19

53 34 37
                                    

"Hm... Kaila kau memakai hospot ku kemarin," histeris Rinni menunjuk-nunjuk Kaila yang sedang mesem-mesem lantaran Rinni berhasil menebaknya.

Kaila tertawa, memperlihatkan gigi rapinya. "Tahu aja mbaknya." Kaila melayangkan tangan kanannya mengibas ke arah Rinni. "Iya, ya nanti akan ku gantikan," lanjutnya.

"Oke, kalau mau minta hospot lagi gak papa, kok." Rinni tampak ceria ketika Kaila rela membelikan kuota untuknya. Ya memang harus begitu, tanggung jawab. "Tetapi, enggak usah deh," imbuh Rinni. Perasaanya tak enak. Nanti dikiranya sama sahabat sendiri perhitungan.

Kaila mengerutkan kening. Rinni habis kesambet apa? Tumben menolak hadiah kuota. Dia kan hobi sekali main media sosial. "Loh? Kenapa? Gak biasanya menolak kuota?" tanyanya heran.

"Gini aja. Rinni akan ku kasih uang sebagai ganti rugi dari Kaila," ceplos Rafael bangga pada solusinya seakan-akan dirinya telah menemukan jalan keluar. "Selow, ini uangnya." tanpa memberi kesempatan berbicara, Rafael langsung mengasihi duit berwarna merah.

Sontak semuanya tertuju pada Rafael. Mereka terheran-heran. Yakin nih Rafael menggantikan kuota melalui duit? Padahal, Rinni kalau sekali beli kuota menguras dana, hanya untuk memainkan media sosial.

Terlebih Rafael baru saja memberikan duit berjumlah satu buah berwarna merah, betapa girangnya Rinni. Tinggal menambah 20 ribu, jadi deh membeli kuota double. Dengan entengnya Rafael mengasihkan uang seratus ribu tanpa menimbang-nimbang lebih dulu.

"Ck, gak perlu! Aku mempunyai duit lebih banyak dari Rafael." Kaila menyambar benda kertas itu dari genggaman Rinni, kemudian mengembalikannya kepada Rafael. "Ini aja Rin. Dia mah sok," cetus Kaila cepat-cepat merogoh saku ingin mengambil uang 50 ribu.

"Yeh, udah terima ini aja Rin. Lebih besar mampu membeli kuota dua kali lipat." Rafael menirukan kelakuan Kaila barusan yang langsung merampasnya, lalu mengembalikannya.

Rinni yang bingung dengan tindakan keduanya saling berlomba-lomba mengasihi uang untuk membeli kuota buat dirinya, hingga ia terdiam mematung menatap bergantian antara Rafael dan Kaila.

"HAI, stop! Kalian ini kenapa? Keputusan ada pada diriku. Dan aku memutuskan akan memgambil uang milik kalian berdua." secepat mungkin Rinni mencomot duitnya. "Nah, dengan begini adil kan? Enggak perlu saling merebut menyumbangkan duit kepadaku." Rinni tersenyum puas.

"K-kau curang sekali." Kaila menaikkan tubuhnya hendak merebut uangnya kembali, tapi Rafael menahan lengan kirinya.

"Biarkan saja Kai, hitung-hitung beramal," ucap Rafael seraya terkekeh-kekeh, menertawakan betapa lucunya Rinni sebagai orang yang akan disumbangkan.

Kaila menatap Rafael, tatapannya itu... haduh begitu menggiurkan ia sampai terpesona. Cepat-cepat menyadarkan diri, Kaila pun mengedipkan matanya, dan mendudukkan kembali tubuhnya.

Jantung Kaila berdegup kencang. Ia perlahan memegang dadanya untuk menormalkannya. Dalam waktu singkat Kaila membisu karena pandangan Rafael amat mempesona saat momen tadi.

"Rafael ayo pulang udah mau magrib."

"Pulang? Cepat sekali. Udah puas nih bermesraannya?" Rafael sengaja menguji kemarahan Azlan. "Yaudah, pamit." Ia buru-buru mendirikan raganya takut Azlan menjewer.

Azlan nyaris mengungkapkan sahutan tajam. Dan untungnya Rafael memadamkan emosinya. Ia ngeri Rafael tidak bisa menjaga rahasia, sebab Azlan menyukai Lia.

Azlan menarik tangan Rafael. "Li, a-ku pamit pulang ya... lain kali kita bakal mampir lagi kesini." Azlan mengucapkan kata dengan sedikit gugup. Kebiasaanya ini tak hilang-hilang kalau sedang berbicara dengan Lia.

MERAH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang