👑34

1.5K 169 15
                                    

Gue gak bisa berhenti ketawa kala inget kejadian si tengik 2 minggu lalu, yang gue denger dari penuturan Mbak Vini. Katanya, si tengik dikirain ayah dari jabang bayinya Mbak Vini. Parahnya, dia diminta buat ngazanin juga. Bwahaha ... ngakak gue.

"Babeh belum keluar, Mak?" gue hendak nyomot tempe goreng yang baru ditiriskan.

"Masih panas!" emak nampik tangan gue yang udah nyentuh permukaan kasar tempe. "Belum." jawab emak kemudian.

"Aelah, jan pelit-pelit, Mak. Kuburan entar sempit."  sindir gue agak kecewa kagak bisa nyomot tempe goreng yang ditepungi tersebut.

"Entar kang kubur Gue suruh lebarin." emak tetep fokus ama goreng menggorengnya.

Guepun narik kursi plastik dan duduk nungguin Babeh yang lama di kamar mandi. Nasib kamar mandi cuman satu, yeah, gini.

...
Di kantor gue mulai terbiasa dengan kehadiran si tengik yang menggantikan sementara posisi Mbak Vini. Lagian, dia jarang ada di kantor dan gue juga sibuk ke sana ke mari ngurus keinginan klien yang maha ribet.

"Sea!" panggil si tengik dari singgasananya.

"Iya, Pak Bos?" gue mengalihkan atensi ke dia.

"Ikut Saya menemui owner Hotel Amanah, mereka ingin membicarakan kesalahpahaman kemarin." sampainya.

"Iya, Pak Bos." gue ngangguk patuh. Gue segera beranjak dari kursi serbaguna zoro yang terbuat dari material mesh, metal, dan plastik yang  empuk dan nyaman saat diduduki. Gue berjalan mengikuti si tengik di belakang. Hampir aja gue nubruk si tengik gegara dia berhenti tanpa aba-aba.

"Ada apa, Pak Bos?"

Dia berbalik badan, menghadap gue dengan tubuh tinggi menjulangnya. Kalo ditaksir, kira-kira si tengik lebih tinggi dari Bang Ucup. Abang gue yang resek itu tingginya 179 cm, sedangkan si tengik keliatannya lebih beberapa senti. Wow .... bisa memperbaiki keturunan nih.

Astagfirullah, Sea! Mikir apaan sih!

"Jangan jalan di belakang Gue, karena gue belum pantas untuk memimpin Lo. Lebih baik, kita berjalan bersandingan, agar Kita bisa sama-sama belajar." katanya membuat kaki gue seakan tak lagi menapak di lantai.

Ya Allah, jantung gue....

"Ayo!" ajaknya saat pintu terbuka.

_💍_

Gue sukses ngebuat Sea bersemu dengan ucapan madu gue yang sakti. Sejak gue mengutarakan perasaan ini, visi dan misi gue adalah membuat dia nyaman dan bahagia dengan gue. Dengan demikian, pendekatan gue bisa mulus kek jalan tol.

"Iya, Mak?" Sea nerima telepon saat kami masih di lift.

Gue dikagetkan dengan HP Sea yang lolos dari genggaman setelah mendengar penuturan emak di seberang sana.

"Se, Lu kenapa?" gue memumutkan HP-nya yang terjun ke lantai.

"Babeh dibawa ke rumah sakit. Gue minta maaf gak bisa nemenin Lo." tangan Sea gemetaran megang HP-nya.

"Gue anter."

....
Dokter sedang melakukan diagnosis dan memeriksa kondisi babeh di dalam ruangan UGD. Sea dan emak saling bertautan tangan seraya memohonkan doa pada Sang Maha Kuasa. Guepun yang duduk di seberang mereka juga ikut berdoa.

"Keluarga Bapak Janardana?" seorang suster keluar memanggil.

"Aye istrinya, Sus." emak langsung berdiri. Gue dan Sea mengikuti kemudian.

"Bapak Janar membutuhkan transfusi darah dan Kami sedang kehabisan. Apakah di antara kalian ada yang golongan darahnya sama?"

"Transsfusi darah segala? Suami Aye kenape, Sus?" emak makin panik mendengar apa yang disampaikan suster.

"Dokter yang akan menyampaikannya, Bu. Saat ini transfusi darah sangat dibutuhkan untuk keselamatan pasien." mendengar itu, emak lemes dan hampir jatuh. Untung, gue siap di dekatnya dan langsung menopangnya.

