"Kita lihat," tegas Lia, melawan rasa takutnya. Meski, seumpama kekecutan terus-menerus mengelilingi hatinya dan kerikuhan ini dipelihara bagaimana mau mengetahui realitasnya?
"APA?!" pekik mereka bertiga serentak. Terpengarah mendengar omongan Lia.
"Kenapa kalian? Kai, kamu katanya tidak takut hal horror, ayo duluan," suruh Lia, mengajaknya berdua saja menuju ke ruang tamu, jika Regina dan Rinni tidak berani.
Seketika Kaila menegang, matanya tertuju pada Lia. Walaupun, ia tak berkeyakinan dengan horror di dunia nyata, tapi kalau seperti ini siapa aja akan ketakutan dan gelisah. Termasuk dirinya.
Kaila bimbang merespons permintaan Lia. "Ha? Aku? K-kamu aja deh," tergugu Kaila, lalu terkekeh renyah. Semua manik mata memandangnya.
"Tadi bilang gak percaya begituan," sindir Regina, merceling ke Kaila yang masih tetap setia terduduk. Kaila berada dalam pikirannya sendiri. Hanya piring jatuh saja sampai susah ingin bergegas ke ruang tamu.
"Mending, bareng-bareng aja. Biar adil," pinta Kaila, sedikit menekan kalimatnya supaya Regina juga ikut merasakan bagaimana gentarnya.
Mereka terdiam memikirkan tuturan Kaila. Masuk akal juga si, bersama-sama melangkah menuju ruang tamu.
"Boleh juga," jawab Lia, antusias. Ide yang bagus. Dianalitisnya sejak tadi tak memunculkan persepsi seperti itu. Hanya menghadirkan siapa yang mau menemaninya.
"Yaudah, ayo," ajak Kaila.
Sepakat atas solusi Kaila. Mereka memutuskan berjalan beriringan. Lia paling depan dan Rinni paling belakang. Jalan pelan-pelan mengarah ruang tamu, beberapa ada yang gemetar. Rinni sibuk memvideokan. Seandainya betul hantu lumayan bisa ditaruh di sosial media. Sementara, Regina mengunyah tidak jelas di dalam mulutnya.
"Sebentar lagi," ujar Kaila merinding,detak jantungnya sangat kencang. Hampir memasuki kegelapan serupa ingin memasuki alam gaib kayak di film-film horror. Kaila memejamkan matanya rapat.
Lia yang tidak bisa melihat apa-apa segera meraba-raba dinding, mencari sakelar lampu. Setelah menemukannya Lia langsung memencetnya dan sedetik kemudian menyalah terang. Ia memperhatikan sekelilingnya. Suara apa tadi?
Tidak ada benda apapun jatuh.
Semuanya rapi.
"Li, benar piring?" tanya Kaila, tampak bergetar memegangi bahu Lia saking takutnya. Tidak ada jawaban, Kaila berkeputuskan membuka indra penglihatannya. Lia sedang memandanginya, Rinni stay mengabadikan, dan Regina mengunyah sambil melirik kiri dan kanan.
"Enggak ada apa-apa," heran Lia, padahal tadi sangat jelas indra pendengarannya bahwa itu beling jatuh. Entah piring atau gelas. Fenomena nan ganjil.
"Heh, itu apa?" histeris Rinni mengamati handpone-nya dengan rupa terperanjat. "Merah-merah, " lanjut Rinni, semakin dekat ke lemari hias berisikan piring dan gelas.
"Apa Rin?" Lia mendekat ke arah Rinni seraya memandang ponselnya lagi memvideokan. Tanpa ragu Lia lebih mendekatinya.
Kaila tengah memandang Rinni terheran-heran. Ia sangat penasaran, sampai memutuskan untuk menghampiri, melangkah sangat pelan. Sontak, detik-detik mau mencapai lemari itu, Rinni berteriak gaduh.
"AAAHH!" pekik Rinni, melempar gadgetnya ke tembok. Sebab, merah-merah barusan mendadak menjadi sosok muka, mata putih dan memakai tudung.
"Ih Rinni, aku hampir jantungan," ketus Kaila, mencengkeram dadanya super-super kaget. Memundurkan diri perlahan-lahan ke dinding.
Wajah Rinni tampak syok, detak jantungnya tidak keruan. Bibirnya bergetar. Rinni terduduk di lantai berdiam diri. Kelihatan sekali Rinni sedang terguncang, tidak bisa berkata-kata. Manik matanya kosong melihat garis-garis lantai.
"Rin," panggil Lia, panik. Ia menyejajarkan tinggi tubuh Rinni yang masih terduduk diatas lantai. Lia takut Rinni akan stres dan menggila. Jangan sampai itu terjadi. Regina dan Kaila membatu sembari memegang tembok memandang sahabatnya tersungkur.
