Setelah istirahat, makan dan salat di pos 2, kami melanjutkan perjalanan kembali. Target Adam kami bisa sampai di Sabana 1 sebelum hari beranjak petang.
Sepanjang perjalanan aku sibuk mendengarkan lagu melalui airpods sehingga tidak menyimak obrolan teman-temanku. Gita yang notabenenya memiliki suara emas, mulai bernyanyi sesuka hatinya yang kadang ikut disahuti oleh teman-temanku.
"Ganti lagu dong, Git! Masa dari tadi nyanyi itu mulu sih?!" Lama-lama Reno mulai jengah dengan lagu yang dinyanyikan Gita berulang-ulang.
"Ga, bukannya lo bilang mau bawa speaker aktif ya? Keluarin dong! Kan kita udah bikin playlist cakep di flashdisk gue, sayang banget kalau udah disiapin malah nggak dipakai!" Vika beralih pada Rangga yang sejak tadi diam saja.
"Speaker kita disita sama petugasnya. Masa lo nggak tau sih? Tadi kan pas kita briefing sebelum naik, Masnya bilang nggak boleh nyalain musik kenceng-kenceng. Terus speaker aktif disita. Nanti diambil pas udah balik." Jawab Rangga.
"Lah, kenapa disita?! Kapan sih Masnya bilang begitu?!" Vika mengerutkan keningnya bingung.
Lalu Alesia ikut menyahut, "perasaan pas kita ke Prau itu kan dibolehin bawa speaker dan nyanyi-nyanyi kenceng, deh!"
"Gunung Merbabu tuh masuk ke kategori Taman Nasional. Di sini masih ada banyak satwa dan tumbuhan yang dilindungi. Jadi emang nggak boleh bawa speaker aktif karena takut mengganggu ketentraman satwa liar yang ada di sini. Kalau Prau kan, dia udah jadi gunung buat wisata. Jadi ya nggak masalah nyalain musik kenceng-kenceng, karena nggak ada hewan yang dilindungi juga." Tiba-tiba suara Adam terdengar.
"Nah, iya! Makanya tadi pas kalian dapet stiker dari Bang Adam tuh dibaca dong! Kan di atasnya ada tulisan, Taman Nasional Gunung Merbabu. Jadi ya banyak aturan yang harus diikuti. Nggak bisa sembarangan kayak pas di Prau!" Tambah Lala.
"Coba yang ngakunya anak pecinta alam, ayo sebutkan 3 motto pecinta alam!" Aku berjalan ke arah Reno, melewati Alesia dan Gita. "Lo kan yang paling tahu nih, aturan-aturan pas naik gunung apa aja!"
"Wah, lo jangan menguji gue begitu dong, Tir! Dulu pas SMA, gue ketua geng pecinta alam loh!" Reno tersenyum penuh jumawa.
"Lah, di SMA lo pecinta alam bukan jadi ekstrakulikuler? Kok malah jadi geng-gengan?!" Tanyaku heran.
"Iya, kalo yang dari sekolah tuh nggak seru. Kebanyakan aturan, dan kalau mau muncak harus ada gurunya. Pokoknya nggak seru. Jadi gue sama temen-temen gue bikin geng sendiri aja. Isinya cogan-cogan sekolah yang hobi naik gunung." Tutur Reno. "Gue tuh heran sama film yang cerita soal anak SMA suka tawuran dan sebagainya. Itu semua nggak ada yang relate sama kehidupan gue. Soalnya selama SMA, gue lebih banyak muncak sambil tebar pesona ke cewek-cewek. Di sekolah gue udah nggak ada tuh yang namanya tawuran. Kalau mau jadi cowok yang disukai banyak cewek-cewek ya ikut geng pecinta alam gue, atau ikutan DBL*."
"Iya, gue juga nggak suka cerita teenlit yang cowoknya doyan tawuran. Kan sekarang banyak banget tuh cerita-cerita di novel atau wattpad gitu. Pasti isinya bad boy yang hobi tawuran, supaya terlihat keren di mata orang-orang. Padahal apa yang keren dari seseorang yang nggak bisa nahan emosi, dan bisanya cuma berantem?!" Sahut Lala.
"Kalo ceritanya berlatar tahun 90-an mungkin masih oke ya. Secara tahun itu emang lagi maraknya tawuran kan? Tapi kalo jaman udah modern gini, masih ada aja cerita bad boy yang hobi tawuran?! Beuhh... bosen banget!" Tambah Gita.
"Aturan para penulis cerita tuh mewawancarai gue aja ya, buat menuliskan kisah hidup gue pas SMA dulu! Dijamin banyak yang baper sama gue!" Ujar Reno sambil tersenyum jumawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
MERBABY
Novela JuvenilKatanya, kalau pengin tahu gimana sifat asli seseorang, ajaklah orang itu mendaki gunung. Padahal Tyrandra tidak pernah tertarik dengan Adam, apalagi sampai kepengin tahu bagaimana sifat asli Adam. Namun, tanpa disengaja, mereka berada dalam satu k...