tak bisa menyampaikan kebenaran isi hatinya pada Mingyu. Bagaimana perasaannya sejak sikap Mingyu terakhir kali. Ia merasa tak sampai berada pada tahap harus mengeluh karna masalah ringan seperti ini. Ia hanyalah seorang sekretaris dan pacar kontrak bagi Mingyu, tak lebih. Selain itu kedatangan Mingyu malam ini juga telah membuat perasaannya membaik.
"Ini sudah larut sebaiknya kau segera masuk dan beristirahat"
"Kau juga sebaiknya segera pulang dan beristirahat."
"Oh. Annyeong."
"Annyeong."
•••

Setelah kejadian malam itu, hubungan Tzuyu dan Mingyu semakin baik dan semakin dekat. Kini keduanya sering menghabiskan waktu bersama sehabis bekerja, entah itu makan malam, pergi ke bioskop, atau hanya sekedar jalan-jalan di taman, seperti yang mereka lakukan hari ini. Sebelum mengantar Tzuyu pulang, Mingyu mengajak Tzuyu ke sebuah taman  yang letaknya tak jauh dari apartemen Tzuyu. Mingyu mengajak Tzuyu ke taman itu hanya sekedar untuk menghirup udara segar karena sejak pagi Tzuyu terlihat begitu gelisah. Entah mengapa Mingyu merasa ada yang tidak beres dengan wanita yang kini sedang berjalan di sampingnya itu.
"Tzuyu-ssi apakah ada yang mengganggu pikiranmu ?"
"Ne ?"
Pertanyaan Mingyu sontak membuat Tzuyu yang sedari tadi berjalan dengan lesu segera mengangkat kepala dan melebarkan matanya.
"Aniya, hanya saja wajahmu terlihat menyeramkan."
"Naega wae ? Apakah ada sesuatu yang aneh di wajahku ?"
"Seharian ini sepertinya aku tak melihatmu tersenyum sekalipun, itu benar-benar mengerikan."
"Mwoya ?" Jawab Tzuyu dengan sedikit senyuman setelah mendengar "gurauan" Mingyu.
"Seharusnya kau selalu tersenyum seperti ini. Neomu yeppo (dengan suara yang lebih rendah)."
Walaupun seperti berbisik namun Tzuyu masih bisa mendengar kalimat terakhir yang Mingyu ucapkan.
"Ne ? Aku tak mendengar kalimat terakhirmu" Tzuyu bertanya untuk memastikan.
"Aniya. Jangan dipikirkan, itu tidak penting."
"Arasseo." Walaupun jawaban Mingyu bukan yang ingin Tzuyu dengar, namum senyuman itu tak bisa lepas dari bibir Tzuyu.
"Oh ! Permen kapas ! Kau bilang kau menyukainya bukan ? Kaja !"
Mingyu pun menarik tangan Tzuyu agar mengikuti langkahnya.
"Untung saja aku melihat permen kapas ini." Ucap Mingyu dalam hati.
Sesampainya di tempat yang mereka tuju, Mingyu lantas memesan sebuah permen kapas. Tzuyu yang berada di belakang Mingyu merogoh tasnya setelah merasakan getaran yang berasal dari ponselnya. Dalam sekejap setelah melihat layar ponselnya, wajah Tzuyu kembali muram dan ketakutan. Tzuyu tak bisa mengalihkan matanya dari layar itu, walaupun kini pandangannya kosong.
"Tzuyu-ssi, cha." Mingyu berbalik setelah mendapatkan permen kapas bermaksud untuk memberikannya kepada Tzuyu.
Mingyu terkejut setelah melihat keadaan Tzuyu.
"Tzuyu-ssi gwaenchanhayo ?"
"Oh ?" Tzuyu hanya bisa merespon seperti orang linglung.
"Ni eolguli wae .... ?"
Alih-alih melanjutkan perkataannya, Mingyu malah merebut ponsel yang Tzuyu pegang sejak tadi. Mingyu yakin sumber masalahnya ada pada ponsel itu.
"Kenapa mengambilnya ?"
"Apakah semua masalah yang membuat kau seperti ini seharian berasal dari sini (sambil mengacungkan ponsel milik Tzuyu)"
"Anieyo. Jebal dollyeo jwo !"
"Andwae ! Kau bisa mengetikan sandinya, aku ingin lihat apa yang membuat wajahmu kembali suram." Jawab Mingyu sambil memperlihatkan layar ponsel ke arah Tzuyu.
"Jebal dolleo jwo." Kini Tzuyu memasang wajah memelas.
"Jika benar tak ada yang ingin kau sembunyikan kenapa harus begini. Kau pasti menyembunyikan sesuatu."
"Amugeosdo anieyo. Jebal, ireojimaseyo."
"Arasso, sebaiknya kita kembali ke mobil."
Mingyu berjalan tanpa mengembalikan posel milik Tzuyu, sedangkan Tzuyu yang mengikutinya dari dari belakang terlihat begitu cemas. Mingyu tak menyerah, sesampainya di dalam mobil Mingyu kembali bertanya pada Tzuyu.
"Sebenarnya apa yang terjadi ? Apakah sampai akhir kau tak akan mengatakannya padaku ? Apakah kau tahu keadaanmu seperti ini sepanjang hari benar-benar membuatku tak nyaman ?"
"Mingyu-ssi ?" Tzuyu menatap Mingyu dengan rasa bersalah.
"Geuronika, nal malhaebwa." Pinta Mingyu sambil memberikan ponsel Tzuyu.
Akhirnya Tzuyu memutuskan untuk menceritakan apa yang sedang dialaminya kepada Mingyu. Tzuyu segera mengembalikan ponsel itu kepada Mingyu bermaksud untuk menunjukkan pesan yang tadi ia terima.
Mingyu terkejut setelah membaca isi pesan itu.
Mingyu baru saja akan membuka mulut, namun Tzuyu mendahuluinya seperti tahu apa yang akan diucapkan Mingyu.
"Selama seminggu terakhir aku sudah beberapa kali mendapat pesan aneh seperti itu. Entah siapa yang mengirimnya, nado molla."
"Geogjeongma, aku akan mencari tahu siapa pengirimnya. Gwaenchanheulgeoya, asalkan kau memberitahuku setiap kali mendapatkan pesan ini semuanya akan baik-baik saja. Jangan menyimpannya sendiri. Arasso ?"
"Ne."
Tak disangka setelah memberitahu Mingyu, kini Tzuyu merasa sedikit lega. Raut wajahnya terlihat lebih tenang, tentu saja hal tersebut membuat Mingyu juga merasa lega.
"Jigeum delyeo galge."
•••

Setelah berkendara beberapa menit, keduanya telah sampai di depan apartemen Tzuyu.
"Modeun geos, gomawoyo."
"Ah anieyo, sebaiknya kau cepat istirahat. Pikirkanlah hal-hal positif."
"Hm. Annyeongigaseyo."
Baru saja akan masuk ke dalam mobil, sebuah panggilan membuat Mingyu mematung kemudian berbalik.

"Olaenman-ieyo Kim Mingyu."

Love Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang