18

60 39 41
                                    

"Apa yang harus dibersihkan? Semuanya sudah kinclong gak ada noda." Kaila memperhatikan ke segala sudut toilet wanita. Seluruhnya sangat bening. it's ok, ia bisa bersantai seraya memakan camilan.

"Bagus dong... kita rebahan dilantai aja sambil mengemil." Regina menyandarkan punggungnya ditembok sembari berselonjor.

"Oke, ada untungnya, ada ruginya," ujar Kaila menggoyang-goyangkan badannya disamping Regina yang tengah memandangnya bingung. "Dunia adil gak si?" Kaila bagaikan linglung dengan kehidupannya.

"Heh, jangan berbicara begitu," peringat Regina tak suka Kaila mengucapkan kata mendeskripsikan persis orang putus asa. "Mau pakai hospot gak? Lagi banyak kuota nih," lanjutnya mempertunjukkan layar handpone.

"Yah... nanti dirumah aja deh buat download dan menonton film horror." Kaila sedikit bersedih, tumben-tumbenan amat Regina menawarkan.

"Sip, aku mau berkaca." Regina membangunkan tubuhnya langsung menghadap ke cermin wastafel. Membenarkan bajunya sedikit berantakan. "Kacanya bening ya," ucapnya seusai merapihkan.

Memerhatikan antara Regina dan cermin, Kaila memutuskan untuk berdiri ingin tahu kacanya sebening apa. "Hm, iya jernih sekali sangat jelas," tuturnya mengagumi cermin. Hanyut melihati wajahnya yang cantik tiba-tiba muncul sosok mirip hantu merah tengah menyeringai.

kini Kaila syok memandang hantu merah. Napasnya naik dan turun saat melihatnya. "Re! Re! I-itu hantu merah." seluruh raga Kaila gemetar. Sontak cuplikan kembali berputar ketika momen di kamar mandi. "GAK! GAK!" jerit Kaila memundurkan tubuhnya.

"Ada apa?" tanya Rafael refleks membuka pintu toilet. Ada kekhawatiran tatkala Kaila mendadak menjerit. Barusan Rafael berpura-pura meminta izin ke toilet demi mengikuti Kaila. "Kau kenapa?" Rafael menghampiri Kaila.

Terbengong beberapa saat, alhasil Kaila tersadar. Manik matanya bertabrakan dengan mata Rafael. Kaila akui Rafael memang tampan. Namun, keegoisannya lebih menguasai. "Apa?! Kamu ngapain disini?" gertaknya kepada Rafeal.

Rafael gelagapan. "A-aku kebetulan lewat mau ke toilet pria, lalu mendengar suata teriakan dari toilet wanita." tubuh Rafael bergerak ke kiri dan kanan seperti tak nyaman dengan posisinya.

Kaila memicing. "Pergi sana!" sarkas Kaila mengacuhkan kecemasan Rafael kepada dirinya. Pokoknya Kaila tak boleh jatuh hati.

Karena gugup Rafael pun menuruti perintah Kaila menyuruhnya untuk pergi. Ia bingung, kenapa tadi Kaila menjerit? Suaranya itu lumayan kencang. Coba saja banyak mahasiswa sedang melintas sudah pasti bakal heboh dan berkerumun.

"Gak boleh begitu Kai! Emang ada apa si kamu dengan Rafael?" Regina mau mengetahui apa yang disembunyikan Kaila tentang Rafael. Jujur saja dirinya kasihan sama Rafael barusan. "Ayo cerita!" Paksa Regina supaya Kaila tak memikul beban sendiri.

"Rafael? Gak penting! T-tadi dicermin ada hantu merah, Re." Kaila menunjuk ke kaca wastafel dengan jari bergemetaran. "Aku enggak tahan. Rasanya ingin sekali pergi dari rumah itu." kata yang sudah lama tidak Kaila ucapkan, sekarang terucapkan kembali.

"Masa iya? Ini kan di kampus bukan dirumah. Mau ngapain juga hantu merah disini?" Regina sedikit tak yakin apa yang dilontarkan Kaila. Ia percaya perihal hantu merah, cuma Regina tidak meyakini bahwa hantu merah ikut ke gedung kampus.

"Aku gak bohong Re, sumpah!" Kaila memperlihatkan dua jarinya sumpah serapah. Jelas sekali hantu merah melihati dirinya, mata putih nyalang, bibir menyeringai, tampak sedikit gigi runcingnya, dan wajahnya tidak berdarah-darah.

"Kok merinding ya? Makan dulu nih camilannya," suruh Regina.

Kaila mengamati pantulan dirinya dan Regina dikaca. Ia menjadi takut memandang cermin sejak sekarang.

MERAH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang