Bab 33

115 19 5
                                    

Entah sudah berapa lama Tzuyu berlari. Kakinya sudah terasa lelah. Tapi Tzuyu tak bisa menyerah sekarang. Ia harus bisa bertahan untuk bisa bebas dari sana.

"Ah !"
Karena tak memperhatikan jalan, Tzuyu menabrak tubuh tegap seseorang sampai terhuyung.
"Tzuyu-ssi !"
Mingyu segera merangkul dan memeluk tubuh Tzuyu setelah menyadari siapa yang menabraknya. Tzuyu tak langsung membalas pelukan Mingyu, yang jelas ini pertama kalinya ia dapat bernapas dengan lega. Akhirnya ia bisa bertemu dengan seseorang yang dapat membantunya. Rasanya tubuh yang selama ini tegang perlahan mulai melemas. Mingyu tak tega melihat kondisi Tzuyu seperti ini. Apalagi setelah ia melihat darah segar menetes dari telapak tangan Tzuyu. Mingyu mengepalkan tangan, sejenak  napasnya tertahan, jantungnya serasa berhenti karena menahan amarah. Ia merasa tak berguna. Tanpa disadari air mata Tzuyu kini mengalir hingga membasahi baju Mingyu.
Mingyu yang sejak tadi tak melepaskan dekapannya juga bisa merasakan bahwa tubuh Tzuyu berguncang.
"Gwaenchanha, naneun yeogi-isseo. Geogjeongma." Ucap Mingyu sambil menepuk-nepuk pundak Tzuyu.
Sial ! Ternyata penculik itu berhasil menemukan mereka.

"Oh... disini rupanya."

Mingyu mengangkat tubuh Tzuyu lalu membiarkannya berada di belakang.
"Tunggulah disini." Bisik Mingyu kemudian bergerak maju.

"Wah, lihatlah apakah kau ingin menjadi dewa penolongnya ?"

Hanya dengan satu isyarat, ketiganya lalu menyerang Mingyu secara bersamaan. Mingyu berhasil menghindari beberapa pukulan yang dilayangkan ke arahnya. Tapi apa boleh buat, orang yang dihadapi Mingyu kali ini berbeda. Dan lagi mereka bertiga, menyerangnya secara bersamaan membuat Mingyu kewalahan. Akhirnya sebuah pukulan berhasil mendarat diwajahnya diikuti dengan suara pekikan Tzuyu. Darah menetes dari ujung bibirnya, membuat Mingyu meringis. Setelah satu pukulan itu, pukulan lainnya berhasil menembus pertahan Mingyu. Setelah menerima beberapa pukulan, tubuhnya mulai terasa lemas, tapi ia tak boleh menyerah. Ia harus bertahan sampai bantuan datang. Ia tak bisa membiarkan Tzuyu terluka lagi. Di lain sisi, Tzuyu tak sanggup melihat Mingyu berkelahi seorang diri. Ia bermaksud membantu Mingyu dengan mengambil sebongkah kayu untuk memukul salah seorang penculik itu. Tak sesuai dengan yang diharapkan. Pukulan Tzuyu sama sekali tak berpengaruh. Penculik yang Tzuyu pukul menangkis pukulan itu dan mengibaskan tangan Tzuyu hingga membuat tubuhnya tersungkur.
"Ah !" Tzuyu kembali memekik dan membuat Mingyu lengah.
Entah kapan dan dari mana munculnya, tiba-tiba sebuah pisau sudah berada ditangan salah seorang penculik itu.
"Andwae !" Teriak Tzuyu.
Terlambat ! Kini sebuah sayatan menghampiri lengan Mingyu yang diikut dengan pukulan lain membuat tubuhnya ambruk.
"Berhenti !" Suara Tzuyu meninggi. Tangisnya pecah. Ia tak tahan lagi melihat Mingyu terus dipukuli.
"Bukankah yang kalian inginkan adalah nyawaku ? Kalau begitu kalian bunuh saja aku ! Biarkan dia pergi ! Aku mohon biarkan dia hidup." Tzuyu berkata sambil terisak.
"Baiklah ! Kita biarkan dia menyaksikan kematianmu. Sangat dramatis."
"Andwae ! Ya Chou Tzuyu cepat pergi dari sini." Mingyu mencoba menghalangi mereka mendekati Tzuyu. Tapi usaha itu gagal. Tubuhnya sudah tak bisa menahan tiga orang itu sekaligus. Kini justru tubuh Mingyu yang ditahan oleh dua orang penculik, sedang yang satunya pergi menghampiri Tzuyu.
Tubuh Tzuyu diangkat dan disenderkan ke dinding.
"Bos bilang kau memang harus mati, tapi jangan membuatnya terlalu mudah."
"Geurae, kau bisa melakukan apapun asal kau berjanji padaku untuk melepaskan orang itu."
"Baiklah, kita liat seberapa kuat dirimu."
Dalam sekejap mata kedua tangan itu sudah ada dileher Tzuyu. Semakin lama cengkraman tangan dilehernya semakin kuat. Tzuyu mulai kesulitan bernapas. Pandangannya kabur. Mungkinkah ini akhir dari hidupnya. Tapi itu tak membuat Tzuyu menyesal, yang terpenting baginya Mingyu bisa selamat.
"Andwae !" Mingyu berusaha melepaskan diri. Ia mengumpulkan sisa-sisa kekuatan yang dimiliki dan akhirnya berhasil. Mingyu segera berlari dan menghantam tubuh pria di depannya hingga tangannya terlepas dari leher Tzuyu. Tzuyu terduduk lalu memegangi dadanya, berusaha untuk mengambil napas. Lagi, Mingyu memeluk tubuh Tzuyu, dan kali ini ia takkan melepaskannya. Mingyu kembali menyiapkan diri untuk menerima serangan. Benar saja, sekarang ketiganya memberikan serangan pada Mingyu tanpa ampun. Entah itu pukulan atau tendangan.
"Hentikan ! Aku mohon hentikan !" Sambil menangis Tzuyu terus memohon.
Tubuh Mingyu sudah tak bisa menahannya lagi. Tubuhnya ambruk dan menindih Tzuyu. Serangan itu terus terjadi sampai terdengar suara tembakan.
"Mingyu-ssi, sadarlah. Bantuan sudah tiba. Mingyu-ssi aku mohon bangunlah." Tapi tak ada jawaban dari Mingyu.
Seorang petugas polisi menghampiri keduanya.
"Tolong segera bawa orang ini ke rumah sakit. Dia terluka sangat parah." Pinta Tzuyu kepada petugas polisi itu.
"Ne."
Lantas sang petugas memanggil beberapa petugas lainnya lalu mengangkat tubuh Mingyu.
"Tzuyu-ah !"
Tzuyu bisa mendengar suara Chae yang pasti begitu mengkwatirkannya. Chae segera memeluk Tzuyu. Akhirnya tubuh Tzuyu sudah tak bisa menahannya. Kini Tzuyu tak sadarkan diri dipelukan Chaeyoung.
•••

