Gue terskakmat oleh omongan si tengik. Bertubi-tubi dia menyanggah ucapan gue dengan sanggahan yang masuk akal. Hal ini membuat gue makin bingung. Mau berkilah lagi, hati ini sudah tak mampu ditutup-tutupi lagi dengan ribuan alibi. Tapi, jika gue nerima si tengik, apakah gue siap? Gue bener-bener takut jatuh cinta.
"Sekarang apa lagi? Lo mau bikin kilahan apa lagi, Seazalika?" tanyanya tak akan memberikan ruang buat gue ngeles lagi.
"Gue takut terluka setelah jatuh cinta." tutur gue pelan sambil nunduk. Dari tadi gue kerjaannya nekuk wajah terus, pegel ternyata leher gue.
Si tengik entah kenapa malah ketawa, membuat gue spontan menaikkan wajah dan memandang wajahnya yang sedang ketawa. Begitu mata gue mengarah ke wajahnya, dada gue langsung berdesir menatap lekuk bibirnya yang ketawa. Astagfirullah, saya khilaf, Ya Allah.
"Kenapa nunduk, Se?" tanyanya dan gue bisa merasakan saat ini lagi ditatapin sama si tengik.
"Sea, lihat Gue!" titahnya. Gue masih nunduk, hal ini membuat tengik terpaksa ngulang titahannya lagi. "Lihat Gue, Sea!"
Gue mencoba memberanikan diri dan mengangkat wajah. Pemandangan damai yang gue temui dari wajah si tengik.
"Kenapa Lo takut sebelum mencoba, Se? Terluka itu pasti terjadi, Lo gak akan bisa menghindarinya." jelas si tengik benar lagi. Skor gue nol terus dari tadi.
Si tengik mengganti posisi, sekarang dia menghadap ke depan memandang keramaian tempat makan yang barusan kami kunjungi.
Si tengik menghela napas teratur. Lalu menelengkan wajahnya ke gue. "Percuma saja berlayar, kalau Kau takut gelombang. Percuma saja bercinta, kalau Kau takut sengsara." dendang si tengik dengan suara sumbangnya.
"Lo gak akan bilang garam itu asin, kalo gak Lo coba. Bener, kan?"
Gue mengangguk membenarkan penuturan si tengik. Sekarang, stok alibi gue buat nolak si tengik udah benar-benar habis.
_💍_
Gue bernapas plong begitu melihat anggukan Sea. Peluang gue diterima semakin lebar. Gue gak mau menyia-nyiakan kesempatan lagi. Gue keluarin kotak cincin yang ada di saku dalam jas gue.
"A-apaan i-itu?" Sea nampak gerogi begitu melihat kotak cincin yang gue tunjukkan padanya.
"Kalo semua ucapan Gue tadi benar, buka kotak ini." sengaja gak gue buka langsung kotak cincin itu. Gue ingin lihat, apakah dia masih mau berkilah lagi, atau enggak.
Sea perlahan menggerakkan lengannya, ujung jemarinya meraih kotak cincin tersebut. Kini, kotak cincin itu udah berpindah ke tangan Sea, tapi belum dibuka.
"Jangan ragu, Se." ucap gue kala dia diem memandangi kotak cincin itu.
Jemari Sea bergerak perlahan, membuat gue gemes pingin ngebukain kotak itu pake tangan gue sendiri. Lama amat! Gerutu gue di batin.
Ayolah, Sea! Buka kek begituan lama amat, sih! Jantung gue berdegup-degup makin gak karuan. Please, Sea ... jangan memacu jantung gue.
"I-ini...." Sea terperanjat ngeliat sepasang cincin di kotak yang baru aja dibukanya.
Huft ... akhirnya dibuka juga.
Gue manarik napas sepanjang mungkin, lalu mengembuskannya perlahan-lahan. Gue mengulangnya sampai dua kali untuk mengurangi gerogi gue.
"Sea," panggil gue lirih sambil menatapnya lekat. Sea memindahkan atensinya dari cincin, beralih ke gue.
"Jatuh cinta pasti ada lukanya, tapi, maukah Kau melewatinya bersama Daku?" suara gue terdengar gemeteran, nerves cuy!
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAHPANKAPAN [TAMAT]
Romance[[KEN AKSARA MERA & SEAZALIKA JANARDANA]] "Kapan kawin?" Bisa nggak, kata itu dihilangin aja dari dunia ini?😤 "Kapan nikah?" Besok, kalo gak ujan. 😒 Selengkapnya, silahkan mampir. Dipublikasikan pertama kali tanggal 22 Mei 2020 dan tamat pada ta...