Rinni menengok ketika Lia memanggil namanya. Ia mulai mengedipkan alat penglihatannya, menyesuaikan manik matanya pada wajah Lia. Rinni tersadar, napasnya terengah-engah menatap muka Lia. Sedetiknya, Rinni melihat Kaila dan Regina masih terpaku khawatir bercampur ngeri.
"Aku gak papa," ujar Rinni, melihat handpone-nya masih utuh tidak hancur. Bergegas mengambil ponselnya, hendak menghapus video tadi. Ia takut akan membayangi rupa hantu tersebut. Memakai tudung merah. Rinni tak sempat melihat bawahnya. Entah memakai apa.
"Syukurlah," sahut Lia, mengelus-elus bahu Rinni guna menenangkannya selepas peristiwa tadi. Dirinya tak tahu apa yang dilihat oleh Rinni. Cukup kencang juga sahabatnya berteriak.
****
Pasca insiden tadi mereka berempat melanjutkan sarapannya. Kini hanya ada suara garpu yang meramaikan. Semua berada jeluk pikiran masing-masing. Sibuk melahap mie goreng, Regina habis terlebih dahulu. Kemudian beranjak dari meja makan. Melakukan aktivitas kesukaannya.
Melihat Regina bangkit. Yang ada disana lebih mempercepat mengunyahnya. Semuanya, sama-sama ingin melakukan kegiatan. Mumpung libur. Bersantai-santai dan berleha-leha dirumah baru mereka. Sekarang memang orang tua tidak ada. Alhasil, bebas tak disuruh ini, itu. Walaupun begitu, bukan berarti leluasa melantaskan hal negatif.
Satu demi satu mereka pergi tanpa saling berbicara. Saat ini meja makan sepi, piring-piring dan gelas masih jelas terpampang. Melihat itu, Lia lekas membereskannya dan mencucinya.
"Akhirnya sarapan selesai, sekarang nonton film horror," girang Kaila, menyalakan laptop sembari menyanyi-nyanyi tak jelas. Ia memperhatikan film-film yang akan ia tonton. Terbentang ada sinema berjudul sumur angker Kaila langsung memencetnya.
"Cocok juga nih tempat buat rileks sejenak, sambil makan snack." Regina merebahkan tubuhnya sembari mendengarkan musik memakai earphone biar tidak berisik. Surga bagi Regina ialah makan dan mengemil.
"Oh iya lupa belum posting foto tadi di meja makan," ucap Rinni, buru-buru menaruhnya. Mendadak, ia teringat peristiwa tadi. Ia dapat melihat tudung merah, rambutnya? Entahlah, panjang atau pendek tidak jelas dan mata putih penuh seluruhnya. Apakah itu hantu rumah ini?
Lia membersihkan piring-piring dan gelas dengan lemah gemulai. Sudah terbiasa seperti ini ketika selesai makan dirumahnya bersama orang tua. "Jadi rindu sama ayah dan mama," garau Lia, mesem-mesem.
Kaila menjeda movie sumur angker. Teringat omongan Rinni. Dia mengatakan katanya di belakang rumah ini ada sumur tua? Mungkin nanti Kaila akan melihat dan membuka penutup sumur itu, ingin mengetahui apa dalamnya. Paling cuman ditutup doang supaya tidak kotor.
"Kangen pakai baju merah ih," gerutu Kaila, cemberut. Sejak tinggal disini Kaila belum pernah memakainya. Menurut dirinya, merah melambangkan keberanian.
"Aneh, mereka bertiga sangat percaya begituan. Hanya mitos belaka. Gak perlu berlebihan. Lihat saja aku bakal membuktikan kalau itu mitos." Kaila sungguh nekat bakal menguji larangan kakek penjaga rumah ini terdahulu.
Selesai mencuci peralatan makan, Lia melamun sebentar. "Aku ingin menanyakan ke Rinni apa yang dia lihat tadi? Aku gak sempat melihat karena Rinni terlalu cepat bergeraknya," lirih Lia. Tak mau membuang waktu lama ia segera mencari keberadaan Rinni.
Kembalii lagii kitaaa hehe
Apa yang dilakukan Kaila nanti?
Hayooo...
Jangan lupa vote dan commentnya
Karena itu berarti :)
♡Helenahanum
KAMU SEDANG MEMBACA
MERAH [END]
Terrorberkeinginan tinggal bersama para sahabat memang hal yang umum. Tapi apa daya jika mereka tak terlalu cukup uang untuk membeli tempat tinggal yang lebih memadai? Usaha pencapaian hasil yang memuaskan dan berhasil membeli tempat tinggal, mereka mulai...