20

50 32 10
                                    

Drttttttt!!! Drrrtttttt!!!

Bunyi handpone bergemuruh di sofa panjang. Sang empu masih terlelap pada dunia mimpinya. Terasa berat sekali untuk beralih dari dunia ilusinya menuju nyata. Suara yang terus-menerus bergetar membuat Lia langsung terbangun.

Meraba-raba letak gadgetnya, Lia refleks mengangkat tanpa melihat nama yang tertera dari sang penelepon.

"Halo? "

"..."

"APA?!

"..."

"Baiklah, aku akan pulang."

Lia memutus sambungan secara sepihak. Mengetahui kondisi salah satu diantara sahabatnya ia langsung bangkit tidak memedulikan Ibu Mei entah sedang melakukan apa di dapur.

Hoodie yang masih melekat di tubuhnya memudahkan Lia konstan keluar dari rumah sang Ibu. Sedikit demi sedikit ia berlari kecil demi Kaila yang katanya tengah kejang-kejang dan tak sadarkan diri.

"Aduh, gregetan mengapa harus ketiduran? Ditambah di rumah orang lagi. Keadaan Kaila bagaimana ini?" setiap langkah, Lia tak henti-hentinya menggerutu. Kesal karena asal tidur.

Sekuat tenaga Lia mempercepat kakinya untuk segera sampai di rumah. Dugaannya, ini semua penyebabnya karena hantu merah mengganggu Kaila. Tidak tahu apa motif hantu merah itu mengusik kehidupan manusia.

Beberapa menit kemudian. Ah, akhirnya sampai juga. Tergopoh-gopoh Lia melangkah ke ruang tamu seraya celingak-celinguk, kemudian menyelusuri arah dapur. Melihat pintu kamar Rinni dan Kaila terbuka, Lia segera masuk.

Betapa terkejutnya dirinya hingga menutup mulut menggunakan kedua telapak tangan. Secara pelan-pelan Lia menghampiri Kaila yang terbaring lemah, serta kejang-kejang meliputinya. Seluruh lengan Lia bergetar saat mau menyentuh Kaila.

Matanya tertutup, namun segenap raganya kejang-kejang seperti tersengat listrik. Fenomena yang dilihat Lia benar-benar ada di dunia nyata, tidak cuman di film horror.

Lia seperti orang frustasi menyaksikkan sahabatnya seperti itu. Ia geram, sebab ketiduran sampai pagi tak mengingat para sahabatnya di rumah. Feeling Lia kemarin betul. Ikatan batin memang tidak bisa membantah meski tak sehubungan darah.

"Maafkan aku. A-aku ketiduran di rumah Ibu Mei gara-gara hujan. Bagaimana kronologinya? Hingga Kaila kayak gini?" Lia menatap bergantian antara Rinni dan Regina yang juga tengah bersedih.

Regina melangkah menghadap Lia. "Kejadian kemarin mengerikan sekali Li, seharusnya aku ikut sama kamu. Firasat aku... ini karena hantu merah! Seakan dia membenci Kaila." Regina mendeskrepsikan dengan singkat. Detailnya nanti saja ia akan menceritakan.

Lia memijit pangkal hidungnya. "Kondisi Kaila sekarang ... jujur aku tercengang," paraunya, menatap pilu pada Kaila. Lia mengurungkan niatnya menyentuh Kaila bukan karena ngeri, tetapi takut Kaila semakin parah keadaannya.

Sejak tadi Rinni tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia lebih memilih memeluk dirinya sendiri. Harus memutar otak untuk menyampaikan tentang Kaila membuka penutup sumur tua dan rencana mengenakan pakaian merah, biarpun sudah terlanjur terjadi.

MERAH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang