"Lia, Kaila," panggil Rinni mendekati mereka berdua yang masih menyaksikan film horror dengan khusyuk.
"Apa Rin?" jawab Kaila dan Lia bersamaan. Mereka berdua masih tetap menghadap layar laptop, tak memandang Rinni yang memanggilnya.
"Tadi ada kakek penjaga rumah ini datang, katanya kita gak boleh membuka penutup sumur tua dibelakang dan jangan memakai berwarna merah ketika matahari terbenam. Pamali," jelas Rinni menyampaikan amanat dari kakek penjaga rumah ini dimasa lampau.
"Oh iya Kaila, kau suka warna merah, jangan memakainya saat matahari terbenam!" lanjut Rinni, ia sangat takut Kaila akan melanggarnya. Kaila itu keras kepala dan mengeyel.
"Kapan datangnya Rin?" tanya Lia menoleh sangat ingin hendak mengetahui detail. Firasat Lia sudah ada, bawah rumah ini pasti ada misteri.
"Baru saja. REGINA! REGINA!" pekik Rinni. Regina senantiasa makan berkepanjangan tak mau berhenti.
Kaila konsisten menyaksikan film horror di YuTub. Ia tak sama sekali memedulikan perkataan Rinni yang serius. Tampangnya biasa saja seperti bodo amat. Nanti baru kena celaka akan kapok. Semoga saja Kaila mendengarkan dan menaatinya.
"Why Rin? Kau mengganggu waktu makanku," sebal Regina, ia masih keukeu menyantap santapan di dalam ceropong dan memegang pasokan makanan yang tersisa sedikit.
"Kerjaan Regi itu makan, makan dan makan," geram Rinni. Sahabatnya ini entah dari kapan jadi senang makanan.
"Udah malas. Regi, Regi. REGINA RINNI!" sungut Regina. Rinni ini selalu memanggilnya seperti itu, sampai pernah ia menyebut semacam itu, ada orang mengira Rinni sedang menyeru pria.
"Iya Regina, sini!" suruh Rinni untuk duduk disampingnya membantu menjelaskan tentang amanat kakek tadi.
"Apa?" ucap Regina menaruh bekalnya dimeja tempat laptop Kaila berada.
"Coba jelaskan pesan dari kakek tadi," pinta Rinni bernada serius. Soalnya barusan ia dan Regina saja yang mendapati perintah kakek itu.
"Iya, tadi kakek penjaga rumah ini bilang jangan pernah membuka penutup sumur tua dibelakang dan juga jangan memakai berwarna merah saat matahari terbenam," jelas Regina sedikit takut melihat ketegangan wajah Lia dan Rinni.
"Kai dengerin! Jangan memakai berwarna merah sewaktu mentari tenggalam," titah Lia. Ia tahu sekali, Kaila itu tidak percaya mitos atau mistis padahal, suka menonton horror sama dengannya. Beda halnya Lia, ia mematuhi larangan apapun.
"Kalian percaya? Paling cuman mitos," santai Kaila berleha-leha bagaikan kekangan itu hanya angin lewat.
Lia, Regina dan Rinni menatap satu sama lain. Mereka bingung ingin mempercayai perkataan kakek itu atau Kaila? Entahlah semua terasa membingungkan. Harus percaya dengan siapa? Apakah benar rumah ini berhantu?
"Coba aku cari di google tentang rumah ini," ujar Rinni menyalakan handpone-nya dengam lincah, lalu mengetiknya.
"Aku heran kenapa rumah ini dijual dengan harga murah? Padahal tadinya harga rumah ini sedikit mahal. Namun, saat kita menawar lebih murah yang punya mau?" cemas Regina melihat dinding yang sedikit kotor.
"Ok google," ejek Kaila mengelih ke arah Rinni yang serius mengamati barang kesayangannya. Mendengar tuturan Kaila mencibir, Rinni menghiraukan. Tetap fokus mencarinya.
Lia tampak berpikir mencerna ucapan Regina sedikit masuk akal. Memang rumah ini lumayan besar sayangnya, kotor dan agak rusak. Mungkin murah karena itu. Namun mengapa kakek penjaga itu mengatakan hal yang agak horror? Serupa film hantu di YuTub Kaila, yang sempat Lia tonton.
Duh, Kenapa jadi memikirkan film horror? Gara-gara Kaila selalu menonton film horror dan senantiasa mengajaknya. Alhasil suasana membayangi hal-hal rumah berhantu terlempar ke dunia nyata. Barangkali hanya perasaan sementara tentang rumah ini. Kedepannya akan membaur dengan bangunan ini.
"Bisa jadi lantaran rumah ini cukup besar tapi, rada kotor dan rusak akibatnya di jual murah," sahut Lia, demi tidak mengajuk perkara horror. Seumpama mengaitkannya dengan horror, mesti hidup tak tenang.
"Iya juga Li. Gak salah pula kita mematuhi pesan dari kakek penjaga rumah itu kan?" yakin Regina melihat satu demi satu sahabatnya.
"Tidak ada satupun tentang berita rumah ini," celoteh Rinni sedikit kesal, sebab hasilnya tak kunjung dia dapat. Rinni sudah lihai memakai media sosial tapi, mengapa ketika mencari soal rumah ini tidak mendapatkan? Nihil.
Tiba-tiba Kaila membanting handpone di meja, sontak ketiga sobatnya kaget menoleh mengarah ke Kaila yang sedang menunduk. Wajahnya ditutupi oleh kedua telapak tangannya, ia seperti menangis.
"Kai kenapa?" Rinni berhenti dari kegiatannya, selepas terkejut melihat kelakuan Kaila begitu langka. Mampu membuat Rinni merinding.
"Itu semua hanya mitos!"
"Semua ini belum jelas, mengapa kamu jadi mengotot mitos?" lembut Regina bertanya, supaya Kaila tenang.
Kaila melepaskan kedua telapak tangannya dari mukanya. Kemudian melirik ketiga kawannya dengan tatapan sadis. Regina bergidik ngeri menatap lirikan Kaila begitu seram bak iblis. Rinni yang melihat mengerutkan kening sambil menopang dagu, sedangkan Lia memerhatikan gerak-gerik Kaila takut kesurupan.
"Kenapa?" serak Lia memandang Kaila yang masih mencerling secara bergantian. Bingung ingin berbuat apa, Lia memutuskan mendekati Kaila perlahan-lahan, beserta Rinni dan Regina dibelakang Lia.
"HAHAHAHA," tawa Kaila terbahak-bahak seraya memukul-mukul meja tempat laptopnya berada, sekaligus menunjuk-nunjuk satu-persatu sahabatnya. Kemudian Lebih tertawa keras terpingkal-pingkal.
"Oh Prank," jengkel Regina ingin sekali mencekik Kaila berkali-kali agar mati tak hidup lagi. Semisal di datangi hantu beneran tahu rasa tuh si Kaila.
"Gak lucu Kai," timpal Lia sembari membuka jaket yang ia kenakan sedari tadi.
"Eh tunggu-tunggu, aku mau tahu pas Kaila bilang rumah ini jelek, terus kenapa tiba-tiba jalan duluan masuk ke rumah? Ada ke janggalan," curiga Rinni seraya memicing ke arah Kaila.
"Oh itu, orang tuaku segera bercerai. Jadi, rasanya serba malas dan gak semangat," jawab Kaila memelas, mengingat hampir setiap hari kedua orang tuanya bertengkar terus. Sialnya Kaila menyaksikannya.
"Ha? Yang benar? Pantas, amat ngebet hendak tinggal bersama. Maaf ya Kai," sahut Rinni merasa bersalah atas ujarannya pada Kaila yang begitu menghina.
Kaila tersenyum ke Rinni. "Selow aja si Rin, kita kan Sahabat," ucap Kaila tertawa kecil. Saat Lia melihat tingkah Kaila yang seperti itu, tatapan Lia menjelma sendu memikirkan bagaimana Kaila mempertontonkan keributan kedua orang tuanya. Kawan macam apa tak tahu penderitaan sahabatnya sendiri?
"Udah malam, kamar kita bagi. Aku sama Kaila, Lia sama Regina," titah Rinni merapihkan tas ranselnya.
"Oke," jawab Lia dan Regina serempak. "Kami di atas ya," lanjut Regina hendak keluar dari kamar Kaila dan Rinni. Mengambil tas kopernya disamping sofa ruang tamu.
"Dah, selamat malam," lambai Lia tersenyum manis pada Kaila dan Rinni yang kelihatannya cape, ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur.
Haaaiii kembaliii lagii yuhuuu...
Gimana? Belum kelihatan horror nya ya? Nanti bakal ada kok tenang
Jangan lupa vote dan commentnya.
Karena itu sangat berarti bagi author :)
Jangan malas ges.
♡Helenahanum
KAMU SEDANG MEMBACA
MERAH [END]
Horreurberkeinginan tinggal bersama para sahabat memang hal yang umum. Tapi apa daya jika mereka tak terlalu cukup uang untuk membeli tempat tinggal yang lebih memadai? Usaha pencapaian hasil yang memuaskan dan berhasil membeli tempat tinggal, mereka mulai...