Putih. Hanya langit-langit putih yang dapat Mingyu lihat.
"Mingyu-ah akhirnya kau sadar. Lee Biseo tolong panggilkan dokter."
"Ne."
"Eomma ? Ah..." Mingyu meringis, sepertinya seluruh tubuhnya remuk.
"Tenanglah. Kau jangan terlalu banyak bergerak."
"Tzuyu-ssineun ? Dimana dia ?"
"Dia ada di ruangan lain. Dia juga sudah sadar. Kau tidak perlu khawatir, lukamu jauh lebih parah. Sebenarnya apa yang terjadi ? Kenapa kalian berdua bisa terluka seperti ini ?"
Namun nampaknya Mingyu enggan menjawab pertanyaan itu. Nyonya Kim pun tak ingin terlalu memaksa Mingyu.
"Sudahlah sebaiknya kau istrirahat saja agar kau cepat pulih."
"Aku ingin melihat Tzuyu-ssi."
"Dia baru saja dari sini, mungkin sekarang dia sedang istirahat. Lebih baik kau menemuinya nanti saja."
Mingyu menuruti perkataan ibunya itu. Yang terpenting sekarang ia sudah tahu bahwa keadaan Tzuyu baik-baik saja. Tak lama setelah itu dokter datang. Hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi Mingyu sudah mulai membaik dibanding saat pertama kali di bawa ke rumah sakit. Dokter menyuruh Mingyu tinggal di rumah sakit beberapa hari kedepan.
•••

Bosan. Setelah bangun dari tidurnya, mata Tzuyu seolah tak ingin menutup lagi. Ia memutuskan untuk mengunjungi kamar Mingyu. Ia segera duduk di kursi yang berada tepat di samping tempat tidur Mingyu. Tzuyu benar-benar bisa bernapas dengan lega setelah mendengar berita dari Chan bahwa Mingyu sudah sadar. Tzuyu menatap wajah Mingyu dengan lekat. Tanpa sadar tangannya mulai bergerak untuk menyentuh wajah itu. Air mata menetes dan Tzuyu segera mengusapnya.
"Mianhae, na ttaemune." Bisik Tzuyu sambil kembali terisak. Tiba-tiba tangannya ditahan, membuat Tzuyu terkejut.
"Wae ul-eo ? Ije gwaenchanhayo." Ucap Mingyu lalu membenarkan posisinya.
"Kau tidak tidur ?"
"Bagaimana aku bisa tidur jika seseorang disampingku menangis ? Geuronika ulji maseyo."
"Kenapa kau melakukannya ? Kau tahu kau hampir mati."
Kali ini Tzuyu tak bisa lagi menahan tangisnya.
"Aku bilang jangan menangis. Kau lihat aku baik-baik saja sekarang. Aku melakukannya karena memang harus kulakukan."
"Wae ?"
"Aku tak ingin orang yang aku sukai terluka."
Apa katanya tadi ? Apakah ia tak salah dengar ? Perkataan Mingyu yang terakhir telah membuat jantung Tzuyu berhenti berdetak. "Benar. Sepertinya aku suka padamu."
"Ne ? Tolong seriuslah ini bukan waktunya bercanda."
"Aku sedang sangat serius saat ini. Maukah kau memulai lagi semuanya dari awal ?"
Tzuyu tak bisa berkata apa-apa, hanya dengan sebuah anggukan dan senyuman ia menjawabnya. Setelah mendapat persetujuan dari Tzuyu, Mingyu pun mendekapnya ke dalam pelukan.
"Gomawoyo." Bisik Mingyu.
Ini adalah hari yang sangat membahagiakan bagi Tzuyu. Hari yang selalu ia tunggu. Jantungnya kini berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia tak menyangka hari ini akan datang juga. Chou Tzuyu kau benar-benar beruntung.

Love Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang