"Pada belum selesai ngerjain?!" Tanya Reno padaku.
Aku mengedarkan pandangan pada sekitar, lalu menggeleng. "Heran gue, kenapa pada lama banget sih, ngerjainnya?!"
Reno ujian di ruangan kedua, satu ruangan dengan Adam. Dia baru saja keluar, sementara aku sudah keluar dari tadi dengan Alesia dan beberapa temanku yang lain. Rasanya lidahku gatal ingin bertanya pada Reno, apakah Adam sudah selesai mengerjakan atau belum. Biasanya sih, jam segini Adam sudah selesai.
Saking inginnya bertemu dengan Adam setelah selesai UAS, aku sengaja mempercepat waktuku dalam mengerjakan soal. Biasanya kalau tidak bisa mengerjakan aku akan membiarkannya kosong, lalu melamun sampai mendapat wangsit. Atau kalau ada kesempatan, bisa minta jawaban pada Alesia. Namun, kali ini aku langsung mengarang bebas seluruh jawaban yang soalnya agak sulit, tanpa mau berpikir panjang.
Aku sudah bertekad akan mencegat Adam di parkiran dan menodongnya untuk berjalan-jalan keliling Jogja. Atau melakukan apa pun bersama, layaknya sepasang kekasih pada umumnya. Kalau Adam nggak punya ide, mungkin aku akan mengajaknya ke Pasar Bringharjo. Apa lagi kalau bukan ingin membelikan dia batik yang motifnya lebih bagus dan modern.
Tiba-tiba saja aku teringat oleh baju Pak RT itu, dan tertawa sendiri.
"Nggak jelas banget lo, tiba-tiba ketawa sendiri!" Cibir Alesia.
"Asli, belakangan ini gue perhatiin Tyra happy banget deh. Bawaannya girang aja gitu. Kenapa sih, Tir?!" Tanya Reno.
Tepat saat Reno menyelesaikan kalimatnya, Adam keluar dari kelas. Saat ini aku dan Alesia sedang duduk di antara ruangan satu dan dua, sambil menunggu Vika selesai mengerjakan soal.
"Iya, Tir, lo kalau ada kabar yang happy-happy gitu, bagi ke kita dong! Masa cerita ke kita pas lagi galau aja sih?!" Tambah Dicky yang juga baru muncul.
Dicky duduk di sebelah Reno. Aku agak terkejut ketika Adam ikut duduk di sebelah Dicky. Tumben dia nggak langsung pulang. Apa dia memang sengaja mau bertemu denganku dulu sebelum pulang?
Aku nggak sempat menjawab pertanyaan mereka, karena perhatianku sudah teralih pada Rangga dan segerombolan temanku yang menghampiri kami. Mereka langsung ribut membahas soal. Dicky dan Alesia ikut nimbrung dan mengungkapkan betapa sulitnya soal yang baru saja kami kerjakan.
Pandanganku mengarah pada Adam yang sejak tadi hanya diam menyimak. Sejak dulu, Adam selalu menjadi pengamat. Jarang banget ikut nimbrung, meski topik obrolan itu menarik perhatiannya.
"Belum ada yang pulang duluan kan ini?" Tanya Rangga dengan wajah serius. "Ayo, guys, merapat!"
Keningku mengernyit heran. Jadi teman-temanku tidak langsung pulang, karena disuruh berkumpul dulu oleh Rangga? Aku langsung mengambil ponselku dan mengecek grup kelas.
Di sana, kutemukan Rangga memberi instruksi kalau setelah UAS, kita akan menjenguk Nana di rumahnya. Dua hari yang lalu Nana kecelakaan. Memang nggak parah banget sih, tapi dia mendapat beberapa jahitan di dagu dan sikunya. Aku sudah mendengar kabar itu sejak lama, dan sudah mengirim pesan pada Nana supaya cepat sembuh. Tapi aku baru tahu kalau kita semua akan menjenguknya hari ini.
"Udah pada tahu kan, rumahnya Nana di mana? Kalau bisa jangan naik motor sendiri-sendiri ya? Boncengan aja, soalnya rumah Nana halamannya kecil. Nggak bisa menampung banyak motor. Ini semuanya mau ikut kan?"
"Oh iya, Ga! Duit iurannya," celetuk Lala pada Rangga.
"Nah, iya. Kita iuran buat beliin Nana buah sama roti ya. Duitnya dikumpulin ke Lala."
Setelahnya Lala mengedarkan plastik hitam sebagai tempat uang iuran. Seperti biasa, cewek itu memang sangat berjiwa kepemimpinan dan punya banyak inisiatif untuk mengatur.
"Nanti motornya pada ditinggal di kampus aja. Terus berangkatnya bareng ya, jangan ada yang telat nyusul. Biar sampai di sana bisa bareng. Kalau ada yang telat kan nggak enak, nanti Nana jadi kurang istirahat, gara-gara tamunya nggak habis-habis." Lanjut Rangga.
Aku tidak memperhatikan ucapan Rangga lagi, jemariku langsung membuka room chat Adam untuk mengirimkan pesan padanya.
Aku : Pak RT, mau dibonceng kamu
Setelahnya aku melirik pada Adam yang sedang mengobrol dengan Rangga, entah membahas apa. Dilihat dari ekspresi Adam, sepertinya mereka tengah membahas soal rute yang akan diambil.
"Gue boncengan ama lo ya, Les?" Ajak Vika.
Alesia langsung mengangguk mantap. Dia menatapku kemudian menoleh pada Lira. "Lo boncengan ama Lira aja tuh, Tir!"
Ingin sekali aku menolak usul Alesia. Tapi aku nggak punya nyali untuk langsung mengatakan bahwa aku ingin dibonceng Adam. Apalagi teman-temanku belum ada yang kuberitahu soal hubunganku dengan Adam.
Aku menoleh pada Lira. Kulihat Lira sedang tertawa-tawa dengan Karen. Tanpa perlu bertanya lagi, aku tahu kalau dia pasti akan boncengan dengan Karen. Diam-diam aku bersyukur, sehingga masih punya kesempatan untuk boncengan dengan Adam.
Kami semua mulai berjalan beriringan memasuki lift. Teman-temanku mulai sibuk mencari pasangan untuk berboncengan. Sialnya, Adam nggak satu lift denganku. Tadi dia masih sibuk mengobrol dengan Rangga, sehingga langkahnya lambat. Sementara Vika dan Alesia sudah heboh mengajak jalan duluan.
Begitu keluar lift, aku langsung mengecek ponsel, dan pesanku belum di baca oleh Adam. Aku hanya diam di dekat lobi menunggu Adam dan rombongannya muncul.
"Ayo, Tir!" Ajak Vika. "Lo boncengan sama Dicky aja tuh!"
Tak lama Adam dan rombongannya datang. Dicky ikut berjalan bersama Adam ke arah kami. Senyumku merekah ketika Adam menatap ke arahku. Sayangnya tatapannya tetap datar seperti biasanya.
"Dam!" Tiba-tiba suara lain terdengar.
Langkah Adam yang semula tertuju padaku, kini berbalik. Di belakangnya Lala dan Gita berdiri.
"Ayo, Tir, gue bonceng!" Ajak Dicky.
Aku masih bergeming. Ekor mataku terus mengawasi Adam, Lala dan Gita yang kini sibuk membahas sesuatu. Adam tampak mengangguk-angguk, sementara Lala tersenyum sangat lebar. Setelahnya kulihat Gita berjalan meninggalkan Adam dan Lala. Aku tidak peduli Gita akan ke mana. Yang jelas, sekarang Adam malah berjalan dengan Lala menuju tempat parkir, melewatiku begitu saja.
Maksudnya apa sih?! Dia lebih memilih membonceng Lala dibanding aku?! Kalau saja cewek yang akan Adam bonceng adalah Vika, tentu aku nggak akan marah. Tapi ini Lala! Sejak awal aku punya rasa pada Adam, aku sadar kalau Lala adalah rivalku!
"Ayo, Dik!" Balasku pada Dicky.
Kemudian kami semua berjalan menuju tempat parkir. Aku berpisah dari mereka semua untuk mengambil helm di motorku. Tadinya Dicky mencetuskan ingin memakai motorku saja. Tapi aku menolaknya. Aku ingin dibonceng naik motor gede milik Dicky. Nggak mau kalah dengan Lala yang akan dibonceng naik KLX oleh Adam.
Emosiku membuncah ketika melihat Adam sungguhan berjalan menuju motornya bersama Lala. Mereka tampak terlibat obrolan seru, sampai-sampai Adam nggak melihatku yang berdiri lima meter dari tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MERBABY
أدب المراهقينKatanya, kalau pengin tahu gimana sifat asli seseorang, ajaklah orang itu mendaki gunung. Padahal Tyrandra tidak pernah tertarik dengan Adam, apalagi sampai kepengin tahu bagaimana sifat asli Adam. Namun, tanpa disengaja, mereka berada dalam satu k...