10

157 100 79
                                    

Tangan yang gemetar menciptakan gelas yang di pegang oleh Kaila ikut tergoyang. Menyeruput perlahan-lahan teh hangat untuk meredakan terguncangnya Kaila saat ini.

Pupil matanya menatap lurus ke dalam beling gelas. Kaila tak memedulikan Regina dan Rinni yang sedang bertanya-tanya perihal kejadian barusan di kamar mandi.

Ia hanya mau pergi dari bangunan ini. Kaila tak mau melihat hantu merah itu lagi.

Kapok yang dialami Kaila 2 hari berturut-turut.

"Li, apakah kau akan meninggalkan aku jika aku mau dibunuh oleh makhluk jahat itu?" tanya Kaila, menghadap ke arah sahabatnya.

Lia mengernyit. "Apa maksudmu?" sahut Lia, mencodongkan wajahnya kepada Kaila yang menatapnya sendu.

"Tadi pagi, aku bermimpi buruk. Kamu meninggalkan aku, saat aku sedang terikat rambut roh jahat itu," balas Kaila, mengeluarkan air matanya. Terlihat kekecewaan kepada Lia. Padahal cuma bunga tidur.

Lia terdiam atas ucapan Kaila sebegitu sedihnya. "Itu hanya mimpi Kai, gak akan terjadi," ujar Lia, memegang bahu sobatnya. Sangat yakin bahwa Kaila betul-betul ketakutan dan cemas.

"Kai, kamu belum menjawab pertanyaanku dan Rinni ketika dikamar mandi," ulang Regina, memajukan separuh tubuhnya agar lebih mendekat ke Kaila.

Menyadari ada badan yang mendatangi, Kaila segera menyeka air matanya. kemudian beralih menatap Regina yang bawel menanyakan peristiwa tadi. Kaila membisu, tak merespons permintaan penjelasan dari Regina dan Rinni. Ia butuh waktu untuk menceritakan semuanya. Saat sudah siap dan tekad sudah bulat Kaila pasti akan bercerita.

Regina yang menyadari pertanyaannya diacuhkan oleh Kaila. Segera menarik setengah tubuhnya.

"Aku mau ke kamar," ucap Kaila, sembari bangkit lalu berjalan menuju lorong.

"Aku temani," tutur Rinni, yang juga bangun dari sofa hendak menghampiri Kaila.

Mendengar kata 'temani' sesegera mungkin Kaila menghentikan kakinya. "Enggak usah, aku mau sendiri," sahut Kaila, kembali melangkah tanpa menoleh.

Baru saja Rinni mengangkat kaki kanan, Kaila langsung menolaknya. Terpaksa ia membatalkan. "Oke, baiklah," jawab Rinni, terduduk kembali dikursi panjang bersebelahan sama Regina.

Selepas Kaila pergi. Lia mau membicarakan tentang Kaila yang katanya mau pergi dari rumah ini. Kecewa pasti ada, lantaran hasil jerih payah mereka berempat. Nyatanya memang begitu. Ia juga mengkhawatirkan Kaila.

"Re, Rin. Kaila mau pergi dari sini. Katanya dia udah gak kuat," bisik Lia, memperhatikan wajah sahabatnya secara bergantian. "Namun, aku bimbang. Belum percaya sepenuhnya apa yang kalian lihat. Sebab aku gak pernah melihat hantu merah," sesal Lia, menunduk. Tak lama, ia mendongakkan kembali mukanya.

"Sebenarnya, aku melihat hantu merah itu, tetapi... kalian ingat kan? Ketika aku mengabadikan diruang tamu dan saat berjalan beriringan. Aku menatapnya hanya dari handpone dan gak pernah melihatnya langsung. Sialnya aku refleks menghapusnya," sesal Rinni.

Lia terangguk-angguk. "Kenapa kau  menghapus video itu?" heran Lia. Firasatnya betul, sahabatnya ini berbohong yang katanya ada cowok yang mau video call. Padahal, dia melihat hantu merah.

"Nah itu, aku menyesal. Aku syok dan ketakutan. Sosok itu gak terlalu menyeramkan, namun mampu mengagetkan serta ngeri selama tertangkap dikamera ponselku. Beda halnya dengan Regina, katanya gigi runcing dan muka berdarah-darah, tapi aku cuma mendefinisikannya memakai tudung merah, rambutnya aku gak jelas memerhatikannya panjang atau pendek, matanya seluruhnya putih dan sepertinya dia mengenakan gaun merah," terang Rinni, memberi gambaran momen makhluk tersebut saat masuk ke rekamannya.

MERAH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang