Sejak tadi aku hanya diam menyimpan emosi yang bergemuruh pada Adam. Hebatnya emosiku bisa terlampiaskan dengan baik, yang akhirnya membuat energiku semakin bertambah sehingga aku bisa segera menyusul teman-temanku.
Ketika aku sampai di sabana 1, teman-temanku sedang sibuk memasang tenda. Adam langsung menaruh carrier-nya dan membantu Reno dan Rangga memasang tenda paling besar. Sedangkan Vika dan Lala terlihat kompak memasang sebuah tenda kecil.
Kami memakai 3 tenda. Satu tenda super besar berkapasitas 4 orang untuk cewek-cewek. Dan dua lagi tenda berkapasitas 2 orang. Satu tenda untuk Reno dan Rangga. Sedangkan tenda terakhir untuk Adam sendirian.
Sebenarnya tenda berkapasitas 4 orang ini akan sangat sesak jika dipakai 5 orang. Namun, untuk mensiasati itu, beberapa barang kami diletakkan di dalam tenda Adam yang lowong banget. Aku tidak tahu kenapa mereka tidak menyewa tenda yang berkapasitas 6 orang saja, supaya lebih luas.
Begitu seluruh tenda selesai di pasang, Rangga langsung menyalakan kompor untuk memasak sekaligus menghangatkan diri. Ketika hari beranjak malam, aku baru merasa kedinginan yang luar biasa. Padahal aku sudah memakai pakaian berlapis-lapis lengkap dengan jaket gunung. Sayangnya, aku tidak membawa sarung tangan, sehingga saat ini seluruh jemariku nyaris mati rasa.
Alesia, Lala dan Gita langsung membuka sleeping bag dan menghangatkan diri di dalam tenda. Tadinya aku ingin mengikuti mereka. Namun ketika Vika keluar dari tenda dan bertanya pada Rangga ingin membuat apa, aku jadi tergoda untuk keluar dari tenda juga. Tentu saja lebih seru menghangatkan diri di depan kompor ketimbang di dalam sleeping bag. Untuk apa sudah jauh-jauh ke sini, tapi hanya dihabiskan untuk berdiam diri di tenda, bukannya menikmati pemandangan malam yang indah.
Dalam diam aku menikmati langit malam yang bertaburan bintang-bintang. Salah satu keuntungan mendaki gunung saat musim kemarau adalah, kita bisa mendapatkan langit cerah seperti ini. Melihat langit bertabur bintang yang berpadu dengan pemandangan rumah dengan kerlap-kerlip cahaya lampu, membuatku semakin terkesan. Rasanya aku ingin mengabadikan momen ini. Sayangnya, ketika aku mengarahkan ponselku pada langit, hasil foto yang kudapatkan tidak sebagus kelihatannya. Alhasil, aku memutuskan untuk kembali menyimpan ponselku dan merekam seluruh keindahan ini dengan otakku saja.
"Ga, pinjem sarung tangan lo dong! Perasaan tadi lo bawa sarung tangan deh!" Pintaku pada Rangga yang tengah sibuk membuat berbagai macam minuman.
"Itu di dalam tenda. Minta aja sama Reno!" Jawaban Rangga membuatku mendengus kesal. Saat ini Reno masih berada di dalam tenda entah sedang apa. Suhu yang sangat dingin di sini membuat seluruh tubuhku malas untuk digerakkan, meski hanya perlu tiga langkah untuk mencapai tenda Reno.
"Aduh, magernya... dingin banget, Ga!"
"Justru kalau dingin tuh, banyak gerak, Tir! Kalau lo cuma diam gitu aja, ya malah tambah kedinginan!" Sahut Vika.
Aku tidak menanggapi ucapan Vika, dan tetap diam ditempat. Pandanganku beralih pada gelas enamel yang terletak di sebelah kompor. "Ini punya siapa? Gue mau ya!"
Sebelum Rangga menjawab, aku langsung menyesap isi gelas tersebut yang ternyata adalah Energen rasa jahe. Senyumku langsung mengembang. Dalam hati aku menyesal kenapa tidak kepikiran membawa banyak minuman jahe sebelum ke sini. Aku malah membawa banyak susu kaleng, yang sekarang malas kuminum karena dingin banget.
"Susu Bear brand yang lo bawa mana, Tir? Sini gue masukin ke air hangat, biar enak kalau diminum!" Pinta Vika yang tengah membantu Rangga menyiapkan berbagai minuman.
"Ada tuh di tas. Aduh, Vik, ini dingin banget, gue mager!"
"Ih, di tas bagian mananya?" Vika akhirnya mengalah dan bersiap mengambilkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MERBABY
Teen FictionKatanya, kalau pengin tahu gimana sifat asli seseorang, ajaklah orang itu mendaki gunung. Padahal Tyrandra tidak pernah tertarik dengan Adam, apalagi sampai kepengin tahu bagaimana sifat asli Adam. Namun, tanpa disengaja, mereka berada dalam satu k...