👑36

1.5K 160 9
                                    

Kenihilan menemui gue kala tiba di ruangan devisi desain interior. Rupanya, Sea masih pergi dengan Ridho entah kemana. Gue harus nelen pil kekecewaan bersamaan dengan perut gue yang keroncongan.

"Halo, semua...." suara Nitra muncul meramaikan suasana ruangan yang anteng aja dari tadi.

"Hai...." para penghuni devisi ini menyambut sapaan Nitra dengan sumringah. Nitra-pun berkumpul dengan mereka buat basa-basi bentar sebelum gue tarik ke ruangan gue.

"Bang, biarin Nitra di sana aja, ya? Nitra janji gak bakal ganggu." rengek-rengek Nitra saat gue seret ninggalin ruangan devisi desain interior.

"Kagak! Mereka entar gak fokus kerja kalo ada Lo. Dah, istirahat aja di ruangan Gue." gue keras nolak rengekannya.

Saat ini, Kami sedang nunggu lift berhenti di lantai ini. Nitra merengut sebal ke gue. Bodo amat.

"Kak Sea!" seru Nitra spontan saat pintu lift terbuka menampakkan Sea dan Ridho yang lagi berseloroh. Entah kenapa, ada yang panas di dada gue.

"Eh, Nitra." Sea agak terperanjat dengan penampakan Nitra di kantor ini.

"Pak Bos," Ridho menyapa gue.

Nitra kegirangan dengan adanya Sea, dia ngikutin cewek tersebut dan kabur dari gue. Dasar bandel!

_💍_

Para penghuni ruangan devisi desain interior heran melihat keakraban gue dan Nitra. Mereka pasti bertanya-tanya bagaimana bisa seorang Sea bisa dekat dengan salah satu keluarga bos mereka. Gue gak mungkin bilang ke mereka kalo gue beberapa kali udah menyambangi rumah bos mereka, bahkan makan bersama keluarganya pula.

"Se, gimana ceritanya Kalian bisa seakrab ini? Kalian udah kenal lama, ya?" Nina mengepoi kedeketan gue dan Nitra.

"Iya, Kak. Kak Sea, kan dia-"

"Gue katingnya di kampus." potong gue sebelum Nitra mengatakan yang sebenarnya. Gue tahu satu kebohongan kecil akan menjadi bola salju yang siap meluncur kapan saja menimpa gue. Tapi, bukan saatnya untuk jujur kali ini.

Gue natap Nitra dan memohonnya melalui tatapan. Nitra paham maksud tatapan gue, diapun tersenyum lebar.

"Kak Sea dulu pendamping dimasa orientasi." Nitra mempermanis kedustaan kecil gue. Pro juga nih bocah, bisa diandalkan.

"Oh, gitu." Nina percaya gitu aja dan kami membahas hal lain.

"Nitra!" suara yang beberapa waktu ini gue abaikan muncul. Si tengik datang bersama Ridho dan menghampiri tempat gue.

"Bang, Nitra janji gak akan ganggu. Nitra mau ngeliat Kak Sea kerja, janji." Nitra memohon memelas-melas ke abangnya. Entah apa yang terjadi sama Nitra hingga dia ada di sini, gue gak tahu dan gak mau tahu.

"Lima menit, setelah itu pergi. Gak ada tawar menawar lagi." si tengik menerima lobi adiknya.

"Oke!" balas Nitra kegirangan.

Si tengik kini beralih menaruh atensi ke gue. "Sea, ikut Saya sebentar!" si tengik berjalan memunggungi gue.

"Lo berbuat salah, Se?" Nina natap gue khawatir. Gue cuman mengedikkan bahu.

"Kamu sama Kak Nina dulu, ya?" pamit gue ke Nitra. Diapun ngangguk nurut.

....
Gue dibuat kebingungan nyariin keberadaan si tengik. Dia jalan duluan dan gak ngasih tahu kemana gue mesti ngikutin dia. Nyusahin!

"Sea!" suaranya menggaung di lorong, tapi batang hidungnya gak nampak. Gue lihat ke sekeliling dan nemuin ruang rapat, udah bisa ketebak mahluk tersebut di sana.

Gue mendorong pintu ruang rapat dan melangkah masuk. Posisi si tengik lagi berdiri di dekat jendela kaca dengan punggung menghadap gue.

"Gue mau ngomong empat mata, sini!" titahnya sambil berbalik. Mentang-mentang bos, nitah mulu kerjaannya. Untung bos.

Gue mendekat dan berhenti dua meter dari titiknya. Bukan muhrim, pemirsah. Apalagi cuman ada kita berdua di ruangan tertutup dan sepi ini. Bahaya setan menggoda perlu diwaspadai.

"Apa?" singkat gue datar.

"Lo cemburu, kan?" tanyanya gak ada angin gak ada hujan, nanyain kek begituan.

"Heh?" gue cengo.

"Lo lihat Gue dengan cewek itu tempo hari, kan?" pertanyaan si tengik makin ngelantur kemana-mana.

"Cemburu? Cewek? Lu lagi pusing main TTS sampai nanyain itu ke Gue, iye?" nalar gue gak nyampek dengan maksudnya.

"Iya, Teka Teki Sulit menyampaikan perasaan ini kepadamu." omongan si tengik makin ngelantur, makin buat gue pusing 10 keliling.

"Buang-buang waktu Gue aja." gerutu gue sambil berbalik haluan buat ninggalin tempat ini. Gak jelas banget si tengik, suir!

"Cewek yang Lo lihat waktu itu adalah selingkuhan mantannya Nitra. Gue cuman berniat balas dendam." perkataan si tengik menghentikan kaki gue yang udah di depan pintu, tangan gue tinggal memutar gagangnya dan gue bisa keluar. Tapi, kaki gue malah seakan direkatkan entah pake lem apa hingga gak bisa bergerak.

"Gak ada cewek manapun yang saat ini mengisi ruang kosong hati Gue. Cuman Lo seorang, Se." lanjut si tengik membuat perasaan berdebar-debar itu kembali.

Tanpa suruhan, kaki gue memutar menghadap si tengik yang beradius 6 meter dari titik tolak gue.

"Kecemburuan Lo gak pantes untuk cewek materialis kek Dia. Seaduhai apapun bentukannya, hanya Lo yang menjadi pusat perhatian Gue." si tengik maju setapak. Membuat jantung gue makin dag dig dug. Digombalin secara langsung dan serius seperti ini cuman pernah gue lihat di sinetron yang emak tonton. Kagak pernah terjadi di realita kehidupan gue.

Si tengik menatap gue dengan senyum percaya dirinya. Dia ngeluarin HP dari saku jasnya dan entah ngapain HP-nya. "Se," si tengik manggil gue dengan intonasi rendah. Lalu, layar muka HP-nya dihadapkan ke gue.

사랑해

Tertulis sebuah kalimat yang diketik menggunakan huruf hangul (aksara Korea) dan sebuah foto idola kesayangan gue. Siapa lagi kalo bukan Babang Jong Suk yang tampan nan menawan itu.

Dari mana si tengik bisa tahu hal itu? Gimana ceritanya dia tahu kalo Babang Jong Suk adalah pangeran di hati gue? Dan gimana ceritanya dia ngetik tulisan yang gak berani gue terjemahin itu? 

"Seperti rasa cinta Lo ke orang ini, bersediakah Lo terima hati Gue?" ujar si tengik ngebuat jantung gue akan meledak.

Bibir gue tersegel rapat sampai sulit mengeluarkan barang sekatapun. Otak gue mendadak lumpuh buat diajak berpikir. Kaki guepun lengket kagak mau bergerak barang bergeser.

Si tengik maju setapak lagi, mengikis jarak di antara kami. "Jangan sekaligus, berkala aja. Gue siap nunggu hati Lo terbuka buat Gue." lantangnya tanpa beban.

Bisa mimisan kalo gue lama-lama di tempat ini. Ayolah, kaki gue yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung. Ayo, kita pergi dari sini. Gue udah mau pingsan gegara kesulitan bernapas ini. Ayolah.... Batin gue meraung-raung.

Si tengik maju setapak, irama jantung gue makin berantakan. Jarak kami kini tinggal 3 meter lagi. Emakkkk ... anakmu ini kudu eottoke?

"Sa-rang-hae, Sea."


















Emakkkkkkkk, Sea mau pulangggg....


Berlanjut....

NIKAHPANKAPAN [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang