"Semoga Lia selamat," doa Regina sembari mengayunkan sapu di lantai paling atas. Sejak tadi ia hanya bermalas-malasan terhadap kegiatan menyapu.
Azlan yang sedang memegang kemoceng lalu menoleh. "Dia pasti lolos dari sini, tenang aja." antusiasnya Azlan memuji sekaligus menjawab doa Regina agar Lia molos dan berhasil sampai dirumah.
Menyimak omongan mereka berdua, hidup Rafael sekarang serasa hambar. Berleha-leha membersihkan langit-langit memakai kuas raksasa. Sedari tadi kotoran di plafon baru setengah yang bersih. Rasanya mau menyerah saja dalam kehidupan ini.
"SELESAI. Tinggal kalian bertiga saja yang belum." setelah mengeluarkan kata, Rinni refleks mengambil benda pipih kesayangannya. Melihat-lihat notifikasi masuk dari berbagai sosial media membuat Rinni sumringah. Ada juga lelaki yang dikenal Rinni dari instagram, tapi tak di balas-balas dm-nya.
"Rileks... rileks aja," canda Regina melambai-lambaikan sapu. Membersihkan kotoran di lantai menyantai saja, tidak perlu bersemangat.
Suara bagaikan bom terjatuh terdengar mampu mengangetkan ketiga manusia tersebut tengah serius melakukan aktivitas masing-masing. Rafael membanting sapu super itu dengan raut kesal, entah karena apa. Layaknya orang kesurupan tiba-tiba menggabrukkannya.
"Duh, Rafael kau mengagetkan saja," gerutu Rinni memasang wajah terkejut. Hatinya juga lagi resah ini gara-gara pria yang dikenalnya di media sosial tak lagi merespons kiriman dm-nya.
Tanpa basa-basi Rafael langsung pergi. Mengundang keheranan antara semuanya yang memerhatikannya. Hingga Rinni merasa aneh dengan kelakuan Rafael begitu janggal dilihatnya. Sementara Azlan mengerutkan kening. Tidak ada angin ataupun hujan, mengapa Rafael?
"Dia kenapa?" Rinni memandang Rafael yang perlahan-lahan mulai tak terlihat lagi bahunya. Apa karena omongannya barusan? Sehingga Rafael baper? "Karena aku?" imbuh Rinni menunjuk dirinya sendiri.
Regina mengalihkan pandangannya ke sosok Rinni. "Sepertinya bukan karena kamu, Rin. Gak mungkin cuma begitu doang Rafael sampai kayak gitu." Regina mengelakkan ucapan Rinni yang menduga Rafael sedemikian. Walaupun cuman asumsi, namun Regina yakin.
Kemoceng yang digenggam Azlan sontak mengikuti jejak Rafael yang asal menjatuhkan. "Kalian berdua bersihkan, aku mau menyusul Rafael," perintah Azlan dengan nada cepat, serta tidak menengok kepada orang yang disuruhnya.
Regina dan Rinni saling menatap. "Apa? Kita? Ih, ganggu aja. Udah tahu aku sedang memainkan hp," keluh Rinni tak terima suruhan Azlan yang dilemparkannya pada dirinya dan Regina.
"Turutin aja sih, Rin." Regina mulai khusyuk membersihkan lantai. Baguslah, mending Azlan yang menemui Rafael. Daripada seorang wanita takutnya Rafael mengamuk hohoho.
"Tap."---
"Udah, Rin. emang kamu mau gituin Rafael?" ketus Regina menakuti Rinni yang menggerutu atas amanat Azlan. Biar diam mulutnya, tak cerewet untuk berbenah ruangan besar ini. Lantas Rinni bersedia melanjutkan kegiatan Azlan membersihkan debu-debu di sekitar ventilasi.
Rinni medengus. "Baiklah," sahutnya hendak menghampiri kemoceng yang tergeletak di lantai. Memegangnya tak ikhlas saat melakukannya, tetapi ada benarnya ucapan Regina.
Regina tersenyum tipis menatap Rinni. Dia sudah menggenggam kemoceng mau menebas sisaan debu bekas Azlan yang belum tuntas. Kan Rinni sudah menyelesaikan membersihkan kaca, alhasil Rinni lah yang meneruskan, HUH. Dan Jika kegiatan Regina selesai, nanti gilirannya menyambung tugas Rafael.
KAMU SEDANG MEMBACA
MERAH [END]
رعبberkeinginan tinggal bersama para sahabat memang hal yang umum. Tapi apa daya jika mereka tak terlalu cukup uang untuk membeli tempat tinggal yang lebih memadai? Usaha pencapaian hasil yang memuaskan dan berhasil membeli tempat tinggal, mereka mulai...