16

77 40 36
                                    

Kaila membuka laptopnya. Ia mau melihat-lihat film horror yang akan di download. Mumpung hospot Rinni belum dimatikan. Kesempatan bagus dong jadi Kaila dapat memakainya sepuasnya.

Santai, andaikan kuota Rinni habis. Kaila akan menggantikannya. Walaupun, kedua orang tuanya begitu, tapi ia tetap dikirimkan uang yang cukup memadai.

Sesungguhnya Kaila tak terlalu mengharapkan uang, hanya butuh waktu luang dari kedua orang tuanya. Tetapi, kenyataannya? Tidak seperti harapan. "Lupain ah, kenapa jadi banyak pikiran si. Udah gelisah sama sumur tua, serta Regina dan Rinni." Kaila mendengus sebal.

Keresahan telah menggerogoti Kaila. Sontak terdengar deritan pintu terbuka membuat Kaila sedikit kaget. Menoleh ke arah pintu kamar, ternyata Lia sedang menyengir. "Li, kenapa?" Ia melongok bingung.

"Ayo, kita bersih-bersih," ajak Lia menyeru semangat 45. Bahu-membahu membuahkan suatu pekerjaan menjadi cepat dan mudah selesai. Feeling Lia setelah masuk kuliah pasti ada orang yang akan mampir.

Senyuman mengembang dibibir Kaila. "Tumben? Jangan-jangan ada tamu nih yang mau datang," goda Kaila menunjuk-nunjuk Lia.

Lia membuang muka mengatasi salah tingkahnya. "Apa si Kai, siapa juga yang mau datang kesini? Rumahnya aja jauh dari jalan raya," elak Lia menutupi wajahnya. Ia membayangkan kini pipinya sudah semerah tomat.

Kaila tertawa menggoda, lalu mematikan laptopnya hendak bangkit melangkah keluar kamar. Betapa terkejutnya saat baru berjalan sampai depan pintu. Regina dan Rinni sudah siap dengan peralatan masing-masing.

Regina memegang sapu, Rinni menjawat serbet. "Mantap sekali kalian." Kaila berjalan santai menatap Regina dan Rinni dari atas sampai ujung kaki. Insten sekali matanya memandangi mereka berdua.

Regina dan Rinni saling melirik. Mengisyaratkan kebingungan. Kaila kuno. Apa dia tidak pernah menyentuh alat rumah tangga sama sekali selama tinggal bersama orang tuanya?

"Norak!" sarkas Regina sewot kepada Kaila yang masih senyum-senyum serupa mengejek. "Awas aja, akan ku suruh mengepel memakai lap," gumam batinnya. Biar tahu rasa bagaimana menggunakan perabot rumah tangga yang kampungan.

"Bawa perasaan mulu si Re," ucap Kaila mengerutkan bibirnya. Ia hanya bergurau saja tidak benar-benar meledeknya.

Regina memandang arah lain. Diliriknya kembali Kaila, dia tampak mau melakukan sesuatu. Kaila mengangkat sapu super besar yang dapat membersihkan kotoran paling atas diplafon.

Memegang sapu yang luar biasa, Kaila memamerkan kepada ketiga sobatnya yang lagi tercengang. Mungkin mereka bingung dan heran bagaimana Kaila mempunyai dan menemukannya? Nanti ia akan menjawabnya bila mereka bertanya.

"Kai, kau dapat darimana?" Lia menganga melihati sapu super besar itu. Ia tak percaya kalau Kaila membawanya dari rumah. Lagian juga ketika sampai dia tidak membawa satupun barang yang berat.

"Aku menemukannya disamping rumah ini," jawabnya mendongakkan wajahnya memperhatikan sapu yang amat membanggakan.

Lia mengangguk-angguk ber-oh ria. "Ayo mulai, aku mengambil pel dulu dikamar mandi." Lia membalikkan tubuhnya melangkah menuju arah dapur karena letak kamar mandi berada dekat dengan ruang memasak.

"Lebih baik kau menggunakan lap aja sekalian membantu Lia." Regina tertawa mengejek. Ia sengaja tak memberi tahu usulannya tertuju ke siapa.

Kaila menyipit. "Ya, kau menyuruhku," ujarnya memandang kesal pada Regina. Dia hawanya marah mulu, dan untungnya tadi pagi tidak meminta hospot ke Regina.

**

Membutuhkan 2 jam membersihkan seluruh siku bangunan. Kaila yang awalnya menjijit terkadang menarik-narik kursi yang berasal dari meja makan, sekarang sudah terkapar lemah disofa ruang tamu. Napasnya tak teratur dan keringat sedikit bercucuran dipelipis, serta leher.

MERAH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang