Segera mungkin Lia menambah kecepatan langkahnya, serta Regina menyusul dibelakang. Akhirnya sampai diperkarangan rumah Ibu Mei. Halaman yang kecil, namun klasik. Disini tak ada pagar, tapi langsung menampilkan pintu rumah.
Tak mau banyak membuang waktu, Lia bergegas mendekati pintu.
Tok! Tok! Tok!
Baru saja mengetuk, spontan wanita setengah baya membukakan pintu perlahan-lahan. Betul itu emak kemarin yang mengajak Lia mengobrol ditukang sayur. Sang ibu menatap bingung antara Regina dan Lia.
"Siapa ya? Ada perlu apa?" tanyanya sambil mengerutkan kening. Dari pandangannya ia memandang berselang-seling.
"Ibu masih ingat saya? Yang lagi itu di tukang sayur," seru Lia kepada Ibu Mei. Masa iya dia gak ingat? Tidak mungkin-lah. Baru kemarin bertemu masa langsung lupa.
Ibu Mei mengamati wajah yang barusan mengutarakan kata. "Bentar, oh ya. Neng yang tinggal di rumah sekelilingnya banyak pepohonan?" ibu Mei berbinar-binar heboh.
Lia tersenyum lebar. "Iya Bu, betul sekali. Untung ingat," lega Lia. Ia butuh basa-basi untuk menanyakan tentang tempat tinggalnya.
"Ayo silakan masuk," ajak ibu Mei seraya mengibaskan tangannya mengarah ke dalam rumah. Ia juga mempersilakan mereka untuk duduk disofa.
Lia dan Regina saling menyenggol bahu dan saling melirik mengisyaratkan duluan menanyakan perihal bangunan yang mereka tinggali saat ini. Sayangnya salah satu dari mereka tak mau mengalah buat bertanya lebih dulu.
"Bentar ya neng... Ibu mau ambilkan minum dulu," ujar sang Ibu berjalan meninggalkan Lia dan Regina.
"Kau lebih dulu!"
"Ish, mengapa jadi aku? Kau yang kenal!"
"Ya, sama aja!"
"Enggak mau ih!"
Perdebatan Lia dan Regina tak henti-hentinya hingga sang ibu sudah balik dari dapur sembari membawa nampan dan dua gelas air putih dingin. Ibu Mei tidak sadar bahwa sejak tadi ke-dua gadis tersebut sedang berdebat.
Baiklah, sekarang bukan waktunya untuk bercekcok. Lia harus mengalah."Bu, saya mau bertanya i-itu... A-anu rumah yang saya tinggali kisahnya," gugup Lia, menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Kan, sebelumnya Ibu tertunda berbicaranya karena teman saya menelepon," imbuh Lia, tertawa renyah.
Ibu Mei menatap Lia cukup lama. Terasa enggan menyampaikan tentang rumah tersebut. "Sebenarnya begini, saya bukannya gak mau mengasih tahu, cuma..." tunda sang Ibu kebingungan mencari kata-kata yang tepat.
Perkataan Ibu Mei sangat menggantung bagi Lia. "Kenapa bu? Please saya ingin mengetahuinya," mohon Lia penuh harap mendapati informasi tentang rumahnya.
"Enak juga nih kue-kuenya," ucap Regina serta merta mulutnya tak tahan melihat makanan ringan di dalam toples dan kaleng.
Lia memelotot kepada Regina. Sungguh memalukan saat tengah bertamu. "Hei! Kau jangan malu-maluin!" peringat Lia berbisik-bisik supaya Regina sadar, serta ibu Mei tidak mendengarnya.
Ibu Mei mesem-mesem memperhatikan kelakuan Regina dan Lia. "Makan aja nak, gak papa. Disini juga jarang ada yang memakannya," tutur ibu Mei lebih mendekatkan toples yang berisi kue keju kepada Regina yang sedari tadi sudah lapar mata.
Regina berbinar-binar melihat sang Ibu dan mengukir senyuman lebar memamerkan gigi putihnya nan rapi. Tidak tahan terhadap nafsunya ingin mencicip, buru-buru tangan Regina langsung membuka tutup toples. Mengambil lalu memasukkan ke dalam mulutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
MERAH [END]
Ужасыberkeinginan tinggal bersama para sahabat memang hal yang umum. Tapi apa daya jika mereka tak terlalu cukup uang untuk membeli tempat tinggal yang lebih memadai? Usaha pencapaian hasil yang memuaskan dan berhasil membeli tempat tinggal, mereka mulai...