Deleted Scene

67.9K 4.9K 343
                                    

Jangan berharap banyak pas baca ini yaaa, ini buat selingan ajaaa wkwkwk setting waktunya di sini, sebelum chapter 1 dimulai. Jadi kira2 Tyra dan Adam masih awal banget semester 3.

Happy reading!



"Jangan truth terus dong, Tir! Lo nggak seru banget sih?!" Dicky langsung mengomeliku tepat ketika ujung botol menunjuk ke arahku.

"Lah, suka-suka gue dong! Namanya juga truth or dare. Kalo gue nggak boleh pilih, harusnya main dare or dare aja!" Balasku sengit.

"Iya anjir, gue juga gemes banget pengen kasih dare ke Tyra. Masalahnya jawaban jujur lo itu makin lama udah nggak seru, Tir. Ini kita udah putaran ke 596, tapi lo masih aja pilih truth terus!" Gerutu Lira.

"Tir, mending lo sekarang dare aja deh! Curang banget masa selama permainan lo nggak pernah pilih dare sama sekali. Mana dari tadi jawaban lo basic banget lagi! Nggak seru!" Cibir Alesia.

"Iya, Tir, udahlah, pilih dare aja ya?!" Tambah Vika.

"Deal ya, Tir, lo pilih dare?" Dicky langsung menyeringai senang.

Aku pun hanya bisa mengendikkan bahu pasrah sembari menatap Dicky penuh ancaman. "Awas lo aneh-aneh!"

Sialnya mendapat peringatan begitu, Dicky nggak takut sama sekali dan malah semakin lebar menyeringai.

"Telpon Adam, terus bilang, "Good night." Gitu."

Serta merta bola mataku memelotot. "Apaan sih?! Ogah ih! Gue tuh nggak kenal Adam, masa tiba-tiba telepon bilang good night?! Nggak jelas banget!"

"Sumpah kok lo tau isi pikiran gue sih, Dik?! Dari tadi gue juga pengin ngasih dare gitu ke Tyra!" Tambah Vika sambil mengajak Dicky untuk bertos ria. "Rasain pembalasan gue nih, Tir!"

Aku mendengus. Masalahnya tadi aku sempat menyuruh Vika menelepon Tio saat dia memilih dare. Aku pikir saat aku memilih dare, mereka akan menyuruh telepon Fikri, karena dia adalah satu-satunya gebetanku. Namun aku lupa kalau sebenarnya teman-temanku nggak tahu banyak soal hubunganku dengan Fikri, sehingga mungkin aja mereka nggak kepikiran sama Fikri.

Tetapi aku sama sekali nggak habis pikir kalau pada akhirnya aku malah disuruh menelepon Adam. Sekalipun tidak pernah terbesit di otakku akan menelepon Adam. Lagian aku juga nggak punya kepentingan sedarurat itu yang membuatku harus menelepon ataupun ditelepon Adam. Dan sekarang, aku malah dipaksa menelepon Adam cuma karena tantangan sial ini. Mana disuruh bilang good night lagi.

Pasti Adam akan mengira aku freak banget setelah melakukannya. Apa jangan-jangan dia bakal kegeeran dan mengira aku naksir dia? Ah, tidak! Aku sama sekali nggak bisa membayangkan kalau itu sungguhan terjadi. Aku paling benci sama cowok yang suka sok kegantengan dan gampang geer begitu.

"Ya makanya lo telepon dia sekarang, biar makin kenal! Kemarin ngaku-ngaku temen satu sekolahan... sekarang malah ngakunya nggak kenal... gimana sih, lo?!" Ledek Dicky.

"Lo pikir sekolah gue isinya kayak Tadika Mesra yang muridnya cuma dua puluh?! Sori ya, Dik, sekolah gue populer dan masuk ke peringkat lima besar SMA paling favorit di Semarang. Lo bayangin aja sendiri berapa muridnya?! Sama temen kelas sebelah aja belum tentu kenal, apalagi sama Adam yang kelasnya beda kasta sama gue." Selorohku.

"Beda kasta gimana?" Tanya Lira dengan penuh penasaran.

"Ya beda. Adam tuh kelas A yang isinya anak-anak jenius semua. Gue di kelas D. Ya nggak usah gue jelasin juga kalian udah bisa kebayang dong, kira-kira kapasitas otak temen-temen sekelas gue gimana?"

MERBABY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang