Pos 25

48.9K 8K 729
                                    

Jangan lupa votes dulu sebelum baca 🤗🤗Happy reading.

"Lala tuh tanya ke aku, di mana toko buah yang enak deket sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lala tuh tanya ke aku, di mana toko buah yang enak deket sini. Aku suruh dia ke Superindo aja, daripada repot."

"Terus kenapa kamu jalan sama Lala sampai parkiran bareng?! Bahkan kamu sampai cuekin aku!"

"Tadi siang mendung kan? Lala nggak bawa jas hujan. Aku bawa tiga jas hujan, jadi aku kasih pinjem dia." Jelasnya. "Setelah ambil jas hujan di motorku, dia boncengan sama Gita. Kamu lihat sendiri kan?!"

"Ngapain kamu bawa jas hujan banyak banget?!" Sungutku yang masih kesal.

Sepulang dari rumah Nana, Adam langsung pulang ke rumahnya, sementara aku diantar Dicky ke kampus lagi untuk ambil motor. Di rumah Nana, Adam nggak menoleh ke arahku sama sekali. Dia menjauhiku, terlebih ketika melihatku datang belakangan bersama Dicky. Ketika Adam pulang, aku terkejut ketika mendapatinya sendirian naik motor, tidak memboncengkan siapa-siapa.

Kemudian dugaanku dibenarkan oleh celetukan Reno. "Asyik banget, Bang Adam nggak boncengin siapa-siapa pas berangkat tadi. Jadi bisa langsung balik. Lah gue, harus anter si kampret ini ke kampus dulu. Huft, bikin muter-muter aja!" kalimat Reno itu ditujukan pada Thalita. Namun aku nggak menyimak bagaimana kelanjutan obrolan itu.

Menyadari kalau Adam marah padaku, aku langsung melajukan motorku ke rumahnya. Masalah ini harus segera diselesaikan supaya malam ini aku bisa tidur nyenyak. Dan di sini lah aku berada.

"Nggak penting aku bawa jas hujan berapa. Yang lebih penting itu, kenapa kamu malah boncengan sama Dicky sampai peluk dia segala?!" Balasnya sengit.

"Aku nggak peluk Dicky! Cuma pegangan jaketnya!" Suaraku mencicit. Kini dadaku disesaki oleh gumpalan rasa bersalah padanya, juga penyesalan-penyesalan.

"Aku lihat dengan sangat jelas. Tanganmu peluk pinggang Dicky."

Tatapan Adam berubah tajam. Sepertinya dia benar-benar emosi.

Nada suaraku melunak. "Iya, tapi itu cuma bentar, Dam."

"Bentar gimana?! Cuma pas di depanku aja, sengaja mau bikin aku cemburu?!"

"Ya aku kesel banget karena kamu malah jalan sama Lala!"

"Makanya jangan langsung mikir aneh-aneh! Kenapa tadi kamu nggak samperin aku aja dan tanya apa keperluan Lala sama aku?!"

Kali ini aku diam. Tidak tahu harus menyahuti bagaimana.

"Kalau kamu mau dibonceng aku, kenapa harus susah-susah kirim chat? Kita ada di satu tempat. Apa susahnya tinggal bilang?" Omelnya. "Terus kalau aku nggak baca chat-mu gini, kamu mau salahin aku?"

"Aku nggak nyalahin kamu!" Sanggahku. "Kenapa bukan kamu yang samperin aku supaya bareng kamu?!"

Adam menghela napas sejenak. Kedua bahunya melemas. Dia menyandarkan tubuh di sofa. Suaranya terdengar lebih tenang. "Oke, besok aku yang bakal samperin kamu setiap pulang kuliah, biar kita bisa pulang bareng. Kamu nggak usah bawa motor lagi kalau ke kampus."

MERBABY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang