Pos 6

55.6K 8K 296
                                    

Ini ngetiknya lebih lama, karena guyonannya pake bahasa jawa guys. masalahnya kalau dari awal gue translate pake bahasa biasa gitu, jadi kurang lucu hehe. apalagi di gunung emang biasanya orang-orang bercandaannya pake bahasa jawa medhok banget gini. happy reading.

Lagi-lagi aku dan teman-temanku dibuat kagum oleh pemikiran Adam yang selangkah lebih maju dibanding yang lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lagi-lagi aku dan teman-temanku dibuat kagum oleh pemikiran Adam yang selangkah lebih maju dibanding yang lainnya.

Jadi ceritanya, sebelum kami mulai perjalanan mendaki, kami harus mendaftar ulang ke bagian pendaftaran dengan menunjukkan form pendaftaran online yang sudah kita lakukan, juga meninggalkan KTP di pos pendaftaran. Di sana, kita juga akan diminta membayar uang masuk sebesar lima ribu rupiah. Tapi mengingat ini adalah akhir pekan, pendaki sangat ramai sehingga untuk registrasi perlu antre yang sangat panjang.

Begitu melihat antreannya yang mengular begitu panjang, Rangga langsung menyerah lebih dulu. Dia kembali ke basecamp dengan muka kusut. "Kita mulai jalan jam dua belas aja. Ini masih setengah sebelas. Jadi kita istirahat dulu. Semoga aja ntar jam 12 antreannya udah habis."

Akhirnya kami memencar di basecamp menjadi beberapa kubu. Cewek-cewek menetap di bagian pojok basecamp, sedangkan cowok-cowok keluar entah ke mana. Aku mulai cemas menanyakan bagaimana kondisi Vika, yang untungnya sudah jauh membaik karena efek obat yang dia minum. Kami saling melempar guyonan satu sama lain untuk membunuh waktu.

Namun tiba-tiba saja Adam masuk ke basecamp dengan muka datar, celingukan mencari Rangga dan Reno. "Kita berangkat sekarang aja mending. Daripada goler-goler gini doang, ntar malah keburu malem pas sampai puncaknya!"

Baru saja aku ingin angkat suara soal pengurusan simaksi, Adam sudah lebih dulu menyodorkan tiket padaku, lengkap dengan stikernya. Seketika teman-temanku langsung berseru heboh memuji betapa luar biasanya pengorbanan Adam yang memilih antre sendirian untuk daftar ulang, bukannya ikut goler-goler bareng yang lain.

"Sumpah, lo antre ini sendirian, Bang? Gila!" Seru Vika yang ikut meneliti lembaran berupa tiket masuk dan stiker Gunung Merbabu, sebagai kenang-kenangan gratis.

"Wah, Reno bohong berarti! Tadi pas gue tanya Bang Adam ngilang ke mana, Reno bilang Bang Adam ngerokok di luar. Nggak taunya malah antre buat registrasi ulang!" Alesia ikut menimpali.

Tidak lama kemudian, Reno dan Rangga muncul. Kami langsung memungut barang bawaan kami dan mulai meninggalkan basecamp. Sebelum mulai muncak, kami perlu diberi pengarahan terlebih dahulu oleh petugas untuk diberi tahu rules apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Juga untuk dicek kelengkapan peralatan mendaki. Semuanya harus lengkap dan sesuai prosedur. Tidak boleh asal-asalan. Bahkan stok air minum yang dibawa saja dicek. Minimal satu orang harus membawa minum satu setengah liter. Kali ini aku jadi merasa sangat berterima kasih pada Adam karena dia mengingatkanku. Kalau tidak, mungkin kami akan lebih lama melewati proses ini karena harus membeli air minum yang kurang dulu.

Setelah kurang lebih setengah jam kami diberi wejangan dan pengecekan peralatan, akhirnya kami bisa berangkat. Wajah Vika sudah berubah cerah dan memimpin di depan bersama Rangga seperti biasanya.

MERBABY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang