24

42 25 23
                                    

Setelah menemukan gaun tersebut semuanya berkumpul kembali di dalam kamar. Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka. Cuma bisa memandang Ibu Mei menyusun gaun yang diletakkan di atas lantai. perkiraan Lia benar, gaun itu adalah yang dimaksud sang Ibu.

Sebetulnya Lia agak bingung gaun itu punya siapa? Hantu merah? Pasalnya ia tidak tahu pasti pakaian yang dikenakan hantu merah. Setahu Lia, hantu merah memakai tudung merah dan wajah menyeramkan. Selain itu Lia tidak mengetahuinya lagi.

Paras yang mengerikan masih tersimpan di memori otaknya. Kala itu hantu merah sangat berdekatan dengan muka Lia, nyaris menempel. Darah kental meliputi seluruh wajah hantu tersebut.

"Ibu mau memeriksa gaun ini dulu, takutnya salah," ucap sang Ibu sembari meraba-raba tekstur gaun bernuansa merah itu. Ibu Mei tampak menutup kedua matanya demi memastikannya menggunakan penglihatan dalam.

Rinni mengamati rekaman video hasil tadi ia mengabadikan. Rinni tak memasuki ruangan bersama Lia dan Regina. Menurutnya karena gelap dan terlalu takut, Jadinya Rinni memvideokan dari luar lalu merekam  di bilik tersebut. Awalnya Rinni biasa saja saat mengawasi layar ponsel lantaran tidak ada apa-apa.

Tetapi ketika durasi pertengahan di video ada kejanggalan. Tepatnya di samping ventilasi. Lantas Rinni menghentikan rekamannya. Kedua matanya mendekat berfokus pada sisi jendela. Tidak puas melihatnya, Rinni pun memicingkan penglihatannya.

"Apa ini?" Rinni masih melihat lama penampakkan sesuatu. Cukup lama meneliti, pengamatannya adalah hantu merah. Pantesan aja hanya kelihatan tudungnya tidak terlihat wujud lainnya. "Guys, lihatlah hasil rekamanku. Aku mendapatkan penampakkan hantu merah, tapi tudungnya doang," heboh Rinni memperlihatkan hasil videonya. Namun diakhir kata Rinni tampak memelas.

Semua mata tertuju pada ponsel Rinni. Secara sekilas memang tidak terlalu jelas, tetapi saat mendekatkan alat penglihatan pada layar handpone kelihatan gamblang. Regina semakin mendekat ke gadget Rinni kemudian merebutnya.

"Iya, itu tudung hantu merah." Regina menyeru sambil mengunyah makanan di dalam mulutnya, yang menyebabkan sembur-sembur butiran camilan yang sudah hancur.

Rinni mengambil kembali gawai pintarnya seraya mengusap-usap. "Kebiasaan, Regi. Makananmu telan dulu," gerutu Rinni sebal mengkhawatirkan ponselnya.

Regina memancarkan raut sinis. "Udah lah Rinni jangan menyebutku Regi dan Regi. Namaku Regina!" Regina merengek meratapi nasibnya yang terpanggil mirip dengan nama lelaki oleh Rinni secara sengaja.

Lia menyaksikan mereka berdua tengah meributkan nama. "Eh, berarti tadi pas kita merasakan hawa begitu dingin ... hantu merah ada disitu," getar Lia. Bulu romanya mulai berdiri.

Rinni dan Regina mendadak mematung seusai mendengar tuturan Lia menciptakan rasa tegang dan takut. Ibu Mei juga mendengarkan omongan Lia, tapi beliau menanggapinya biasa saja.

Makin lama suasana menjadi hening tak ada yang melontarkan kalimat. Sudah puas memeriksa gaun, sang Ibu mengalihkan pandangannya ke seluruh teman Lia.

"Kalian tenang aja selama air suci masih bersecucuran di area bangunan ini, hantu merah gak akan berani mengusik atau mencelakakan kita." Ibu Mei tersenyum damai kepada semuanya yang barusan mulai ketakutan.

Kompak mengangguk, mengiyakan penjelasan Ibu Mei bikin menenangkan keadaan menjadikan hawa sepi dan mencekam sekarang berubah adem. Tapi Rafael konsisten murung tatkala mengingat kondisi Kaila.

MERAH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang