_Sea in Your Area _
Gue dan si tengik menemui babeh dan papa di tempat yang berlainan. Papa minta gue menemuinya di sebuah tempat makan, sedangkan si tengik entah dimana. Dia enggan ngasih tahu.
"Assalamualaikum, Pa." gue nyamperin dan bersalaman dengan papa yang udah duduk di salah satu kursi.
"Wa'alaikumsalam, Sea." balas papa.
Gue menuju kursi di seberang papa dan menariknya lalu duduk.
"Kita makan dulu, baru bicara." sampai papa gue anggukin setuju. "Mau makan apa, Nak?"
Gue meraih buku menu dan memilah-milahnya. Buset dah, mahal-mahal semua. Batin rakjel gue bergelora ngelihat nominal harganya.
"Jangan lihat harganya, cari saja yang mau Kamu makan." papa sepertinya tahu perhelatan batin gue.
"Iya, Pa." jawab gue antara senang ama kagak enak. Syukurin aja kali, ya? Anggep rezeki anak solehah.
Gue dan papa memilih menu masing-masing dan memesannya. Setelah itu, kami bertukar kabar selama sepekan dan ngobrolin hal-hal ringan lainnya buat mengisi kecanggungan. Dibandingin ketemu mamanya si tengik, ketemu papanya si tengik jauh lebih nyaman. Mungkin karena kami udah beberapa kali ketemu.
Makanan datang dan dihidangkan. Kami menyantapnya dengan nikmat sambil sesekali mengobrolkan sesuatu yang ringan.
"Alhamdulillah ... enak, kan makanannya?" tanya papa usai santap.
"Iya, Pa. Sangat enak, mungkin karena harganya mahal-mahal." balas gue disertai candaan. Papa ketawa dengan banyolan gue.
Keheningan menyapa usai ketawa, waktunya peralihan ke obrolan yang lebih serius.
"Boleh Papa mulai sekarang?" papa minta izin dulu. Gue mengangguk siap sedia.
Papa membuang napas pelan, tangannya saling bertautan di atas meja. "Pertama, Papa minta maaf atas perbuatan Mamanya Aksa." papa mengambil jeda bicara.
Kemudian berucap lagi, "Papa juga minta maaf, karena waktu itu tidak ada di sana untuk membelamu dan membiarkan semua ini terjadi." sesal papa membuat hati gue berdesir.
Gue menghela napas teratur dan lirih, tangan gue saling menggenggam untuk menetralisir perasaan gue. "Hati Saya masih perih, Pa." kata gue apa adanya.
"Kendati demikian, Saya mencoba untuk memaafkan dan mengikhlaskannya. Papa tidak bersalah, tidak perlu meminta maaf." lanjut gue dengan kelapangan dada.
Mata papa berkaca-kaca menatap gue, senyumannya mengembang lebar. "Hatimu sungguh baik, Nak." pujinya.
Gue menggeleng terdiam sambil tersenyum dan merunduk. "Saya rasa, Papa lebih baik." ujar gue tulus.
"Kalau begitu, Kita sama-sama baik." daku papa ngebuat gue menaikkan kepala dan tertawa tanpa suara.
Kami hening sejenak lagi dan saling memalingkan pandangan ke arah lain.
"Kedua," suara papa menarik pandangan gue untuk melihat beliau.
"Iya, Pa?"
"Papa dan Babehmu sudah bicara dan sepakat untuk merestui Kalian menikah. Kami tidak akan ikut campur soal pernikahan Kalian, tapi Kami akan mendukungnya." papa menyampaikan ihwal selanjutnya. Hal itu tentu menjadi angin segar buat hubungan gue dan si tengik.
Belum sempat gue tanggapi, papa meneruskan ucapannya.
"Ketiga, Kami hanya ingin Kalian bahagia dan memberikan Kami cucu." ihwal ketiga ini ngebuat gue gimana gitu. Kapan nikah aja gue belum mikirin kapannya, tapi mereka udah request cucu. Hadehhh....
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAHPANKAPAN [TAMAT]
Romance[[KEN AKSARA MERA & SEAZALIKA JANARDANA]] "Kapan kawin?" Bisa nggak, kata itu dihilangin aja dari dunia ini?😤 "Kapan nikah?" Besok, kalo gak ujan. 😒 Selengkapnya, silahkan mampir. Dipublikasikan pertama kali tanggal 22 Mei 2020 dan tamat pada ta...