Sejak awal semester ini, anak BEM membuat event hari batik sefakultas di setiap hari Rabu. Seluruh mahasiswa satu fakultas harus memakai baju batik. Sebenarnya nggak ada hukuman, buat yang nggak pakai. Tapi hampir semua orang benar-benar pakai batik, sehingga kalau nggak pakai sendiri, akan terasa asing dan mendapat lirikan tajam dari anak BEM.
Berkat event ini, aku jadi suka berburu batik di Malioboro atau Pasar Bringharjo. Mulai dari kulot, batik, outer, kemeja, blouse dan sebagainya. Aku jadi punya banyak baju batik, supaya yang kupakai di hari Rabu nggak itu-itu aja.
Enaknya kalau cewek, bisa memakai batik dengan berbagai variasi. Tidak seperti cowok yang satu-satunya pilihan adalah kemeja batik. Mereka juga harus pintar-pintar memilih motif batik supaya tetap terkesan modern dan ganteng. Nggak terlihat seperti bapak-bapak yang mau kondangan.
Biasanya Reno dan Rangga yang paling susah pakai batik. Padahal mereka berdua cukup dekat dengan ketua BEM, dan suka ditegur secara langsung. Alhasil, setiap hari Rabu, kami suka heboh kalau Reno dan Rangga memakai baju batik. Kadang Rangga memakai batik dengan kesan kuno, dan diejek seperti mau kondangan.
Namun yang berbeda kali ini adalah Adam. Dengan penuh percaya diri, cowok itu masuk ke kelas dengan memakai batik warna coklat lengan panjang, dan celana hitam. Celana itu bukan celana jeans, tapi celana kain! Bahkan dia juga memakai sepatu hitam mengkilap, layaknya Pak RT yang mau memimpin rapat di desa-desa.
Refleks aku memalingkan wajah dan tertawa keras. Padahal saat ini Vika dan Alesia sedang heboh membicarakan gosip artis yang ramai di Twitter. Sama sekali nggak ada lucu-lucunya. Bodohnya tawaku nggak bisa dikontrol, dan semakin terbahak sampai air mataku keluar. Kenapa sih, Adam harus pakai baju itu?!
"Lo kenapa sih, Tir? Kesurupan jin tomang ya?"
Aku hanya menunduk sambil tertawa. Kenapa aku sulit sekali menghentikan tawa ini sih?
Vika menoleh pada sekitar berusaha mencari tahu apa yang kira-kira menyebabkan tawaku seheboh ini.
Sialnya, aku baru saja duduk di kursi dua menit sebelum Adam datang, sehingga aku belum sempat mengambil ponsel dari tas. Aku jadi nggak bisa menjadikan meme di Twitter sebagai alasanku tertawa.
Sekarang otakku malah terus-terusan membayangkan Adam berjalan ke pos ronda sambil membawa buku rekap pembayaran arisan, sebelum memimpin arisan bapak-bapak. Belum lagi nantinya dia akan berkumis dan bermain catur sambil meneguk kopi hitam. Aduh, kenapa imajinasiku jadi ke mana-mana sih?
Bukankah itu nggak lucu? Kenapa aku tertawa sampai lebay gini?
"Tir, lo depresi ya, gara-gara kelamaan jomlo?!"
Aku mengangkat kepala, sambil mengusap setitik air mata di ujung mata. Akhirnya aku bisa mengendalikan tawaku, sebelum perutku sakit. Sekarang aku harus susah payah memikirkan alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan teman-temanku, kenapa aku tertawa.
Bodohnya aku nggak kepikiran apa pun, sehingga aku mengabaikan mereka dan mengambil ponselku dari tas. Meski masih heran, Alesia dan Vika melanjutkan obrolan mereka, sambil sesekali mengawasiku.
Padahal ini bukan pertama kalinya kami memakai batik di hari Rabu. Tapi ini pertama kalinya aku memperhatikan pakaian atau apa pun yang dipakai Adam setiap hari. Aku lupa apa sebelum ini Adam pernah memakai batik itu. Sepertinya sih belum.
Sejujurnya aku kagum banget dengan kepercayaan diri Adam ketika memakai baju itu. Apa dia nggak sadar kalau motif baju itu mirip baju bapak-bapak? Entah kenapa aku menebak kalau baju itu adalah pemberian Ibu atau Bapaknya.
Kalau aku jadi Adam, tentu aku nggak akan mau memakainya, takut mendapat ejekan dari teman-teman.
Aku memilih membuka Twitter dan mencari meme-meme lucu supaya mengalihkan pikiranku dari Adam.

KAMU SEDANG MEMBACA
MERBABY
Teen FictionKatanya, kalau pengin tahu gimana sifat asli seseorang, ajaklah orang itu mendaki gunung. Padahal Tyrandra tidak pernah tertarik dengan Adam, apalagi sampai kepengin tahu bagaimana sifat asli Adam. Namun, tanpa disengaja, mereka berada dalam satu k...