Sea ngangkat tangan, "Tapi Saya sedang datang bulan, Sus. Apa tidak bisa dicarikan tempat lain? Tolong lakukan apa saja buat nolong Babeh Saya, sus." suaranya terdengar bergetar, air matanya mulai jatuh berderai.

"Kami sedang mencarinya, tapi transfusi harus dilakukan sekarang juga. Pasien telah kehilangan banyak darah karenanya." penjelasan suster semakin membuat dua wanita di samping gue lemes semua.

"Golongan darahnya apa, sus?"

"O, Pak."

"Saya O juga."

"Kalau begitu, mari, ikut Saya, Pak." suster membawa gue pergi.

_💍_

Secerca harapan bersinar kala si tengik mengatakan golongan darahnya sama kek babeh. Suster sedang melakukan cek tekanan darah dan hameglobin pada si tengik. Mudah-mudahan saja memenuhi syarat dan babeh bisa segera mendapat transfusi darah. Gue dan emak benar-benar cemas mendengar ancaman bila babeh gak segera mendapat transfusi darah. Ya Allah, hamba mohon jangan biarkan terjadi hal yang enggak-enggak sama babeh. Amin....

"Gimana, Sus?" gue langsung tembakin pertanyaan saat suster tadi datang.

"Bapak Janar bisa segera ditransfusi darah." ujaran suster itu membuat gue dan emak menitihkan air mata haru.

Makasih, tengik. Ralat! Makasih banyak, Kak Aksa. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikanmu hari ini.

_💍_

Gue cuman bisa nurutin titah Sea yang minta gue untuk istirahat di kamar. Gue gak tau dia lagi ngapain, cuman gue nyium aroma masakan yang menyebar dari dapur. Bisa ditebak dia lagi ngapain. Gak berselang lama, dia dateng dengan senampan makanan dan segelas minuman.

Dia naruh nampan tersebut ke nakas samping tempat tidur gue, lalu dia minta gue buat bangun.

"Apaan tuh?" gue tetep tanya meski gue tau itu apa sambil bangun trus nyender ke kepala ranjang.

"Cuman ini bahan yang bisa Gue olah dari kebun sayur Lu. Tapi, ini udah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah donor darah." dia ngasih sepiring nasi yang di atasanya ada tumis sawi hijau dicampur irisan hati ayam.

"Dari mana Lu tahu kek beginian?" gue nerima piring tersebut.

"Google, apa lagi." sautnya sembari ngode gue buat ngelahap makanan tersebut. "Doa dulu!" peringatnya begitu gue mau masukin sesendok makanan ke mulut. Ya ampun, untung dia ngingetin.

Bismillahir rohmannirrohim .... Gue masukin makanan ke mulut, mengunyahnya perlahan, dan masuklah makanan buatan Sea ke perut gue. Begitu seterusnya sampai makanan di piring hilang tak bersisa. Hehehe, antara doyan ama kelaperan.

"Nih, dimakan." Sea ngasih potongan apel dan jeruk yang udah dia kupas selama gue makan.

Alamakk ... perhatian bener ni cewek. Seumur-umur gue belum pernah diperhatiin seperhatian ini. Cuman papa doang, itupun waktu gue masih kecil. Sekarang mah boro-boro, nemenim di rumah sakit aja sering absen. Apa lagi mama gue. Beliau aja selalu gak ada di sisi gue tiap gue sakit, bahkan ketika gue harus dioperasi gegara kecelakaan.

Bener kata papa, Sea kudu diperjuangkan dan dipertahankan. Anak-anak gue entar bisa keurus jika ibunya modelan kek Sea.

"Buah ini gak bakal nyampek ke perut Lu, kalo cuman diliatin." sindirnya membangunkan dunia gue.

Gue terkesiap lalu memasukkan potongan apel ke mulut.

"Lu gak pingin balas perbuatan heroik gue hari ini?" iseng gue.

"Lu gak ikhlas nolong?" timpalnya.

"Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang cuma-cuma, Se." gue menyanggahi ucapannya.

"Perhitungan!" cercanya.

"Hanya satu aja, Se. Lu gak mau mengabulkannya sebagai tanda terima kasih?" gue terus aja nuntut untuk dibalas.

Sea mendengus, lalu berkata "Apa?"

Gue tarik napas sepanjang mungkin sebelum mengatakan keinginan gue. Kemudian....












"Tolong, selipin benih cinta gue di antara kebencian Lo ke Gue. Sisain sedikit aja ruang, agar benih cinta ini bisa bersemi."



BERLANJUT....

NIKAHPANKAPAN [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang