Sepi...
Seperti kejadian beberapa tahun silam yang aku rasakan. Hanya ada aku dan Ayah disini, mau keluar rumah pun masih enggan sekali rasanya. Meskipun sudah berkali kali Ayah mengajakku keluar rumah tapi berkali kali pula aku menolaknya. Tidak ada yang menghubungiku, kecuali Matteo dan Kenzie adikku. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi setelah ku putuskan untuk ikut tinggal bersama Ayah, semua orang seperti menjauhiku. Termasuk Mom dan Dad juga, biasanya mereka bisa menghubungiku berkali kali kalau sedang tidak bersama mereka. Tapi ini nihil, aku merindukan mereka. Aku rasakan hawa dingin khas perbukitan disini, sama seperti rasa dingin yang menggerayangi perasaanku. Kak Langit, bagaimana keadaannya? Apa dia sudah menikah dengan Mellysa? Aku juga tidak tahu mengapa aku bisa menjadi seorang gadis bodoh jika memikirkannya. Sekuat apa aku berusaha melupakannya, maka sekuat itulah perasaanku terhadapnya enggan untuk pergi.Mau bagaimanapun dia adalah pria pertama yang membuatku merasakan apa itu cinta dan sakit dalam waktu yang bersamaan. Sulit sekali menghapus ingatanku tentangnya, bahkan disaat aku koma pun bayangannya yang selalu berada disisiku. Ku rapatkan selimut yang membungkus badan kurusku, coklat panas yang di siapkan oleh Rumi kini sudah menjadi dingin. Ponsel yang dulu sangat berarti bagiku, kini seakan tak berguna lagi. Aku terlalu takut untuk membuka sosial mediaku, takut melihat kebersamaan Kak Langit dengan Mellysa. Takut kalau kalau mereka sudah berbahagia. Ku usap wajahku sedikit frustasi, ini semua aku yang salah..
Kalau saja aku tidak menolaknya waktu itu, mungkin aku sudah menikah dengannya dan memiliki anak yang banyak. Penyesalan yang akan aku bawa sampai mati, mungkin..
"Hei Nona, melamun terus!"
Aku terperanjat mendengar suara itu dari arah belakangku. Dia lagi..
Apa tidak ada orang lain di sekitar sini selain dia? Astaga..
Bukannya menghibur dia selalu membuatku kesal."Kau mengapa selalu menggangguku?" Ketusku.
"Siapa yang mengganggu sih, kau itu selalu sentimen padaku!" Ia berkata seraya menyesap coklatku yang sudah dingin.
"Ehh jangan di minum, kau bisa kembung nanti!" Aku berusaha merebut cangkir itu namun gagal karena cangkir itu sudah kosong.
"Enak kaya es!"
Aku menggeleng samar mendengar ucapannya, pria ini benar benar aneh bin ajaib. Kadang suka sekali membuatku emosi tingkat tinggi, kadang suka membuatku tertawa sampai menangis, kadang suka sekali menjahiliku sampai aku uring uringan tidak jelas dan pada akhirnya Ayah lah yang menjadi sasaran kekesalan ku.
Dia adalah Ramajaya untung bukan Rama Wijaya, sudah kaya pewayangan saja. Keponakan Ayah dari kakak angkatnya, dia adalah CEO yang mengurusi semua bisnis yang Ayah miliki. Ayah merasa sudah cukup tua untuk berhenti bekerja. Padahal belum ada kerutan apapun di wajahnya, tapi Ayah sudah memutuskan pensiun dini. Menikmati hari untuk sekedar liburan keliling Indonesia, atau mengurusi ikan ikan kesayangannya. Datang ke kantor sesekali jika beliau merasa penat dan bosan di rumah.
Jadi selama aku tinggal di Jogja, Rama inilah satu satunya manusia yang menjadi temanku. Meskipun menyebalkan sihh ya, tapi dia cukup asik orangnya walau banyak isengnya juga. Usianya 32 tahun, tapi masih single. Entah kenapa dia bilang malas sekali untuk menjalin suatu hubungan, karena menurutnya jodoh akan datang suatu hari, ketika hati sudah sama sama klik tak perlu pacaran maka ia akan langsung menikahinya.
"Tuh kan melamun lagi!" Kali ini Rama mengacak rambut indahku yang kebetulan sudah berantakan dibawa angin.
"Bosan, apa kau tidak ada niatan buat pergi kemana gitu?"
"Ke pantai, mau? Kebetulan lagi ada event di pantai pantai dekat sini!"
Aku mengangguk penuh antusias, lama sekali tidak pergi ke pantai. Terakhir waktu ke Pacitan bersama Kak Langit, dan ku yakin itu sudah lebih dari tiga bulan yang lalu.
"Ganti bajumu, dulu! Aku tunggu di depan!"
Rama tersenyum padaku lantas bangkit dari tempat duduknya meninggalkanku yang masih duduk bergelung selimut.Dengan kecepatan kilat aku pun juga bangkit dari tempat dudukku, berganti dengan gaun sifon bertali spagheti yang panjangnya pas selututku. Tak lupa rambut panjangku ku biarkan terurai supaya menutupi leher jenjangku yang putih mulus. Tanpa make up atau lipstik tebal seperti biasa, hanya sunblok yang aku oleh rata ke seluruh wajah dan seluruh tubuhku.
Setelah selesai dengan ritualku, segera ku susul Rama yang ternyata tengah berbincang dengan Ayah. Terlihat serius, namun semuanya mendadak terhenti ketika aku datang.
"Kau sudah siap?" Tanya Rama.
"Ya, mau berangkat sekarang? Atau kau masih mau mengobrol dengab Ayah?" Tukasku datar.
"Sayang, jangan jutek jutek gitu sama Rama-nya!" Tegur Ayah, aku hanya memberengut sembari memutar bola mataku malas.
"Kami berangkat dulu, Paman!" Pamit Rama, lantas di susul diriku yang bergantian pamit pada Ayah.
Hening..
Itulah yang terjadi di dalam mobil, entah kenapa Rama berubah menjadi pendiam. Padahal biasanya dia adalah pria paling berisik yang pernah aku temui. Ku lirik sekali kali pria yang saat ini tengah fokus dengan stir bundarnya. Aneh saja rasanya jika tiba tiba pria ini mendadak menjadi bisu tanpa suara yang keluar dari mulutnya."Kay!"
"Ram!"
Aku benci suasana ini, menjadi canggung tiba tiba karena suara kita yang keluar secara bersamaan.
"Kau dulu!"
"Kau dulu!"
"Astaga.. aku benci suasana ini!" Kesal ku. Sedangkan Rama hanya terkikik geli sebab ucapan ucapan kami yang selalu terlontar secara bersamaan.
"Nanti saja kalau sudah sampai di pantai aku akan kasih tau!" Rama tersenyum tipis tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.
Kalau di lihat lihat Rama ini memang tampan, kulitnya yang eksotis serta tubuh tegap, kekar menandakan bahwa dia adalah pria yang rajin berolahraga. Berjambang dan berkumis tipis menambah kesal Manly pada dirinya, serta sifat yang sulit di tebak membuat pria yang duduk di sampingku ini terlihat misterius. Senangnya hatiku di kelilingi oleh pria pria tampan, mulai dari Ayahku, Daddy, Kenzie, Matteo, Langit, Rodrigo, Marlon dan sekarang ada Rama. Tapi itu hanya kesenangan dimata bukan di hati, hati masih saja terasa hampa dan kosong setelah keputusan Kak Langit untuk mengikat Mellysa.
Mengapa ingatan ingatan Kak Langit selalu berputar di kepalaku? Membuatku kesal saja..
~TBC..
KAMU SEDANG MEMBACA
Until The End (Selesai)
RomansaSequel dari Father for My Daughter.. #1 pengecut 15/06/2020