Pos 2

84.1K 8.9K 752
                                    

"Gue mau yang festival!"

Lala langsung menatapku kecewa. "Enakan tribun lho, Tir! Festival tuh sesak, bikin capek! Apalagi ini kan konser Tulus sama Kunto Aji! Lagunya mellow semua, mana seru nonton sambil berdiri. Enakan di tribun, bisa sing along sambil duduk, jadi nggak capek!"

Aku menggeleng kuat. "Gue nggak mau nonton konser di tribun. Mau yang VIP sekalipun, ogah. Pokoknya gue festival! Vibes-nya tuh lebih greget kalau di festival."

"Gue temenin, Tir! Gue juga festival kok!" Gita langsung merangkul pundakku penuh semangat.

"Gue juga mau festival!" Alesia yang tadinya berjalan lebih dulu di depanku, menghentikan langkahnya tepat di depanku, Lala, Vika dan Gita.

Gantian wajah Lala yang cemberut. "Ih, masa gue di tribun sendiri sih?!"

"Ya udah sih, La, nggak papa! Siapa tahu ntar sebelah-sebelahan sama cogan!" Sahutku menggodanya.

Kemudian tatapan Lala beralih pada Vika yang sejak tadi hanya diam. "Lo mau yang apa, Vik?"

"Hah?" Vika mengangkat kepalanya kaget. "Gue kan mau nonton sama Kylan. Jadi dia yang beli tiketnya."

Begitu mata kuliah hari ini selesai, Lala langsung heboh mengajak kami membeli tiket konsernya. Meski sebenarnya aku nggak mengerti lagu-lagu Tulus dan Kunto Aji. Mungkin satu-satunya lagu Tulus yang aku tahu adalah Seribu Tahun Lamanya. Lagu itu pernah dinyanyikan mantanku saat SMA. Nyatanya setelah dia berceloteh panjang lebar ingin mencintaiku sampai seribu tahun ke depan, dia tetap saja memutuskanku hanya karena aku tidak ikut bimbel bersamanya.

Oke, itu adalah kisah cinta paling childish yang pernah kujalani. Aku memilih untuk menguburnya dalam-dalam karena itu sangat memalukan. Seadainya teman-temanku tahu soal itu, pasti mereka tidak akan berhenti meledekiku sampai seribu tahun ke depan.

"Yaudah, sih. Gue juga udah sering ke konser sendirian." Ujar Lala santai.

Aku sangat mengagumi keberanian Lala yang hobi ke konser sendirian. Menurutnya, ke konser sendirian itu hal yang sangat sepele. Dia bahkan sering banget keliling kota naik motor tanpa tujuan sampai jam satu pagi hanya untuk membunuh rasa bosan.

Sebenarnya Vika juga mirip-mirip dengan Lala. Tidak bisa diam dan suka banget berpergian. Hanya saja, Vika selalu punya gebetan yang menemani, atau setidaknya menyusul ke mana pun dia pergi. Lala merupakan cewek independen yang sangat kukagumi bagaimana dia teguh memegang prinsip.

"Gue juga pengin dong, nonton konser sendirian kayak elo, La! Besok pas konser ini, jangan ada yang ngintilin gue ya?! Gue mau mengeksplorasi dunia sendiri..." Seruku.

Vika menatapku malas. "Ini adalah ke sekian kalinya elo bilang begitu! Ujung-ujungnya lo juga tetep rewel minta ditemenin, karena nggak enak sendirian!"

"Gue pengin banget bisa me time kayak gitu. Tapi gue selalu ngerasa mati gaya kalau sendirian. Nggak asyik! Nggak ada yang bisa dibawelin pas lagi jalan!" Aku mengungkapkan pembelaanku.

"Ya udah jadi ini fix ya. 3 yang festival, satu lagi buat gue yang tribun." Lala menyimpulkan sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya.

"Belinya di mana sih, La?" tanya Alesia.

"Di Waroeng Steak. Mereka bikin booth di sana. Kalian mau makan di mana ini? Ntar gue susulin habis beli tiketnya."

"Kita sekalian makan di Waroeng Steak aja mau nggak?! Gue udah lama banget nggak makan di sana." Usulku.

"Boleh lah, ayo gas!"

Setelahnya kami langsung berpencar di tempat parkir. Aku berjalan menuju tempat parkir bersama Alesia, karena letak motor kami berdekatan. Dari kejauhan terlihat Adam yang lewat dengan motor KLX-nya.

MERBABY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang