Haduh, rulesnya terlalu gampang ya wkwkwkw
next update kalau votes udah 660 yaaa hehehe makin hari harus jadi lebih baik tsayyyy
Makasih atas segala support-nya, jujur gue terharu bgt *mengelap pipi*
Sudah lima belas menit lebih aku menangis sesenggukan sambil melajukan motor ke sembarang arah. Aku tidak ingin langsung pulang, tapi nggak tahu harus ke mana lagi.
"Pulang aja, Tir." Suara Adam dari airpods-ku terdengar.
Tangisku semakin kencang. Sebelum meninggalkan kafe, aku menelepon Adam. Untungnya dia langsung mengangkatnya. Adam nggak mengatakan apa-apa. Sementara aku langsung menangis ketika mendengar suara Adam menyahuti panggilanku.
Sudah setengah jam telepon kami tersambung, tapi Adam nggak juga mengatakan apa-apa, dan aku semakin kencang menangis. Kenapa sih, Adam harus pulang ke Semarang hari ini?! Kalau sekarang dia masih di Jogja, tentu aku akan mendobrak pintu rumahnya dan memeluknya sekencang-kencangnya.
"Aku... nggak se-"
"Pulang ke kos dulu. Nangisnya dilanjut di kamar aja." Selanya.
"Dam..."
"Hmm..."
"Kamu marah?"
Adam diam saja. Sampai lima menit aku menunggu jawabannya, masih tidak terdengar sahutan apa-apa darinya.
Itu artinya dia marah kan? Jelas saja dia marah. Kenapa aku masih bertanya sih?!
Baru sehari yang lalu aku bertengkar dengan Adam dan ngotot akan bersikap tegas pada Vika kalau suatu hari dia memaksaku bertemu dengan Bayu. Namun sekarang, semuanya terbukti. Seluruh kemarahan Adam kemarin bukan tanpa dasar.
Aku menangis karena kesal dengan diriku sendiri yang sudah mengecewakan Adam, bahkan membuatnya marah. Juga karena nggak bisa bersikap tegas pada Vika, persis seperti ucapan Adam kemarin. Ditambah lagi, Adam nggak ada di sini.
Setelah memastikan motorku aman di garasi kos, aku langsung masuk ke dalam kamar. Sambungan teleponku masih tersambung dengan Adam. Cowok itu nggak juga mengatakan apa-apa.
"Dam..."
"Hmm..."
"Malam ini aku mau nangis aja. Nggak mau ngomong apa-apa..."
"Iya..."
"Ini aku udah sampai kos."
"Hmm..."
"Kamu mau dengerin aku nangis?"
"Hmm..."
Kemudian tangisku kembali pecah. Aku akan lebih lega kalau Adam mengomel, atau menyalahkanku karena apa yang terjadi malam ini. Tapi kenapa dia malah diam saja?!
"Dam..."
"Hmm..."
"Aku sayang kamu..."
Setelahnya, aku tidak mendengar sahutan apa pun dari Adam, sampai aku ketiduran di atas kasur sambil menggenggam ponsel. Bahkan di pagi harinya, aku nggak menemukan pesan dari Adam. Sambungan telepon terputus di jam dua belas malam. Kurang lebih, aku menangis selama dua jam.
Tadinya aku ingin langsung mengirimkan pesan pada Adam. Tapi menyadari semalam dia hanya diam, aku ingin memberinya sedikit waktu. Lagi pula aku juga butuh waktu untuk menenangkan diriku sendiri.
***
Selama liburan, aku nggak banyak chat dengan Adam. Telepon saja nggak pernah. Aku pikir setelah pulang ke Semarang, dan berada di kota yang sama dengan Adam, dia akan menyambangi rumahku. Nyatanya nyali Adam nggak sebesar itu untuk muncul di rumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MERBABY
Teen FictionKatanya, kalau pengin tahu gimana sifat asli seseorang, ajaklah orang itu mendaki gunung. Padahal Tyrandra tidak pernah tertarik dengan Adam, apalagi sampai kepengin tahu bagaimana sifat asli Adam. Namun, tanpa disengaja, mereka berada dalam satu k...