Seusai bergelut dengan Pak satpam akhirnya Lia, Regina dan Rinni diperbolehkan masuk karena Rinni memberi uang sebesar 50 ribu. Wajar, Rinni itu mudah sekali asal menyongok orang menggunakan duit.
Dan Pak satpam langsung menerimanya, tak luput dari wajah berseri-serinya. Melangkahkan kaki dengan seirama menghasilkan perasaan tegang serta was-was mengamati setiap sudut halaman kampus yang sepi.
Terus mengegahkan kedua kaki, lama-kelamaan sepasang mata dari mereka mengamati sekitar, takut ada dosen yang sedang berpatroli menyelusuri setiap sisi bangunan kampus. Setelah memperhatikannya dengan teliti memang tidak ada manusia pun berkeliaran.
Perasaan Lia tak karuan saat on the way masuk ke ruang kuliah. Betapa malunya jika dirinya dilihat oleh Azlan. Namun, ia berupaya menenangkan pikirannya ketika mau memasuki ruangan. Sementara Regina tampaknya santai-santai aja.
Rinni menekuk wajahnya saat detik-detik tangannya membuka pintu ruang kuliah. Melayangkan raut terkejut menyadari pintu terbuka secara tiba-tiba, Mr. Aydin mengerutkan kening. Sedangkan Regina yang berlagak biasa saja konstan duduk di tempat kursinya. Ia tidak memedulikan tatapan membunuh dari sang dosen.
Lia berjalan pelan memperlihatkan cengiran hambar kepada seisi mahasiswa yang menatapnya datar. Regina, dia menampilkan mimik takut lantaran duduknya berhadapan dengan Mr. Aydin.
Sang dosen masih kukuh mengamati gelagat Regina yang asal mendudukkan bokongnya. Sadar atas sosoknya yang terus-menerus dipandang, Regina pun memperlihatkan gigi ratanya kepada Mr. Aydin yang tetap saja bungkam tak melontarkan kata.
"Kamu, REGINA! berdiri dihadapan saya!" gertak sang dosen memicu kengerian pada penghuni ruangan tersebut. Mata Regina fokus pada Mr. Aydin yang kelihatannya sudah sangat murka, ditambah urat-urat lehernya terlihat.
Menampakkan deretan gigi, kini Regina merapatkan mulutnya. Kekecutan hati mulai melanda selepas menyaksikan betapa seramnya Mr. Aydin menyuruhnya untuk berdiri dihadapannya. "Nanti aja, Pak. P-pulangnya," lirihnya tertawa getir.
"SE-KA-RANG!!!" Huh, double sekali horornya menonton Mr. Aydin sembari memukul meja. Cukup satu kali pukulan mampu menciptakan suara keras. Hampir saja Regina terlonjak dari bangkunya karena kaget.
Sumpah, bagi Regina sekarang Mr. Aydin benar-benar marah, dan niat sekali memukul meja saking kencangnya. Kira-kira punggung tangan Mr. Aydin sakit gak ya? Ia lihat si merah pekat. Pastinya lagi menahan perih, sebab malu kalau mengatakan 'sakit'.
Lantas, Regina mendirikan tubuhnya melangkah menuju ke depan kelas, kemudian bersemuka dengan sang dosen, yang sepertinya kemarahannya sudah reda. Penglihatan datar, serta jengkel tersimpul dari diri Mr. Aydin.
"Hukuman kalian adalah berdiri di halaman kampus selama satu jam, serta kaki terangkat satu," tegas sang dosen terhadap ketiga gadis dihadapannya ini. Nadanya begitu rata, tak ada liku-liku. "Azlan! Kamu perhatikan mereka bertiga! Kalau kamu meringankan hukumannya, maka kamu akan mendapatkan hukuman lebih berat dari mereka bertiga," ancam Mr. Aydin supaya Azlan tak melanggar wanti-watinya.
"Baik, Pak," jawab Azlan mematuhi perintah sang dosen.
"Li, nanti suruh Azlan mengentengkan hukuman kita ya?" Regina berbisik-bisik di kuping Lia yang juga mendengarkan bisikan Regina.
Lia menimbang-nimbang. "Enggak boleh gitu, Re. Kita pantas mendapatkannya," tolak Lia membenarkan. Itu juga, biar Regina tidak memperoleh hukuman terus.
![](https://img.wattpad.com/cover/222502480-288-k792049.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MERAH [END]
Horrorberkeinginan tinggal bersama para sahabat memang hal yang umum. Tapi apa daya jika mereka tak terlalu cukup uang untuk membeli tempat tinggal yang lebih memadai? Usaha pencapaian hasil yang memuaskan dan berhasil membeli tempat tinggal, mereka mulai...