6

202 127 120
                                    

"Senangnya," ucap Lia girang, sembari menggenggam handpone. Ia terus menatap layar ponselnya setiap detik. Menunggu Azlan mengirimkan pesan. Kini, Lia tak lagi berdiri memandang jendela. Ia terduduk di tepi ranjang.

Regina melihat kelakuan Lia begitu berlebihan dan hanya menggeleng-gelengkan kepala. Tidak menyangka begitu senangnya Lia karena gebetannya.

Bosan melihati tingkah Lia. Regina celingak-celinguk mencari koper. Mau mengambil snack untuk di makan. Rasanya jenuh kalau tidak mengunyah. Setelah matanya menangkap sebuah koper, Regina segera turun dari ranjang.

"Duh, camilannya tinggal dua," gumam batinnya, memandang lesu. Jangan sampai makanan ringannya habis. Regina harus lekas membeli di warung atau alfamart.

"Mana? Azlan tidak mengirimkan pesan," ringis Lia. Menunjukkan wajah kecewa, merenung kosong pada handpone di tangannya. Benar kata otaknya jangan terlalu berharap nanti sakit.

"Yaelah Li, mungkin si Azlan lagi mikir panjang. Dia bimbang mau mendaratkan pesan," ucap Regina. Mana mungkin seorang pria bernama Azlan cuma memandangi nomor. Tidak berguna juga. Kali ini, Regina tidak mengemil dulu deh. lantaran, snack-nya tinggal dua.

"Udah belum Rin? Takut Lia dan Regina datang. Bisa mati kita," bisik Kaila. Membujuk Rinni agar cepat. Sahabatnya ini masih memvideokan sumur tua itu.

Rinni menghiraukan perkataan Kaila. Ia tetap fokus mengamati layar ponsel. Siapa tahu mendapatkan penampakan hantu kemarin. Kalau dapat, Rinni bisa menunjukkan kepada semua sobatnya.

Kaila menggepit kedua lengannya. Tiba-tiba hawa begitu dingin. Padahal, hampir siang pukul 11.00. Anggapan Kaila ini karena tertutup oleh pepohonan yang lebat. Jadinya begitu. "Rin, dingin. Ayo cepatlah," ajak Kaila, mengamati sekitaran pohon-pohonan rimbun.

"Iya, ini sebentar lagi," sahut Rinni, menghentikan rekaman videonya. Lalu memasukkan ponselnya ke saku celana. Menuruti Kaila untuk kembali ke dalam rumah.

"Kai, tumben lewat. Biasanya berdiam diri di kamar sambil menonton film horror," ceplos Regina, melihat Kaila sekilas. Dirinya tengah asyik mencari-cari makanan. Nyatanya tidak ada camilan atau snack.

Sadar perkataannya tidak dibalas oleh Kaila. Regina berbalik badan. Tak ada orang. Tadi itu seperti Kaila melintas serupa mengenakan baju merah ingin ke kamar mandi. Seandainya, Kaila menggunakan pakaian bernuansa merah tidak papa, lantaran matahari terbenam masih lama.

Tidak menemukan camilan, Regina memutuskan menonton televisi di ruang tamu. Saat hampir tiba, Regina melihat Kaila dan Rinni sedang berjalan masuk dari pintu depan. Bulu kuduk Regina naik terdiam mematung. Siapa yang ia lihat berusan?

"Loh, Kai. Tadi bukannya kamu di dapur? Maksudnya lewat," bergetar Regina, jari telunjuknya mengarah ke dapur. Seumur-umur hidupnya, baru kali ini mengalami hal seram.

Kaila menatap absurd Regina. Padahal, ia baru sampai. Mana mungkin secara tiba-tiba Kaila berada di dapur. awalnya, Kaila mau melalui pintu belakang, eh tidak jadi gara-gara takut ketahuan. "Ha? Halusinasi kali Re," jawab Kaila seadanya. Sebenarnya ia sedikit percaya ketika melihat bentuk muka Regina tercengang.

"Terus kalian berdua darimana?" tanya Regina mengintimidasi. Mengamati bergantian antara Kaila dan Rinni.

Kaila tertegun atas pertanyaan Regina. Namun, Kaila mencoba tenang. "Barusan, aku memfoto Rinni di pohon itu," tunjuk Kaila asal, pada salah satu pohon. Terpaksa ia berbohong. Semoga Regina tidak ingat tentang dirinya mengajaknya ke sumur tua.

Tanggap akan bualan Kaila. Rinni mengangguk. Sudah tak sabar ingin menyaksikan hasil rekamannya. Tetapi, barusan ketika merekam tidak ada merah-merah yang Rinni lihat. Coba saja nanti lihat lagi.

MERAH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang