👑25 Edisi Bonus Tayang

1.6K 179 11
                                    

Kejadian yang mengakibatkan bertemunya Bagas dan Sea sukses membuat rumah gue gaduh. Tameng gue selama ini gunain Jono udah gak mempan lagi. Saat ini Papa, Nitra, dan si biang dari segala biang, Bagas, sedang membicarakan gue dan Sea. Entah, Sea gatel apa kagak kupingnya dibicarain kek gini.

"Kapan Kamu bawa Dia ke sini, Bang?" kepo papa.

"Kapan, Bang?" Nitra juga ikutan. Mereka antusias banget ama keberadaan Sea, tampang-tampang mereka keliatan berharap dan bahagia banget.

Gue buang napas panjang dan natap mereka jengah. "Akhir pekan."

"Minggu ini?" Nitra mastiin.

Gue ngangguk, "Dah, Aksa mau istirahat." gue segera bangkit dan beranjak sebelum mereka makin nanyain yang aneh-aneh. Astaga, hubungan gue dan Sea gak seindah yang kalian bayangin. Gue ingin bilang itu, tapi takut merusak kebahagian mereka. Bodoh amat lah.

"Bang, ceritain yang lebih dong!" pinta Nitra gue bodoh amatin. Abangnya abis masuk rumah sakit bukannya ditanyain keadaannya, malah ditanyain hal lainnya. Mereka keluarga gue bukan sih? Heran.

Habis mengguyur badan gue langsung baring ke kasur. Gue udah kehabisan tenaga buat beraktivitas lagi. Sesuai saran dokter dan Sea, gue mau istirahat lebih awal malam ini. Esok hari tugas masih menggunung.

"Aksa!" terdengar suara papa disertai ketukan pintu saat gue narik selimut.

"Iya, Pa. Pintunya gak dikunci." saut gue tanpa beranjak buat bukain pintu.

Papa mendorong pintu, beliau muncul membawa nampan di tangannya. "Isi dulu perutmu sebelum tidur, Bang. Minum obatnya juga."

Gue bangun dan negakin tubuh, lalu bersandar ke kepala ranjang. "Aksa udah makan bubur kacang ijo di sana. Sea yang beliin."

"Oh, gitu. Ya udah, Abang lekas istirahat." papa ngangguk lalu berdiri. "Aksa," papa berbalik ketika hampir tiba di pintu.

"Kenapa, Pa?"

"Papa rasa, Sea akan menjadi pendamping hidupmu yang baik. Jangan dilepaskan, eum?" wejangan papa gue tanggapi senyuman simpul. Beliau pergi setelah itu.

Pendamping hidup? Jangan dilepaskan?

Gue mendesah dalam, sangat dalam sambil narik selimut sampai nutupin seluruh badan gue. Tambah pusing kalo gue pikirin lagi.

_💍_

Akhir pekan ini gue akan mulai ngerjain permintaan maksanya si tengik. Karena di rumah ada si kecil, kurang memungkinkan buat ngerjain itu di rumah. Alhasil, si tengik yang bakal nyiapin tempatnya.

Bahan material yang dibutuhin udah gue siapin dari semalem dan udah gue masukin ke tas. Tinggal nunggu kang ojol nongol, gue siap berangkat. Anggep aja ini ekstra pendapatan gue.

"Se, Lu mesen ojol?" emak dateng ngehampiri.

"Iye, Mak." gue jinjing tas dan saliman ama emak. "Sea pergi dulu, assalamualaikum...."

"Wa'alaikumsalam, jan malem-malem pulangnya!" weling emak.

"Asyuap, Nyonya Zainab!" gue pun berangkat setelah itu.

....
Gue baru aja turun dari ojol, sekarang gue ada di depan gedung kantor gue yang lama. Entah, gue gak paham kenapa si tengik nyuruh ke sini. Mungkin karena di sini ada alat-alat yang dibutuhin kali, ya? Secara sekarang perusahaan ini sahamnya diakuisisi ama si tengik, jadi ada kepemilikannya. Mungkin.

"Baru datang Lu?" si tengik muncul dari dalam gedung sambil gotong kotak kardus.

"Iye."

Si tengik masukin kotak kardus berisikan entah apa itu ke dalam bagasi mobilnya. Dia ngisaratin gue buat masuk ke mobil. Lah, kok masuk?

"Buruan!" tegasnya karena gue mematung di tempat. Gue pun lalu masuk nyusul dia ke jok sebelah kemudi.

"Dipakek yang bener sabuk pengamannya!" dia ngingetin gue.

Gue paham, tengik! Gak perlu Lo ingetin terus! Omel gue dalam kalbu. Kalimat itu udah berulangkali dia ucapin tiap kali gue naik mobil ini. Sampek bosen dengernya.

Mobil bergerak perlahan, si tengik nyalain musik buat ngilangin kebekuan selama perjalanan yang mungkin terjadi. Begitu lagu diputar, seketika bibir gue bergerak ngikutin lagunya.

Is this the real life? Is this just fantasy?
Caught in a landslide, No escape from reality
Open your eyes, Look up to the skies and see,
I'm just a poor boy, I need no sympathy
Because I'm easy come, easy go, Little high, little low
Any way the wind blows doesn't really matter to me, to me

Mama, just killed a man, Put a gun against his head
Pulled my trigger, now he's dead
Mama, life had just begun
But now I've gone and thrown it all away

"Lu dengerin kek ginian juga?" gue ngadep ke tengik, gue lihat bibirnya komat kamit ngikutin lagu favorit gue, Bohemian Rhapsody milik band Queen idola gue.

"Meski Gue pecinta jazz, tapi, Gue gak nutup kuping buat musik lain. Lagu ini sangat bagus menurut Gue." paparnya membuat gue tertarik buat ngomongin ini lagu.

Dari sekian banyak orang di hidup gue, baru dia yang gue temuin bisa diajak ngobrolin lagu kesukaan gue ini. Sedekat apapun gue ama Bang Syam, gue gak pernah ngobrolin lagu ini sama dia. Wong tiap hari yang didengerinnya murotal quran, mana paham musik begituan. Bang Ucup? Itu orang sama aja kek Bang Syam.

"Bener. Makna liriknya multitafsir dan musiknya mengaduk-aduk emosi." imbuh gue bersemangat banget.

"Setuju." dia nengok sekilas sambil senyum. Masyaallah, senyumannya.... Astagfirullah! Sadar Sea, sadar!

"Mama, ooh.... Didn't mean to make you cry, If I'm not back again this time tomorrow, Carry on ... carry on ... as if nothing really matters." gue ama si tengik kompak nyanyiin bagian itu, bagian terfavorit gue.

"Lumayan juga suara Lo." pijinya gue tanggepin dengan ketawa.

"Lumayan ancur, iya." si tengik ketawa denger jawaban gue.

"Bukan Gue loh yang ngomong." timpalnya sambil natap gue.

"Iye, Gue tahu. Suara Lo juga bagus kok." gue beles lempar pujian.

"Bagus kalo gak disuarain, iya, kan?" gue ketawa dengan ucapannya, emang itu maksud gue.

"Tahu aja, Lu." kita pun sama-sama ketawa.

Perjalanan kali ini lebih terasa hangat dari sebelum-sebelumnya. Gue emang tertutup kalo ama cowok, gak heran kalo kemarin-kemarin beku terus atmosfirnya. Sama cewek juga sih. Ramah bisa, tapi akrabnya yang susah.

"We're almost there...." ungkap si tengik.

Gue langsung natap dia, firasat gue mulai was-was begitu mobil bergerak lambat ke sebuah gerbang besi di depan sana. Gue tahu tempat itu, jan bilang?

"Dah sampai," si tengik matiin mesin mobil dan lepas sabuk pengaman. "Let's go!" ajaknya sambil keluar dari mobil.

Gue segera keluar nyusul dia dan ngikutin langkahnya. Saat pintu rumah dibuka, nampaklah seorang gadis menyambut gue dengan suara riangnya.

"Papa, Bagas, pacarnya Bang Aksa nyampek....!"

















KENAPE LU BAWA GUE KE SINI, TENGIKKKKK?

Seterusnya___
📝Spesial tayang dari penulis untuk pembaca
"Semoga menghibur malam minggu Anda.... ☺"

NIKAHPANKAPAN [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang